Featured Post Via Labels

Instagram Photo Gallery

25 Jun 2015

Takeuchi - Birthday Cake [Episode 5] [Special Author Birthday]

Share & Comment

Yusril Takeuchi



Takeuchi – Birthday Cake [Special Author Birthday]



Diterbitkan secara mandiri
melalui blog.yusriltakeuchi.com




Credits

Oleh: Yusril Takeuchi
Copyright © 2015 by Yusril Takeuchi

Penerbit
Yusril Takeuchi
www.yusriltakeuchi.com
yusriltakeuchi@gmail.com

Desain Sampul:
Yusril Takeuchi

Episode:
5

Download PDF Version:

Diterbitkan melalui:
Blog.yusriltakeuchi.com




            Matahari telah terbit dari timur, semua makhluk hidup yang ada dibumi ini mulai terbangun dari tidur panjangnya dimalam hari. Ayam-ayam mulai berkokok, burung-burung mulai bernyanyi berkicau begitu indahnya. Dan suara ibu yang begitu keras membangunkanku dari istirahat malamku.
            “Takeuchi, cepat kamu bangun. Bergegas untuk pergi sekolah.” Ibu menggedor-gedorkan pintu kamar.
            Suara tadi cukup membuatku terbangun dari tidur, Papeto masih tertidur pulas. Aku menyauti panggilan ibu untuk memberikan tanda bahwa aku sudah bangun.
            “Iya bu, aku sudah bangun. Sebentar lagi aku akan turun untuk mandi dan makan pagi.”
            Aku merapihkan kasur tidurku, sepertinya Papeto masih begitu sangat mengantuk, aku tidak tega membangunkannya sehingga kubiarkan dia masih tertidur diatas empuknya kasur. Aku memasuki kamar mandi untuk bergegas mandi sebersih mungkin, menggunakan sabun dan pasta gigi, serta sampo untuk rambut. Aku melihat jam, jam terus berjalan sehingga membuatku tidak bisa bertele-tele lagi. Aku bergegas memakai pakaian dan memasuki ruang makan untuk makan pagi. Ayah dan ibu sudah siap akan kehadiranku. Aku duduk dibangku, bersiap untuk menikmati hidangan nikmat dipagi hari buatan ibuku.
            “Takeuchi. Dimanakah Papeto?” tanya Ayah padaku.
            “Sepertinya dia masih tertidur pulas ayah.”
            “Baiklah jika memang begitu, membangunkannya rasany tidak sopan.”
            Sehingga kami makan bertiga tanpa Papeto. Aku bergegas berjalan dengan cepat menuju sekolah, untuk menuntut ilmu yang begitu berharga. Saat sampai dikelas, bel pelajaran pun telah berbunyi. Tapi hatiku rasanya hampa saat memasuki kelas ini, ketiga sahabatku tidak masuk sekolah untuk hari ini. Biasanya aku lebih akrab berbincang dengan mereka, namun pada saat mereka tidak ada, rasanya seperti mati rasa.
            Aku bertanya-tanya didalam hati, hal apakah yang membuat mereka bisa tidak masuk sekolah dihari yang sama? Seolah-olah itu sudah dijanjikan dan menjadi sebuah rencana. Pelajaran pertama telah dimulai. Ibu Karin pun telah memasuki kelas. Dia salah satu guru yang sangat disegani dikelasku. Jelas saja, dia adalah Wali Kelas untuk kelas ini. Dia guru yang tegas, tapi tidak menyeramkan dan tidak terlihat mengancam. Wajahnya yang cantik serta postur tubuhnya yang langsing membuat setiap murid
laki-laki tidak bosan-bosan mengikuti pelajarannya.
Meski demikian, tetap saja hatiku masih terasa hampa jika tidak ada ketiga sahabatku.

