Yusril Takeuchi
Gerbang Antariksa
Diterbitkan
secara mandiri
melalui yusriltakeuchi.blogspot.com
Credits
Oleh: Yusril Takeuchi
Copyright © 2016
by Yusril Takeuchi
Penerbit
Yusril Takeuchi
yusriltakeuchi.blogspot.com
yusriltakeuchi@gmail.com
Desain Sampul:
Yusril Takeuchi
Diterbitkan
melalui:
yusriltakeuchi.blogspot.com
1
Siasat
Inilah kamarnya, berukuran luas bersih
tujuh ribu lima ratus sembilan belas meter persegi, meliputi panjang dua koma
tujuh lima dan lebar tiga meter persegi. Dengan satu kasur tidur di lantai,
sebuah lemari pakaian yang di lengkapi cermin bundar berukuran sedang yang
menempel di pintu, meja belajar, dan rak buku tempat penyimpanan seluruh buku
pelajaran dan koleksi novel yang di milikinya di letakkan. Ia hidup di keluarga
yang sangat sederhana, dengan kebutuhan yang pas-pasan tentunya. Ralphie tinggal
di kota Java bersama dengan ibunya tercinta. Ia anak yatim, ayahnya meninggal
lima bulan yang lalu karena tragedi kecelakaan yang tragis. Hal itu terjadi
saat siang hari, ketika berada di persimpangan jalan, Ayah Ralphie melihat
kucing malang yang menyeberang, tetapi sangat membahayakan. Dengan keadaan
jalanan yang masih ramai kendaraan, di tambah dengan datangnya truk besar
bermuatan mesin jahit melaju dengan kecepatan tinggi ke arah kucing tersebut.
Melihat dari keadaan itu, Ayah Ralphie dengan sigap berlari menghampiri untuk
menyelamatkannya, ia telah berusaha berlari secepat mungkin. Ketika kucing telah
berada di genggamannya, ia melempar kuat-kuat ke arah semak-semak. Memang nyawa
kucingnya selamat, namun tidak dengannya. Ayah Ralphie tertabrak truk besar itu
dan mementalkannya beberapa meter dari lokasi kejadian. Keadaan yang awalnya
sunyi dan tenang berubah menjadi riuh. Semua orang berdatangan menghampiri untuk
melihat. Supir truk yang gagal melarikan diri akhirnya berhasil di bekuk warga
untuk di laporkan ke kantor polisi. Sedangkan nyawa Ayahnya tak terselamatkan.
Ia langsung tewas di tempat seketika dengan tubuh berlumuran darah. Terkadang
memang perlu sebuah pengorbanan untuk menyelematkan sesuatu, dan terkadang pula
hal itu akan mendatangkan kesedihan mendalam.
Tak ada kegiatan spesial yang di
lakukan anak ini setiap harinya. Selepas sepulang sekolah, ia hanya berada di
dalam rumah hingga esok pagi hari datang kembali. Ia hanya keluar sesekali,
untuk suatu hal yang di anggapnya penting. Ralphie berbaring di atas kasurnya
dengan kaki yang di angkat ke atas kursi kecil. Hanya tertidur, bermain
permainan konsol, dan membaca novel, itulah kegiatan yang biasa ia lakukan
sehari-hari. Terkadang ia menginginkan untuk bermain bersama teman-temannya di
luar, sangat di sayangkan ia tidak bisa melakukannya pada siang hari. Ia
membenci siang, dan sangat menyukai malam. Baginya sinar rembulan lebih baik di
bandingkan matahari. Karena bintang panas itu hanya membawa rasa sakit bagi
dirinya.
*********
Di lorong tangga yang menjulang
tinggi ke atas, terdengar suara panggilan ibu Ralphie yang memanggil.
“Ralphie! Kesini sebentar nak.”
Mendengar panggilan ibunya, Ralphie
langsung bangun dari tempat tidurnya, membuka pintu dan menuruni anak tangga
menuju dapur. Ia menghampiri ibunya yang sedang memegang sebilah pisau tajam di
lengan kanannya, sambil menyayat-nyayat kulit ikan mas yang berada di atas
ember berwarna hitam pekat.
“Ada apa, bu?” tanya Ralphie dari
arah belakang.
“Malam ini kita akan makan ikan,
tapi ibu lupa untuk membeli sayur mayur sebagai pelengkap menu masakannya.
Mungkin karena ibu yang ceroboh dan tidak teliti saat berbelanja, sehingga
melupakan bahan pokok yang wajib ada pada hidangan kita nanti.”
“Jadi, aku harus membeli sayuran
itu? Pada siang hari ini? Mengapa tidak nanti malam saja.” keluh Ralphie.
“Memang mau kapan lagi? Kita akan
makan pada malam hari nanti, sedangkan kamu membeli sayurannya pada malam hari
pula. Jangan ngawur kamu!” balas ibunya.
Ibu Ralphie merogoh saku bajunya,
mengambil sebuah dompet dan mengeluarkan selembar uang kertas untuk belanja,
lalu memberikan pada anaknya.
“Ini uangnya, belanjakan sayuran
seperti biasa ibu suruh. Dan perlu kuperingatkan kembali, jangan memakai uang
kembalian untuk membeli novel! Ingat, kau sudah dewasa. Belajarlah untuk lebih
menghargai amanah orang lain.” cetus ibu Ralphie.
“Baiklah, baiklah. Aku tidak akan
melakukannya lagi, percayalah padaku, ibu.” gumamnya kesal.
Entah mengapa pada hari minggu, ibu
sungguh menyebalkan. Sebab Ralphie lebih sering di suruh berbelanja pada siang
hari. Dan itu membuatnya kesal. Jika hari-hari biasa, mulai dari senin sampai
sabtu, ibu Ralphie pergi bekerja di kantor dari pagi hari hingga sore. Lalu
membeli makanan cepat saji untuk persediaan beberapa hari yang di letakkan di
dalam kulkas.
*********
Ralphie mengambil hoodie
kesayangannya di dalam lemari, lalu mengenakannya dan bergegas menuju pintu
keluar rumah. Di luar zona perlindungannya yang aman, ia mengenakan penutup
kepala hoodie untuk melindungi kepalanya dari sinar matahari langsung, dan
memasukkan kedua tangan ke saku hoodienya lalu berjalan sambil menunduk kearah
bawah. Ia selalu berjalan dengan cara seperti itu setiap harinya, disaat sinar
panas mentari masih merajai siang. Mungkin bagi orang pada umumnya, sinar
matahari adalah sebuah kebahagiaan, karena terdapat kehangatan di dalamnya.
Tapi berbeda pandangan dengan pria yang satu ini, jika ia terkena paparan sinar
matahari secara langsung, justru akan membuatnya sangat kesakitan.
Ralphie berjalan menyisiri jalanan
perkampungan yang sepi, melewati taman kecil yang biasa di pakai anak-anak
bermain. Terkadang tempat ini di jadikan pangkalan preman cilik yang gemar
memalak anak-anak yang lugu nan polos disana. Jika mereka tidak mau membayar,
maka luka lebam akan memenuhi seluruh wajahnya. Memang lingkungan rumahnya
tidak terlalu baik, terkadang banyak anak-anak perempuan yang menjadi pelacur
demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan bagi pria remaja yang beranjak
dewasa, lebih memilih menjadi preman pasar. Itu salah satu alasan utama mengapa
Ralphie tidak suka bergaul dengan teman-teman sebaya di lingkungannya. Karena
setelah ia tahu keburukan mereka semua. Ya, mereka memang akrab saat kecil.