            Buku Bahasa Indonesia kubuka, bersama dengan seluruh siswa dikelas, Ibu Karin mengarahkan untuk membuka halaman 54. Bab itu mengenai tentang cerpen. Ibu Karin menjelaskan tentang bab yang akan kami pelajari, menerangkan begitu detail sehingga seluruh penjelasannya masuk kedalam otak kami. Pada saat dia selesai menerangkan, dia bertanya kepada semua murid apakah sudah paham atau tidak.
            “Baik anak-anak, apakah kalian semua sudah paham dengan apa yang sudah Ibu jelaskan?”
            “Pahaam Bu..” jawab semua murid, suara murid laki-laki terdengar begitu lantang.

            Kami diberi tugas untuk membuat cerpen, masing-masing tiap siswa ditugaskan untuk membuat cerpen maksimal 10 halaman. Tugas telah dimulai, semua murid telah dibuat sibuk dengan tugas mereka, begitu pula denganku. Aku membuat cerpen tentang pengalaman pribadi yang kumiliki. 2 hari yang lalu aku dengan sahabatku, tentunya juga dengan Papeto menjalani petualangan besar pertama dalam hidupku. Aku bisa pergi jalan-jalan ke bulan, melihat kota Rabiti yang begitu indahnya, berkenalan dengan makhluk luar angkasa sehingga mendapatkan teman yaitu Axel. Serta membantu mereka dari peperangan pihak pemberontak. Aku memberikan tag “Berdasarkan kisah nyata” pada cerpenku, tapi dari ekspresi wajahnya, sepertinya Ibu Karin tidak mempercayainya. Bisa dibilang wajar, karena Ibu Karin belum pernah mengalami hal menakjubkan sepertiku. Semua tugas telah dikumpulkan, kelas mulai terdengar begitu ramai karena para siswa telah selesai mengerjakan tugasnya. Dan sekarang tinggal waktunya Ibu Karin memeriksa hasilnya. Sungguh tidak kusangka, aku mendapatkan nilai yang cukup baik, Ibu Karin mengatakan bahwa ceritaku begitu bagus. Penuh dengan kreatifitas dalam diri.
            “Takeuchi. Cepat maju, ini hasilmu.”
            Aku terbangunkan dari tempat duduk, berjalan menuju depan kelas.
            “Tugasmu sangat bagus, ibu suka dengan kreatifitasmu.” puji Ibu Karin padaku.
            Aku tersungkur malu sehingga menundukkan kepala kebawa karena malu akan pujiannya.
            “Terima kasih bu.”

            Tak terasa waktu istirahat telah tiba, waktunya bagiku untuk istirahat sejenak dari pelajaran. Hari ini terasa begitu sepi, tidak ada tawa dan canda dari sahabatku. Karena merasa bosan, aku beranjak keluar dari kelas dan menuju taman. Mencoba merungkan berbagai hal dibawah sinar matahari yang menerangi bumi, dengan denyutan suara ayunan yang mengiringi musik alam. Aku memandangi gedung sekolah lantai 2, aku baru menyadari bahwa ada seorang wanita yang sedari tadi memperhatikanku. Kucoba memalingkan pandangan darinya, namun dia tetap saja melihat kearahku. Hingga akhirnya dia pergi menghilang dari sana. Namun justru keadaannya berubah, dari sisi kanan dia menuruni tangga, mencoba mendekatiku yang dianggapnya sedang merenungi hal sedih.
            “Hai salam kenal, namaku Ariel. Aku siswi kelas 1 B” dia memperkenalkan dirinya kepadaku.
            Aku membalasnya dengan menjabat tangannya serta memperkenalkan diri.
            “Aku Tak..” aku terhenti pada saat ingin mengucapkan nama karena dia berusaha untuk menerobos ucapanku.
            “Aku tau, namamu Takeuchi kan.”
            “Hei bagaimana kamu bisa mengenaliku?” aku mulai bingung akan hal misteriusnya.
            “Dalam beberapa waktu silam, aku sering memperhatikanmu dari kejauhan. Sering mendengar cerita tentangmu, tentang berita pembobolan semua wifi yang ada disekolah. Sehingga kamu bisa mengetahui semua password wifi yang ada di sekolah ini, bahkan hotel sebelah.”
            “Hei kamu mendengarnya? Tidak kusangka aku sebegitu populernya.”
            Dia mendekatiku, mencoba duduk disampingku. Sehingga kami duduk berdua dibangku yang nyaman.
            “Ada apa denganmu? Sepertinya kamu memiliki masalah?” tanya Ariel.
            Aku menghembuskan nafas dengan begitu lembut.
            “Tidak ada yang begit serius. Hanya saja aku merasa hampa karena ketiga sahabatku tidak masuk sekolah hari ini.”
            “Waw, rasanya seperti sudah ada perjanjian sebelumnya.”
            “Seperti itulah.”
           