Bermain bersama, membolos dari sekolah, dan menjahili tetangga hingga di marahi
habis-habisan. Semua tak berjalan seperti layaknya lagi. Ralphie sudah beranjak
dewasa, ia telah bisa menentukan mana yang baik dan buruk untuknya. Pilihan
untuk tidak bergaul dengan teman di lingkungannya, adalah keputusan terbaik
yang telah ia buat.
Sebenarnya keadaan kota ini tidak
buruk, justru terbilang bagus. Hanya saja untuk bagian perkampungannya sungguh
mengkhawatirkan. Sangat membahayakan dan tidak pantas untuk membesarkan anak
disana. Di tambah jika pengawasan orang tua yang kurang, bisa-bisa anak itu
terbawa pergaulan yang tidak benar. Kota Java adalah kota yang indah, dengan
susunan dekorasi jalanan yang rapih, gedung-gedung bertingkat di mana-mana,
taman kecil dan pepohonan di letakkan pada tempat yang sesuai. Setiap kota
pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, kita sebagai manusia
yang mendiami suatu wilayah, harus bisa menerima dengan lapang dada dan
menjalaninya dengan sebaik mungkin. Patuhi peraturan, jauhi larangan.
*********
Jauh di antariksa yang luas, dengan
jarak jutaan tahun cahaya dari bumi. Terdapat gerombolan perompak yang gemar
menyinggahi planet-planet kecil, lalu merampas sumber daya alamnya habis-habisan.
Mereka membunuh penghuni asli planet tersebut, dan membangun pangkalan militer
pada setiap planet yang berhasil di kuasainya. Komplotan itu sangat di takuti
di jagat raya. Mereka sangat kejam, bengis, kasar, dan tak kenal ampun. Jangan
pernah memohon padanya, karena permohonan berarti simbol kekalahan kaum yang di
jajah. Beberapa kaum yang di culik di jadikan kelinci percobaan untuk
penelitian yang di lakukan Professor Lupin. Dia pemimpin selaku Laboratorium
Arch Corp. Disana mereka menciptakan berbagai teknologi baru yang lebih kuat,
lebih canggih dan mematikan! Arch terbilang ras yang sudah maju dalam
perkembangan teknologinya. Setiap orang Arch yang memiliki otak jenius akan di
masukkan ke dalam Arch Corp untuk membantu penelitian, mengambangkan teknologi
baru yang lebih mengesankan. Sedangkan bagi yang memiliki fisik kuat, mereka
akan di latih untuk menjadi pasukan militer Arch.
Pintu ruang kerajaan terbuka,
seorang wanita kaum Arch datang menghampiri paduka raja yang duduk di atas
singgah sananya yang megah. Ia komandan pasukan Arch, Jenderal Mantis.
Satu-satunya wanita Arch yang berkulit hijau. Ras Arch cenderung mempunyai kulit
berwarna ungu gelap, dengan daun telinga yang panjang bagai elf. Untuk Arch
pria biasanya terdapat satu tanduk seperti tanduk unicorn di dahinya, yang melambangkan
kegagahan mereka, sekaligus senjata untuk menyerang musuh.
Dark Planet di pimpin oleh orang
bernama Hermis. Salah satu orang Arch terkuat yang pernah ada. Kekuatannya
sangat luar biasa, sehingga tak ada yang bisa menandinginya. Sistem
perekonomian di Dark Planet juga sangat stabil. Pekerja yang melakukan
pekerjaannya dengan baik akan mendapatkan upah lebih. Setiap anak-anak Arch
yang masih muda bersekolah di pusat pembelajaran Arch dan di bimbing oleh guru
sebuah Tikovak. Robot yang cerdas dan mampu menjadi alternatif guru untuk
mereka.
“Hormat saya, yang mulia paduka.”
Mantis memberi hormat dengan membungkukkan badan.
“Mantis, apa kau membawa kabar bagus
untukku?” tanya pemimpin Arch.
“Saya membawa keduanya.”
“Kalau begitu, aku ingin mendengar
kabar buruknya terlebih dahulu.” jawab sang raja
“Tikovak-47 kembali mengalami sistem
error. Ia menyerang anak-anak dan membuat kekacauan di sekolah.” kata Mantis
dengan kepala yang sedikit menunduk ke bawah.
“Apa sudah di tangani?”
“Sudah, yang mulia. Tikovak-47 telah
di bawa menuju bengkel untuk diperbaiki.”
Hermis mengambil sebuah gelas yang
berada di meja kanannya, meminum cairan merah yang sangat pekat. Itu sebuah
darah, lebih tepatnya darah kaum Zoa yang di bunuh, di makan dagingnya dan di
minum darahnya. Kaum Arch termasuk sebagai kaum pemakan daging. Selain
menyerang planet untuk mengambil sumber daya alam dan menculik penghuni asli
planet tersebut, mereka juga membunuh dan memakannya satu persatu. Meskipun
tidak semuanya pemakan daging, sebagian masih ada yang vegetarian.
Hermis bangkit dari tempat duduknya,
datang menghampiri Jenderal Mantis yang masih tertunduk pada rajanya.
“Bagus, bagaimana dengan kabar
baiknya?” Hermis mengelus rambut Mantis yang lembut dan terurai.
“Sa… Saya mempunyai target planet
baru yang cocok untuk kita rampas, paduka.” jawab Jendral Mantis dengan
terbata-bata, tangan paduka masih menggerayangi rambutnya.
“Tunjukanlah, Jenderal Mantis.”
Jenderal Mantis bergerak menuju depan
bangku singgah sana Raja Hermis, menekan tombol dari sebuah remot khusus dan
mengeluarkan hologram tiga dimensi. Pada layar, terdapat sebuah planet yang
indah, kekayaan alamnya begitu melimpah, dan memesona!
“Sangat menarik, planet apa itu?
Dengan sekali lihat saja, aku bisa mengira kalau planet tersebut adalah harta
karun untuk kita.” kata Raja Hermis pada Jenderal Mantis.
“Planet ini biasa disebut dengan,
Bumi. Dengan lama revolusi tiga ratus enam puluh lima hari. Sangat stabil untuk
menampung rakyat kita, bukan?” tawa
kecil Mantis.
“Kau benar, Mantis. Setelah
kupikir-pikir planet ini sangat indah. Dan kita tidak boleh melewatkan yang
satu ini.” Raja Hermis merapihkan pakaiannya. “Cepat persiapkan pasukkan untuk
rencana kita, aku akan menemui Professor Lupin.”
“Baik, yang mulia Raja Hermis.” Jenderal
Mantis langsung berjalan meninggalkan ruangan.
Hermis berjalan menuju Laboratorium
Arch Corp, setiap orang yang melewatinya selalu membungkuk memberikan hormat, tak
ada dari mereka yang sampai lupa untuk tidak melakukannya.
“Ah, yang mulia raja. Hamba sangat
bersenang hati karena anda mau meluangkan waktu untuk melihat-lihat isi
laboratorium utama ini.” Professor Lupin menoleh ke arah Raja Hermis.
“Professor, bagaimana
perkembangannya? Apa sudah siap untuk melakukan pengujian?”
“Beberapa mata-mata kita telah
dikirimkan, dan hasilnya sesuai dengan rencana. Sekarang mereka tengah
mengamati keadaan sekitar.” Professor berjalan menuju tembok dinding raksasa,
menekan sebuah tombol merah yang berada di dinding. Muncul layar hologram tiga
dimensi, memperlihatkan keadaan lingkungan bumi yang damai, tenang, tentram,
dan dihuni oleh orang-orang yang berlalu-lalang dengan cepat, dan beberapa
kendaraan dijalanan. “Hasilnya sudah dapat kita lihat, yang mulia. Mereka
adalah, Manusia.” Professor menunjuk-nunjuk ke arah gadis kecil yang sedang
memakan es krim di taman, sendirian.
“Mereka tidak terlihat begitu kuat,
hanya kaum primitif! Kesempatan besar bagi kita, untuk menghancurkan mereka
dengan sangat mudah. Haha.” tawa kecil Raja Hermis terdengar melengking di
seisi ruangan. “Tapi, tunggu. Benda apa itu yang memiliki empat roda dan melaju
dengan cepat?”
“Benda itu mereka sebut dengan,
kendaraan. Mereka menggunakannya untuk berpergian. Sama fungsinya seperti
CYL-44. Hanya saja CYL-44 tidak memiliki roda dan melesat dengan kecepatan
roket.” jawab Professor Lupin.
“Bagaimana dengan senjata yang
mereka miliki? Kau berhasil mendapatkan informasinya?” tanya Raja Hermis lagi
pada Professor.
“Tentu, yang mulia. Kami berhasil
mendapatkannya berkat mata-mata khusus yang kita miliki.” layar monitor
mengganti kamera, memperlihatkan pangkalan militer Kasukabe dengan berbagai
kendaraan perang yang mereka miliki. “Mereka mempunyai tank, pesawat jet
tempur, senapan angin, tembakan roket peluncur, basoka, dan beberapa senjata
api lainnya.”
“Hahaha! Dasar primitif! Senjata
mereka sangat kuno! Kita bisa menaklukkannya dengan sangat mudah.” tawa Raja
Hermis semakin lama kian membesar melengking di seisi ruangan Laboratorium. “Baiklah,
Professor. Segera jalankan rencana kita. Aku tak mau bertele-tele untuk ini.”
*********
2
Kejutan
Terlihat wajah Ralphie yang cemberut
saat mengambil beberapa sayuran ke keranjang belanjanya. Dalam hati ngedumal,
mengapa hari ini aku tidak seberuntung biasanya? Padahal serial novel Harry
Potter yang baru telah rilis! Aku benar-benar penasaran bagaimana kelanjutan
cerita dari anak Harry bernama Albus Severus Potter memasuki sekolah Hogwarts
untuk pertama kalinya, dan bagaimana si rambut belah, Draco Malfoy membimbing
keluarganya. Apa menjadi sejahat dirinya, atau justru sebaliknya?
Semua barang telah dibeli, kini
waktunya Ralphie kembali pulang kerumah, tanpa membawa satupun novel seperti
biasanya ia lakukan. Diperjalanan pulang, ia melihat sebuah rak buku Nova K-5
dengan tampilan yang sangat mengagumkan! Oh tidak, aku telah tergoda kali ini.
rak buku yang sangat aku inginkan, mengapa kau hadir disaat keuanganku sedang
kritis?! Ketusnya dalam hati. Rak buku yang ia miliki memang sudah terlalu
kusam, dengan beberapa bagian cat yang telah terkelupas, kaki rak buku yang
sudah keropos dimakan rayap, dan tampilan seluruh rak yang sudah sangat kumuh.
Seperti sebuah rak buku yang diambil dari gudang toko buku bekas. Kuharap suatu
saat nanti aku akan memilikinya, lihat saja itu! Ancamnya dalam hati.
Ralphie keluar dari mall, melewati
trotoar dan memasuki gang sempit dengan kepala yang ditutupi penutup hoodie
miliknya. Disana ia heran, melihat keadaan gang yang sangat berantakan, seperti
pernah terjadi pembantaian keji disini. Darah bercucuran dilantai,
barang-barang boks, kayu berserakan dimana-mana. Keadaan tempat itu memang
sepi, sangat sepi dan sunyi. Tidak terdengar suara orang dan kendaraan satupun
disini. Namun seketika, ia mendengar suara langkah kaki berjalan mendekatinya.
Ralphie langsung panik dan mencari tempat persembunyian ke dalam loker besi tua
yang sudah berdebu. Betapa terkejutnya ia, saat melihat makhluk yang sangat
aneh berada didepannya. Ralphie mengintip melalui sela-sela loker dan memperhatikan
makhluk setinggi empat kaki dengan kulit berwarna ungu, berbadan tegap dan satu
buah tanduk hitam di dahinya. Mereka juga mengenakan baju perang dan senjata
yang terlihat aneh dimatanya. Seperti pistol laser yang mengeluarkan cairan
laser dengan sangat panas!
Ralphie menatap keadaan ini ngeri,
mereka menyeret seorang pria dewasa yang telah mati, lalu memakannya dengan
sangat lahap! Ralphie menutupi mulutnya, tak sanggup melihat kejadian ini. Ia
ingin muntah, dan berlari sekencang-kencangnya melarikan diri dari tempatnya,
tapi langkahnya terhenti setelah ia tahu bahwa itu hanyalah bunuh diri. Mereka
mencabik-cabik tubuh manusia itu, memakan organ dan daging manusia yang
digenggamnya. Wajah mereka dipenuhi darah yang amis, darah yang masih segar.
Salah satu dari mereka meminumnya dengan sangat haus. Seperti orang yang habis
berlari lima kilometer.
Dan setelah semuanya selesai bersantap, mereka
kemudian pergi meninggalkan tempat itu yang masih bercucuran bercak darah
dimana-mana. Ralphie langsung bergegas keluar dari dalam loker dan melarikan
diri menuju arah sebelumnya, kembali menuju mall.
Di lahan parkiran ia melihat banyak
orang bergerombol memandang langit-langit. Ternyata mereka melihat sebuah benda
aneh yang sangat besar, secara perlahan muncul begitu saja di sebuah lapangan
sepak bola yang luas. Sebuah benda aneh berbentuk persegi yang sangat besar,
berwarna hitam pekat dan cahaya-cahaya keunguan yang melapisi bagian dalam benda
tersebut.
“Hei, benda itu tak asing bagiku. Itu
sebuah portal, hanya saja ukurannya teramat sangat besar!” kata Ralphie menjelaskan.
Semua orang mulai di buat panik
dengan portal mencurigakan itu, sebagian dari mereka ada yang membaca doa pada
tuhan, berlindung di tempat yang aman, berteriak ketakutan, dan yang sungguh gilanya,
masih ada kaum alay yang mengambil moment ini untuk berselfie dan merekamnya.
Semoga saja mereka dimakan oleh makhluk menyeramkan tadi. Oke, aku mulai
terdengar brutal sekarang. Secara perlahan portal itu membentuk dirinya, hingga
akhirnya mencapai bentuk sempurna. Muncul suara-suara yang menyeramkan bak terompet
malaikat israfil yang terdengar sangat besar dari dalamnya. Semua orang semakin
dibuat panik, bulu kuduk merinding. Kemudian muncul sebuah pesawat luar angkasa
yang sangat besar dari dalam portal, disusul oleh pesawat-pesawat kecil yang
mengiringinya. Siapa mereka?