            Rasanya dia memiliki ketertarikan denganku, karena dia begitu berantusias ingin mengetahui banyak hal dariku. Sehingga sampai-sampai dia menanyakan apa nomor ponselku.
            “Jika diizinkan, bolehkah aku mengetahui nomor ponselmu?”
            “Oh tentu saja, 089611761266” aku memainkan hpnya serta mencatat nomorku disana.
            Kami berbincang-bincang rasanya seperti sudah menjadi teman akrab. Perbincangan kami begitu teramat serius sehingga tak terasa bel masuk sudah berbunyi. Yang berarti itu adalah tanda penutup dari obrolan kita. Kami mulai berdiri dari bangku, berjalan meninggalkan taman dan menuju ruang masing-masing. Disaat kami berada ditangga, dia mengucapkan salam perpisahan padaku.
            “Sampai berjumpa lagi..”
            Aku menjawabnya dengan wajah yang tersenyum.
            “Sampai jumpa..”
           
            Tak terasa hari sudah mulai petang, waktunya bagi seluruh murid sekolahku pulang kerumah. Diperjalanan aku memandangi pemandangan kota yang begitu indah, mencoba mencari kesibukan tersendiri untuk menghilangkan rasa bosan. Saat sampai didepan rumah, aku membuka pintu. Namun seluruh isi rumah begitu gelap, rasanya seperti terjadi pemadaman listrik. Aku berteriak memanggil nama keluargaku.
            “Ibu, Ayah, Papeto!”
            Tidak ada jawaban satupun dari sana, namun pada saat aku memasuki ruang makan. Tiba-tiba lampu menyala, dan suara meriah pun membuatku terkejut. Diiringi dengan suara terompet yang berbunyi begitu keras. Semua orang berada disini, ruang makan telah didesign ulang seolah-olah ada acara penting yang ingin diadakan. Disana terdapat sahabatku, ternyata mereka berada disini.
            “Heei, apa-apaan ini?” aku bingung dengan keadaan tiba-tiba sepert ini.
            Mereka mendekatiku, diiringi dengan Ibu yang memegang sebuah kue yang besar. Ibu mengecup keningku, dan membuatku semakin bingung.
            “Ibu, jelaskan apa maksud dari semua ini? Aku bingung.”
            Secara serentak mereka mengatakan dengan begitu keras dan lantang.
            “Selamat ulang tahun Takeuchi!”
            “Uuulang tahun?” aku terbata-bata, tak menyangka bahwa sebenarnya hari ini adalah hari ulang tahunku.
            Aku sampai melupakannya, ulang tahunku sendiri.
            “Bagaimana bisa kalian mengingatnya? Bahkan aku sendiri saja hampir melupakannya.”
            “Ish, ish, ish. Mana bisa suatu hari yang begitu spesial dilupakan begitu saja.” jawab Luna dengan nada menggoda.
            Ibu mengambil korek api dari meja, mencoba menyalakan lilin ulang tahunku. Dan diiringi dengan lagu ulang tahun yang dinyanyikan bersama-sama. Namun pada saat aku ingin meniup lilin, aksiku terhentikan dengan ucapan ibu.
            “Eiits, jangan lupa membuat pengharapan!”
            Aku melupakan bagian ini, untung saja ibu mengingatkannya. Sehingga aku membuat pengharapan pribadiku, yang menurutku begitu spesial. Ketika pengharapan selesai dibuat, aku meniup lilin dengan kencang, dan terdengar semua tepukan tangan dari teman-temanku dan ayah. Papeto juga berada disana. Aku mencoba memotong kue ulang tahunku, mencoba mengambil potongan pertamanya untuk diberikan kepada keseseorang yang paling spesial.
            “Untuk siapakah potongan pertama itu? Tentunya itu akan menjadi potongan yang sangat spesial.” tanya Edward.
            “Tentu saja, untuk orang yang paling spesial dalam hidupku.”
            Aku memberikan potongan pertamku kepada ibuku, orang yang paling spesial dalam hidupku. Yang telah mengandungku, melahirkanku, memberikanku asi dan merawatku hingga besar seperti ini. Aku mencium kening ibu, dan memeluknya.
            “Selalu ingatkan aku jika aku berbuat salah bu, dan jangan pernah berhenti menyayangiku.” aku mengharapkan sebuah harapan yang begitu sangat diinginkan.
            “Tanpa kamu memintanya, sudah pasti akan kulakukan.”