Pesawat luar angkasa yang besar itu
mulai menutupi seluruh kota, menghalangi sinar matahari yang masuk, dan
mengakibatkan kota ini menjadi gelap! Tidak terlalu gelap juga, setidaknya aku
masih bisa melihat orang-orang disekitarku.
Terdengar bunyi dentuman besar yang
mendekat, tiba-tiba langit dipenuhi oleh pesawat tempur militer Kasukabe yang
terbang menghampiri pesawat luar angkasa itu.
“Pusat kontrol kepada Primus-35, kalian
diperintahkan untuk tidak menyerang terlebih dahulu, sebelum kita mengetahui
lebih lanjut siapa dan apa tujuan mereka.” perintah Jenderal Alexis yang berada
di ruang pusat kontrol.
“Primus-35 kepada Pusat kontrol,
cek. Kami akan melakukannya. Setidaknya kami akan mengawasi mereka terlebih
dahulu sebelum mendapatkan perintah selanjutnya.”
Tiba-tiba keadaan ruang pusat
kontrol kian memanas, mereka semua harus melakukan tindakan yang tepat untuk
ini. Sebab hal ini menyangkut hidup dan mati umat manusia.
“Siapa mereka? Mungkinkah makhluk
luar angkasa?” tanya Jenderal Alexis bingung.
“Dilihat dari bentuk pesawat dan
teknologi mereka, bisa dipastikan bahwa pesawat dan teknologi itu belum pernah
ada di bumi. Bisa jadi tebakkan anda benar, Jenderal. Dan kita harus
mempersiapkan mental untuk pertemuan penting ini.” jawab Kapten Yuran.
“Jadi menurutmu, apa tujuan mereka
menunjukkan dirinya secara terang-terangan sepeti ini pada manusia?” Jenderal
Alexis menatap Kapten Yuran dengan tatapan serius. “Apa mereka mempunyai maksud
ja—“
Ucapannya terpotong saat layar
pemantau mulai berubah tayangan, menampilkan gambar gresek seperti televisi
yang rusak, kemudian berubah menjadi tayangan ruangan yang besar dalam sebuah
pesawat luar angkasa.
“Kalian manusia, kami datang dengan
damai. Kami ingin bekerja sama dengan kalian.” kata Raja Hermis di layar
monitor.
“Apa untungnya untuk kami? Dan
mengapa kalian bisa bahasa kami?” ketus Jenderal Alexis.
“Hahaha. Sangat mudah untuk
mempelajari bahasa kalian, teknologi kami sudah sangat maju. Dan perkembangan
teknologi kalian sangatlah ketinggalan jauh dari kami. Dan oleh sebab itulah,
kami ingin mengajak sebuah kerja sama.” Raja Hermis diam sejenak, kemudian
melanjutkan pembicaraannya. “Berikan kami besi, timah, tembaga, dan emas.
Sebagai gantinya kami akan membagikan teknologi kami pada kalian. Sehingga
perkembangan teknologi kalian akan meningkat satu langkah dari sekarang.”
Jenderal Alexis bukanlah orang yang
bisa langsung cepat percaya begitu saja, justru ia menaruh curiga pada makhluk
luar angkasa ini
“Untuk apa kau menginginkan material seperti itu? Dan apa ucapanmu
ini dapat dipercaya?”
“Kami memerlukannya untuk pesawat
luar angkasa, dan beberapa teknologi ciptaan kami. Persediaan stok besi, timah,
tembaga, dan emas kami sudah mulai menipis. Kami membutuhkan lebih banyak itu
untuk kelangsungan teknologi kami.”
“Lantas setelah mendapatkan apa yang
kalian inginkan, kalian akan berbalik menyerang kami dengan senjata super power yang kalian miliki itu, iya
kan?” tuduh Jenderal Alexis yang tanpa di pikir-pikir terlebih dahulu.
“Percayalah pada kami. Kami kaum
Arch, akan memerdekakan teknologi manusia yang sangat primitif seperti ini.”
Jenderal Alexis di buat berang
dengan ucapannya, ia memukul meja keras-keras.
“Apa maksudmu, primitif? Kau kira
kami makhluk penggosok dua buah batu demi mendapatkan api untuk memasak?!”
“Bukannya itu yang dilakukan nenek
moyang kalian dulu? Mereka melakukan itu pada zamannya, dan sekarang, kau tidak
mengakui bahwa kalian para manusia, pernah tanpa busana berburu binatang buas
dengan sebilah tombak batu yang diikat di kayu yang kuat? Sangat mengecewakan.”
ejek Raja Hermis dengan senyum jahat kecilnya, dan ia melanjutkannya.
“Bagaimana, Jendral? Bersedia menerima tawaran kami?”
Makhluk ini benar-benar menyebalkan
dan sombong! Merendahkan makhluk yang memiliki teknologi lebih rendah darinya.
Tapi walau bagaimanapun juga, ini kesempatan bagi manusia untuk selangkah lebih
maju dalam hal teknologi.
Jenderal
Alexis masih geram dibuatnya, dengan sangat terpaksa menerima tawaran itu.
“Baiklah, aku menerima tawaranmu.
Datanglah ke pangkalan militer Kasukabe, kita akan berunding mengenai hal ini.”
“Hahaha, kalian sangat cerdas.
Mengambil kesepakatan ini memanglah sangat pintar. Aku akan berangkat menuju
pangkalan militermu dengan pesawat Novacorp-K28 bangsa kami. Tentunya landasan
kalian yang begitu kecil tidak akan sanggup untuk memarkir pesawat luar angkasa
kami yang sedemikian besar bukan?”
Cih, makhluk ini benar-benar
sombong!
Keadaan pangkalan militer Kasukabe
tak seperti biasanya, para prajurit telah dibuat sibuk dengan kehadiran spesies
Arch. Beberapa dari mereka pergi untuk memeriksa keadaan pesawat luar
angkasanya, sedangkan sisanya mengawasi untuk pertemuan penting dengan Jenderal
Alexis.
Raja Hermis mulai turun dari pesawatnya, diiringi
oleh dua pengawalnya yang berjaga di belakang rajanya. Mereka memasuki ruang
rapat dan disusul oleh Jenderal Alexis yang mulai duduk di bangkunya. Pintu dan
jendela ruangan di tutup rapat, bagi mereka yang tidak berkepentingan dilarang
untuk mendengar pembicaraan ini. Presiden Celt datang untuk ikut berdiskusi
dengan mereka, dan ruangan itupun menjadi sunyi, tanda rapat penting ini telah
di mulai.
“Sebelumnya saya berterima kasih
kepada anda –“ ujar Presiden Celt, pembicaraannya di potong oleh pemimpin
spesies itu.
“Hemis, Raja Hermis. Pemimpin ras
Arch”
“Ah, Raja Hermis. Terima kasih
karena telah bersedia untuk datang dalam pertemuan ini, sekaligus membahas
tentang tawaran anda untuk memerdekakan teknologi manusia.” kata Presiden Celt
melanjutkan “Apa ucapan kalian dapat kami percayai?”
“Kau, tidak ada bedanya dengan si
dia.” Raja Hermis menunjuk kearah Jendral Alexis “Selalu mencurigai kami yang
punya maksud baik untuk spesiesmu. Apa kalian bersedia agar aku mengubah
pikiran tentang tawaran ini?”
“Oh tidak, kami setuju dengan
tawaranmu. Hanya saja kami kurang begitu yakin.” jawab Jenderal Alexis,
nampaknya ia masih menyimpan dendam karena disebut spesies primitif olehnya.
“Kalau begitu, biar kutunjukkan
salah satu ciptaan kami.”
Raja Hermis mengeluarkan sebuah
benda kubus dari dalam saku bajunya, meletakkan benda itu diatas meja. Semua
mata tertuju pada benda aneh itu. Berwarna putih, dengan corak garis hitam yang
mengelilinginya. Di tengahnya terdapat sebuah tombol switch bundar, mungkin
tombol itu berfungsi untuk mengaktifkannya.
“Alat ini bernama, Seiya-44. Sebuah
alat perlengkapan baju perang portable, yang dikemas sangat kecil sehingga bisa
dimasukkan ke dalam saku. Mungkin kalian beranggapan benda ini tak berguna,
tapi jika aku menekan tombol yang berada di tengahnya.”
Raja Hermis menekan tombolnya, dan mengaktifkan
Seiya-44 kubus. Benda itu mengeluarkan cahaya biru muda, lalu secara tiba-tiba
sebuah baju perang antariksa muncul dengan otomatis terpasang di tubuh Raja
Hermis. Semua yang menyaksikan di buat takjub dengan hal ini, dengan pakaian
antariksa berwarna putih gagah yang ia kenakan sekarang.
“Lihatlah, ini bentuk asli dari baju
perang Seiya-44. Sangat menakjubkan, bukan?” Raja Hermis meyakinkan.
“Ba…Bagaimana kalian dapat
membuatnya? Ini sangat hebat!” Presiden Celt mulai menyukai teknologi ras ini.
“Hahaha, akan ada lebih banyak dari
ini yang akan kalian dapatkan jika mau berkerja sama dengan kami. Selama kalian
mau memberikan kebebasan pada kami untuk mengebor inti bumi dan mengambil semua
emas, besi, tembaga, dan timah.”
Jenderal Alexis tiba-tiba
terperanjat dari tempat duduknya.
“Apa katamu? Mengebor hingga inti
bumi? Apa kau sudah gila? Kau tau apa akibat yang akan didapatkan oleh kami
jika kalian melakukannya?” Sekali lagi, Jenderal Alexis memang tipe orang yang
pemarah, emosinya mudah sekali terpancing begitu saja.
“Tentu kalian tidak akan memerlukan
benda seperti itu, bukan?”
“Tebakanmu salah, kami pun sangat
memerlukan material itu untuk
kelangsungan teknologi kami. Jangan kira kami akan selamanya di pangku oleh
spesiesmu yang aneh.”
“Jenderal Alexis!” Presiden Celt di
buat berang olehnya, ia sangat marah kini. “Jaga ucapanmu itu, dan lebih sopanlah
kepada tamu kita.”
“Kurasa mereka tidak berada di pihak
kita, Presiden. Mereka hanya mengambil untung dari kita, lalu meninggalkan atau
menyerang bumi begitu saja.” saut Kapten Yurani
“Kapten! Mengapa kau bersekongkol
dengannya?! Mereka mempunyai niat baik, lantas seperti inikah sikap kalian
terhadap orang yang ingin membantu?”
“Tidak, tuan Presiden. Mereka bukan
spesies baik, aku sudah bisa merasakan aura jahat mereka.”
Raja Hermis yang merasa di pojokkan
tersenyum kecil melihat pertengkaran bodoh ini.
“Sungguh mengecewakan, seperti
inikah sikap kalian? Kalian memang spesies primitif.” ejek Raja Hermis sekali
lagi yang membuat semua orang di ruangan itu geram.
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dengan keras,
penjaga yang mendengarnya langsung membuka pintu tersebut, lalu datanglah seseorang
membawa informasi bahaya dengan nafas megap-megap dan keringat yang bercucuran
di wajahnya.
Ia memberi hormat pada semua
atasannya di ruangan.
“Aku membawa informasi penting,
mereka para alien, telah menembakkan sinar laser yang sangat besar ke dalam
lapangan sepak bola UMS. Sepertinya mereka ingin melakukan pengeboran hingga ke
inti bumi.”
Semua mata tertuju pada Raja Hermis
dan kedua pengawalnya.
“Ini yang kau sebut baik? Dasar
spesies tak belas kasih!” cetus Jenderal Alexis.
Para penjaga langsung mengangkat
senjata mereka, menodongkan kepada tiga alien yang berada di hadapan mereka
kini.
“Angkat tanganmu!” perintah Jenderal
Alexis.
“Kalian pikir, spesies sepertimu
bisa mengalahkan kami? Jangan bermimpi!” Raja Hermis meraba senjata yang berada
di atas lutut kanannya.
“Jangan bergerak! Atau kau akan kami
tembak!”
Terdengar suara tembakan di lorong
ruangan, peluru-peluru laser terlontar dimana-mana. Semua penjaga telah tewas
tertembak, tiga pasukan Arch lagi telah datang untuk menyelamatkan raja mereka.
Tapi usaha penyelamatan itu di kacaukan dengan pasukan Kasukabe yang melawan
balik.
Keadaannya semakin buruk, semua pasukan
telah tewas seketika, menyisakan Jenderal Alexis, Kapten Yurani dan Presiden
Celt yang bersembunyi di balik meja. Raja Hermis dan kedua pengawalnya langsung
bergegas pergi meninggalkan ruangan, kembali menaiki pesawat Novacorop-K48 dan
menuju pesawat luar angkasa utamanya.
“Eksekusi mereka!” perintah Raja
Hermis kepada seluruh pasukannya.
Apa yang terjadi setelah ini, sangat
menyayat hati. Mereka mulai melakukan penyerangan pada manusia. Menunjukkan
senjata-senjata mematikan yang mereka miliki, untuk menghancurkan apapun dalam
sekejap mata. Banyak orang yang tak bersalah ikut menjadi korban kekejaman
mereka, setelah spesies Zoa dihabisi, kini giliran manusia menghadapi
kepunahannya.
3
Perang
Ralphie masih berada di lahan
parkiran mall, tidak mengambil tindakan, hanya menunggu apa yang akan terjadi
setelah ini. Semua orang disana masih berharap dan berdoa kepada Tuhan. Kemudian
melesat cepat sebuah pesawat tempur luar angkasa , menembaki gedung mall itu
hingga hancur! Perlahan bangunan besar itu rubuh, semua orang yang berada
disekitarnya berlarian menyelamatkan diri. Disini keputusasaan mulai muncul,
rasanya percuma melarikan diri, toh mereka hanya makhluk lemah yang tak
berdaya.
Selanjutnya pesawat musuh menembaki semua
orang yang berlarian di jalan, bagi mereka yang tak beruntung akan mati tertembak
senjata laser mematikan. Sisanya pergi bersembunyi menuju stasiun bawah tanah.
Sedangkan Ralphie, berlari dengan sekencang-kencangnya menuju arah pulang.
Di perempatan jalan, ia bertemu
dengan satu pasukan Arch berbadan tegap dengan pistol laser di lengannya,
Ralphie mengambil sebilah besi panjang yang berada di tumpukkan sampah,
memegangnya dengan sangat erat. Tuhan, tolong selamatkanlah aku kali ini, aku
telah lelah berlari, jika aku mati, setidaknya tidak dalam keadaan menjadi
manusia lemah.