            Potongan kedua kuberikan kepada Ayah, dan untuk potongan ketiga kuberikan kepada wanita spesial kedua dalam hidupku, Luna. Aku mendekatinya dengan kue yang berada ditangan. Terlihat Steve dan Edward yang tertawa secara diam-diam dengan hal itu dan meledekku.
            “Ciee, ciee..” ucap rayu mereka berdua.
            “Ish, apa sih kalian ini.”
            Kuberikan kue ketiga itu kepada Luna, dan menyuapinya untuk memakan kue yang begitu spesial di hari yang cerah ini. Ternyata hari ini tidak terlalu buruk, walau disekolah aku terlihat kesepian. Tapi dirumah aku mendapatkan sebuah kejutan yang luar biasa.
            “Tunggu, tunggu. Kenapa kalian tidak masuk sekolah hari ini?” tanyaku pada ketiga sahabatku.
            Mereka tertawa dengan perkataanku tadi, sehingga ibu menjelaskan tentang hal yang sebenarnya kepadaku.
            “Sebenarnya mereka sengaja meminta kepada ibu untuk tidak masuk sekolah dalam 1 hari dengan maksud ingin membantu dan membuat kejutan untuk ulang tahuhmu.”
            “Jaadi, ternyata kalian, melakukan semua ini demi aku?” aku terhari mendengarnya.
            Mereka semua mengangguk, yang berarti itu adalah tanda untuk menyetujuinya. Kami bersenang-senang dipesta pada malam itu, pesta berjalan begitu meriah. Walau hanya didatangi oleh anggota keluargaku dan sahabatku, rasanya ini menjadi ulang tahun paling spesial dalam hidupku.
Steve dan Edward penasaran dengan pengharapan yang tadi kubuat, sehingga rasa penasarannya sudah tak terbendungkan lagi.
            “ Oh iya, kami penasaran, sebenarnya apa pengharapanmu tadi?”
            Aku tersenyum dengan pose sedikit tertawa, mereka telah kubuat bingung.
            “Tttakeuchi, kenapa kamu tertawa?” tanya Edward.
            Aku mengambil posisi sigap, mencoba untuk meluncurkan aksiku.
            “Aaaaku ingin pergi Kencan dengan Luuunnnaaa!!” teriakku yang begitu keras sehingga langsung berlari dari ruang tamu menuju luar rumah. Semua orang kaget dengan ucapanku. Disusul dengan Luna yang mengejarku karena merasa malu. Aku tahu, bukan berarti dia malu karena tidak ingin kencan denganku, tapi dia malu karena aku mengucapkannya secara tiba-tiba didepan kedua orang tuaku, Papeto dan teman-teman.

            Hari ini aku begitu bahagia, diulang tahun yang sederhanaku ini aku berhasil mengungkapkan perasaan yang sudah lama aku pendam. Sedari beberapa bulan yang lalu memang aku ingin mengatakannya, tapi belum miliki waktu yang tepat untuk mengucapkannya, sehingga hari ini lah waktu yang paling tepat.



-Tamat


Tags: ,

Written by

Seorang penulis novel fantasi yang memiliki minat dalam berbagai hal seperti programming dan game making.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fantasy

Fiksi Ilmiah

Wattpad: @yusriltakeuchi

Copyright © Yurani Takeuchi | Thanks to Yusril Takeuchi