Dalam hitungan ketiga, Ralphie
melesat secepat roket yang meluncur, menghindari segala tembakan peluru yang
menghujaninya. Mendekati monster itu dan memukulnya keras-keras dengan besi
yang di genggamnya. Meskipun benda itu cukup keras, ia tak merasakan sakit
sedikitpun. Baju perangnya sangat tebal. Sehingga pukulan Ralphie tadi, hanya
memberikan efek geli baginya. Ia terus mencoba kembali menyerangnya dari berbagai
arah, terkadang sesekali terpental karena radius ledakan peluru yang cukup
dahsyat. Meskipun tubuhnya telah dipenuhi luka, Ralphie tidak menyerah. Ia
terus berusaha maju mengalahkan monster sialan itu.
Pria ini sangat lincah, dapat menghindar dari
berbagai tembakkan musuh. Ia mendekatinya, memukul dan menendang wajahnya dengan
tendangan super keras, sepertinya ini membawakan hasil. Monster itu merasa
kesakitan terkena tendangan maut Ralphie. Dan disanapun idenya telah muncul,
pasukan Arch itu memiliki kelemahan dibagian kepala. Hindari tanduknya, pukul
kepalanya, maka ia akan kewalahan dan memiliki banyak celah.
Ralphie kembali berusaha untuk kesekian
kalinya, menghentakkan kaki ke dinding lalu melompat dan memukul kepala monster
itu dengan besi panjang yang keras. Sangat membawakan hasil, monster keparat
itu terlihat begitu menderita dengan luka lebam dan darah berlumuran di
wajahnya. Bodohnya, Ralphie selalu melakukan cara yang sama untuk
menghabisinya, ditambah monster ini bukanlah monster yang bodoh. Ia telah
menebak pergerakan Ralphie selanjutnya, dan berhasil melumpuhkan pria itu
hingga tak berdaya. Ralphie terbaring lemah ditanah, dengan luka disekujur
tubuhnya. Jangankan untuk melawan balik, buat berdiri saja dia mengalami
kesulitan. Dalam keadaan ini, Ralphie hanya bisa pasrah dan berdoa pada Tuhan.
Semoga ia mengirim utusannya untuk menolongku, itulah perkataanya didalam hati.
Pasukan Arch yang terlihat lapar ini, bersiap mengisi penuh kekuatan senjata
miliknya, sehingga ketika mencapai tenaga maksimal, Ralphie akan hancur dalam
sekejap! Menjadi seperti debu, terurai tertiup angin, mulai berpencar dan
kemudian menghilang.
“Bersiaplah, rasakan hari
pengadilanmu!” kata pasukan Arch tersebut dalam bahasa Arch.
Ralphie hanya bisa menyembunyikan
wajahnya, seperti orang yang mengigil ditengah badai es dingin. Dengan penuh
ketakutan, ia berdoa dalam hati. Tuhan, selamatkanlah saya.
Percuma saja, hal itu hanyalah sia-sia.
Hati makhluk menyeramkan ini sudah sekeras batu. Ia tak kenal belas kasih, tak
perduli siapa itu. Maupun dia anak kecil, orang tua, bahkan orang yang telah
sekaratpun, ia bisa membunuhnya kapanpun ia mau. Ketika peluru lasernya dilontarkan. Ralphie terperanjat,
terkejut dan menutupi seluruh wajah, termasuk kedua bola matanya. Beberapa
detik setelah tembakan itu diluncurkan, ia merasa heran. Kenapa tidak terjadi
apapun? Mengapa ia tidak merasakan sakit? Lalu Ralphie membuka matanya, ia
melihat seorang wanita bertubuh tinggi dengan rambut panjang berwarna hijau
tergerai tertiup angin, sedang melindunginya dengan perisai sihir yang ia pakai
untuk melindungi Ralphie dari tembakan tadi.
“Kau tidak apa-apa?” tanya si
wanita.
“Ak…Aku baik-baik saja. Siapa kamu?”
Wanita ini tersenyum kecil.
“Anggap saja aku utusan dari Tuhan
yang bertugas menyelamatkanmu.”
Mata pria ini terbelalak membesar,
ia tak percaya jika doanya baru saja terkabul. Tuhan telah mengirim utusannya
untuk menolongnya. Terima kasih Tuhan.
Dari kedua lengannya mengeluarkan api-api
yang berkobar panas, melemparkan bola api ke monster Arch yang telah siaga
menepis serangan wanita itu. Satu demi satu bola api panas itu dihancurkan
dengan pistol laser miliknya, meski lihai, perlindungannya tak bertahan lama. Tubuh
wanita itu mulai mengeluarkan cahaya, diiringi sengatan listrik yang
menyala-nyala. Dengan tangan kanan yang dijulurkan kearah musuh, ia mengucapkan
beberapa kata mantra.
“Lightning
Bolt!”
Keluar sebuah sambaran petir yang
sangat dahsyat menghantam makhluk tersebut, dan membuat tubuhnya hancur
berkeping-keping. Hanya menyisakan beberapa organ tubuh yang berantakan dimana-mana.
Tubuhnya pun hancur, berubah menjadi bentuk abstrak dan tidak dapat dikenali
lagi rupanya seperti apa. Ralphie hanya bisa takut sekaligus takjub dengan
kemampuan wanita ini. Sebegitu dahsyatnyakah kekuatannya? Apa ia seorang
malaikat? Atau mungkin, dewa perang yang terkenal begis itu?
Wanita itu datang menghampiri
Ralphie yang tak berdaya dipojok tembok.
“Lukamu cukup parah, biar kuobati
terlebih dahulu. Tapi, kita harus pergi dari tempat ini. Aku tidak mau jika ras
Arch itu berhasil menemukan kita.”
“Tapi. Aku… Aku tidak dapat
berjalan. Kakiku ter—“ perkataannya dipotong begitu saja olehnya.
“Kakimu terluka, aku tau itu. Mari
biar kubantu.”
Wanita ini langsung merangkul
Ralphie, membopong dan membawanya pergi dari tempat itu. Mereka berjalan menyisiri
jalanan yang telah diporak-porandakan. Jalanan yang hancur, rumah yang telah
rusak, dan darah berlumuran dimana-mana. Benar-benar pemandangan yang sangat
menyeramkan. Apa Tuhan ingin mengadili kami, para manusia? Sebab kami telah
melakukan banyak sekali dosa yang tak termaafkan.
Wanita itu melihat kesebuah rumah gubuk
yang tidak terlalu besar dan tidak berpenghuni. Memasukinya dan mengunci pintu
dengan sebuah balok besar yang menjadi penghalang pintu. Ia merebahkan tubuh
Ralphie dikasur tua lusuh.
“Maaf, boleh kutahuh namamu?” tanya
Ralphie yang memandangi wajahnya.
“Viola, Viola Nymph. Kau bisa
memanggilku dengan nama itu.”
“Nama yang indah, secantik
orangnya.” Ralphie tersenyum kecil, padahal tubuhnya dipenuhi luka. Masih saja
ia bisa merayu seperti itu.
“Dasar. Tak perlu merayuku! Dan kau,
siapa namamu?” wajah Viola tiba-tiba saja memerah termakan rayuan Ralphie.
“Ralphie Tenneli. Aku ingin
bertanya, kenapa kau bisa melakukan itu? Api, listrik itu?”
“Perlu kau tahu, aku sama seperti mereka.
Berasal dari luar bumi. Aku berasal dari planet Poa, sebuah planet yang dihuni
oleh spesies magis bernama Zoa. Beberapa dari kami memiliki kemampuan sihir
yang telah dikaruniai sejak lahir. Dan yang kau lihat barusan, adalah salah
satu mantra sihir tingkat dasar yang kupamerkan padamu.”
“Pa… Pamer katamu? Tingkat dasar?
Sombong sekali! Bisa-bisanya kau mengatakan kemampuan sebesar itu dengan
sebutan dasar.” Dahi pria ini mengerut, mengangkat kedua alisnya.
“Hahaha. Masih ada kekuatan yang
lebih dahsyat dari itu, Ralphie. Oleh sebab itu, jangan sekali-kali berbuat
aneh denganku. Kau akan kujadikan daging panggang! Kau dengar?”
Gertakannya begitu serius nampaknya.
Tapi nyali pria ini tidak kendur begitu saja hanya karena ancamannya. Ia tahu,
bahwa utusan Tuhan tidak mungkin menyakiti orang yang lemah.
“Viola, mengapa kau berada ditempat
ini? Mengapa kau berada di Bumi? Bukan di planetmu yang bernama Poa itu.”
Ralphie mengeluarkan sebuah kertas kecil dari dalam sakunya.
“Planet Poa telah tiada.”
“Apa maksudmu, telah tiada?”
“Ras Arch datang ke Planet Poa.
Membuat janji-janji manis untuk memerdekakan teknologi kami, padahal kami tidak
terlalu begitu membutuhkannya. Sayangnya, pemimpin kami terhasut olehnya, dan
mengikuti semua kemauannya. Ternyata setelah diketahui, itu hanyalah omong
kosong belaka. Itu semua hanya rencana licik yang mereka miliki! Ketika mereka
telah mendapatkan apa yang diinginkan, ras Arch membantai ras Zoa dengan sadis.
Membunuh dan menyantap mereka satu persatu. Planet Poa dimatanya seperti sebuah
peternakan yang siap untuk dipanen. Sangat menyedihkan.”
“Dan kau, kenapa kau masih hidup?”
“Aku orang Zoa terakhir yang masih
hidup. Karena saat peperangan itu terjadi, aku bersembunyi diruang rahasia yang
ayahku buat saat aku masih kecil. Ia pernah mengatakan padaku, jika suatu saat
terjadi hal yang buruk dengan kota ini, pergilah berlindung ke tempat ini,
Viola” Ternyata wanita tangguh dapat menangis juga. Air matanya membanjiri
kedua bola matanya “Aku mengikuti perintahnya, dan aku selamat. Tapi tidak
dengan mereka, yang melindungiku dengan menyembunyikan pintu ruang rahasia. Pada
akhirnya membuat nyawa mereka melayang ditangan pasukan Arch yang keji!”
Ralphie merebahkan tubuhnya di
dinding, kemudian berpikir sejenak. Ternyata masih ada yang lebih menderita
daripada dia, yang telah kehilangan ayah karena kecelakaan dulu. Ia teringat
kembali perkataan gurunya “Diatas langit
masih terdapat langit, diatas kesedihan seseorang masih terdapat penderitaan
yang lebih menyedihkan”
“Jadi, kau datang kesini untuk
membalas dendam rasmu?” tanya Ralphie sekali lagi, ia mengelus punggung Viola,
mencoba menenangkan hatinya.
“Aku hanya ingin, tidak ada lagi
korban selanjutnya. Aku tidak mau jika Arch menyinggahi dan membantai sebuah planet
lagi.”
Viola memakaikan obat ke luka-luka
ditubuh Ralphie. Terkadang pria ini kesakitan menahan perih, namu ia
menahannya. Lalu Viola menutup luka itu dengan perban yang diikat.
“Jangan bergerak.” perintah Viola
Tangannya memegang beberapa perban
yang dipenuhi luka ditubuh pria ini, lalu dari kedua tangannya muncul cahaya
yang menyilaukan. Semakin lama Ralphie mulai merasakan tubuhnya membaik, tidak
sesakit sebelumnya.
Ketika cahaya itu mulai menghilang, Viola
membuka perban di seluruh tubuh Ralphie. Apa yang terjadi setelahnya,
benar-benar hal yang sangat luar biasa. Semua luka-lukanya, sembuh seketika?!
Bagaimana dia bisa melakukan ini?
“Vi… Viola. Lukaku, sembuh secepat
ini?” Ralphie memandangi tubuhnya yang terluka.
“Healing, sebuah mantra sihir
penyembuh yang digunakan untuk mengobati orang sakit.”
“Ini luar biasa! Lukaku sembuh. Ini
jauh lebih hemat dibandingkan pergi ke dokter dan memakan biaya jutaan rupiah.”
“Eits, ini tidak gratis loh.”
Ralphie mulai keheranan dengan wanita
ini.
“Kau harus membantuku mengalahkan
Hermis.”
“Hermis? Siapa dia?” Tenneli masih
belum tau banyak tentang monster yang menyerang kotanya kini.
“Dia pemimpin bangsa Arch, monster
yang telah menyerangmu tadi.”
“Tidak mungkin! Melawan monster tadi
saja aku sudah kewalahan, apalagi kalau berurusan dengan pemimpinnya? Tidak.
Tidak.”
Viola mengambil sebuah kertas dari
tangan Ralphie.
“Apa kau mau, jika orang yang kau
sayang lenyap? Surat ini, pasti dari orang yang spesial untukmu, iyakan?”
“Ya. Itu surat dari Airin. Sebuah
surat cinta pengakuan atas perasaannya terhadapku. Awalnya aku juga tidak
menyangka jika ia bisa tertarik dengan pria tidak menarik seperti aku ini. Tapi
setelah mendapatkannya, aku seolah mendapatkan target baru, tujuan hidup yang
harus kuraih. Aku harus mengejar cintanya.”
“Kisah cinta antara remaja yang baru
puber. Hahaha. Jika kau punya nyali, ikutlah denganku, dan selamatkan kekasihmu
itu.”
Dengan sangat yakin, Ralphie
menganggukkan kepalanya. Sebuah tanda ia menyetujui tawaran. Semoga Tuhan
memberikannya kekuatan kali ini.
*********
“Primus-35 kepada pusat kontrol,
beri kami perintah selanjutnya! Banyak personil koloni kita yang telah gugur.
Apa kita harus menyerang pesawat utama mereka?”
“Terlalu sulit untuk menghancurkannya.
Terlalu besar. Jika kita menghancurkannya, kota yang berada dibawah akan ikut
hancur pula. Hal ini akan membuat lebih banyak korban berjatuhan.”
“Tapi, Jendral. Jika kita terus
membiarkannya, keadaan kota Java akan semakin terpuruk. Haruskan kami menghancurkan
alat penembak mereka?” tanya Kapten Harold sekali lagi.
“Ini mungkin sulit untuk kalian,
melumpuhkan alat penembak pesawat utama besar itu. Ditambah kecepatan
tembakannya juga sangat cepat. Apa kalian bisa menghindari serangannya?” jawab
Jenderal Alexis di pusat kontrol.
“Akan kami usahakan, Jenderal. Kami akan menyusun
siasat agar tidak tertembak. Primus-35, siap melaksanakan tugas. Hormat!”
Keadaan di pusat kontrol kian
memanas, mulut mereka berkumat-kamit membaca doa. Menyusun strategi dan siasat
untuk melenyapkan mereka semua. Jenderal Alexis berjalan mundar-mandir
memikirkan rencana selanjutnya untuk pasukan utama Primus. Sepertinya mereka
harus melakukan hal gila untuk menyudahi ini semua.
“Primus-35 kepada Primus-37,
Primus-40, dan Primus lainnya. Kalian terbang menuju pesawat utama yang berada
di atas lapangan sepak bola UMS. Kita harus menghancurkan alat penembak mereka
terlebih dahulu. Sebab kehancuran yang di timbulkan jauh lebih besar disana.”
Semua pilot kapal yang di beri tugas
menggangguk “Siap, Kapten. Kami akan langsung memulai penyerangan!”
Semua pesawat Primus berterbangan
dengan berpencar menuju pesawat utama Arch. Lalu menembaki tower penembak itu
satu persatu. Karena merasa diserang, pesawat utama Arch melawan balik pesawat
Primus yang menembaki. Beberapa pesawat Primus dibuat kelabakan dengan missile launcher yang melesat dengan cepat mengikuti arah terbang mereka.
“Primus-38! Awas dibelakangmu!”
teriak Kapten Harold melalui pesawatnya.
Kapten Harold langsung menembaki missile launcher yang melesat cepat. Roket yang berukuran cukup besar itu
hancur, dan membuat ledakan yang cukup besar pula.
“Terima kasih banyak, Kapten! Berkat
anda saya selamat.” kata pilot di Pesawat Primus-38
“Kita harus kompak, apa semua Primus
masih selamat?”
Semua pilot yang mengendalikan
pesawat Primus menjawab “Kami masih dalam keadaan baik, Kapten.”
“Baiklah, mulai ke rencana B.
Primus-40, alihkan perhatian tower mereka. Selagi mereka mengincarmu, Primus
yang lainnya menyerang tower itu. Cepat lakukan sekarang!” perintah Kapten
Harold
“Laksanakan, Kapten!”
Sekali lagi, Primus-40 kini menjadi
umpan. Ia mendekati tower penembak lalu menarik perhatiannya. Sehingga ia telah
terkunci sebagai target sekarang. Lalu setelah muncul celah, pesawat Primus
yang lainnya datang dengan meluncurkan roket bertenaga besar secara bersamaan.
Tower-tower nan gagah itupun hancur menjadi puing-puing yang berjatuhan ke
tanah.
“Kita berhasil! Kita telah
melakukannya dengan baik.” Sorak sorai semua kru pilot di dalam pesawatnya.
“Kerja bagus! Kita harus memfokuskan
kepada pesawat utama ini terlebih dahulu. Biarkan pilot non Primus lainnya
mengurus beberapa pesawat tempur kecil alien itu yang berkeliaran di seisi
kota.”
Suasana senang bukan hanya dirasakan
oleh pilot Primus, melainkan juga di ruang kontrol. Semua orang bernafas lega,
bersyukur memiliki pasukan khusus seperti mereka.
“Pusat kontrol kepada seluruh pilot
pesawat tempur Prime. Kalian fokuskan untuk membersihkan musuh yang berkeliaran
di seisi kota, termasuk pesawat tempur mereka.” perintah Jenderal Alexis sekali
lagi.
“Laksanakan, Jenderal!” jawab semua
kru pilot pesawat Prime.
4
Gelap
Mata Karena Cinta
Inilah keadaan bumi sekarang, berada
dalam situasi yang sangat genting. Semua orang berada dalam ketakutan yang luar
biasa. Banyak korban berjatuhan, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa,
hingga para manula yang sangat lemah turut menjadi korban kebiadaban mereka.
Rencana badan antariksa tentang mengirim sinyal ke luar angkasa memang harus
selayaknya dituntut! Karena undangan sinyal itu, ada pihak makhluk luar yang
menerimanya. Tapi bukan berasal dari makhluk yang baik, melainkan yang
berkeinginan keras ingin menduduki planet ini. Dan sepertinya mereka, para
manusia harus belajar lebih banyak lagi tentang dunia luar sana. Meskipun
terlihat tenang, sesungguhnya terjadi berbagai peristiwa nan tragis dari setiap
bintang yang berada di langit-langit malam.
Ralphie mengenakan kembali hoodie
hitamnya, merapihkan pakaian, dan mengambil sebuah besi panjang yang ia jadikan
senjata sebelumnya. Mereka keluar dari rumah gubuk yang dijadikan tempat
peristirahatannya, lalu berjalan menyisiri pelosok jalan yang dipenuhi
mayat-mayat manusia tergeletak dimana-mana.
Viola mengambil sesuatu dari mayat
alien yang telah mati tergeletak di tanah.
“Ambil ini. Kau tidak mungkin
mengalahkan Hermis hanya dengan menggunakan sebuah tongkat besi lemah seperti
ini, bukan?” Viola memberikan pistol laser pasukan Arch pada Ralphie.
“Terima kasih, Viola. Tapi,
bagaimana denganmu? Senjata ini hanya ada satu.”
“Hahaha. Aku tak membutuhkannya,
selama kekuatanku masih banyak, aku bisa memanggang mereka semua tanpa
menggunakan senjata seperti ini.” Viola tertawa, ia seorang penyihir yang
hebat!
Mereka melanjutkan perjalanan dengan
melewati gang-gang yang sempit, mereka sengaja melewati tempat itu agar tidak
terdeteksi oleh pasukan Arch.
“Tempat ini, sangat membuatku tak
nyaman!” keluh Viola, ia kesulitan melewati box-box yang menghalangi jalan.
“Jika kau merasa kesulitan melewatinya,
cukup lakukan saja hal seperti ini.” kata Ralphie memberi solusi.
Pria itu menendang kumpulan box yang
bertumpuk, dan membuatnya berjatuhan, membuka jalan untuk mereka lewati.
“Bodoh! Bagaimana jika ada pasukan
musuh yang mendengar?”
“Tentu saja, jika mereka datang,
kita harus melawannya.” jawab Tenneli dengan sangat yakin , diiringi senyum
kecilnya.
“Nampaknya, kau sangat yakin
sekarang. Kau tidak merasa takut? Ralph?”
“Entah mengapa aku seperti menjadi
nekat sekarang. Aku tak perduli bagaimana yang akan terjadi, yang harus
kulakukan hanyalah maju kedepan, membasmi mereka meskipun harus mati.”
Pria ini sangat bodoh, ia pikir apa
yang dipikirkannya cukup keren? Ia lupa dengan apa yang menjadi tujuannya
keluar dari dalam gubuk.
Viola memukul kepala Ralphie
keras-keras.
“Dasar bodoh! Jika kau mati, siapa
yang akan menyelamatkan Airin?”
“Sakit, tau! Maaf, aku tidak
bermaksud untuk mati sebelum menyelamatkannya. Aku hanya heran, mengapa
pemerintah sangat bodoh, sehingga mudah terhasut oleh tawaran palsu mereka?”
Ralphie mengelus-elus kepalanya yang terkena pukulan.
“Kalian itu ras primitif, sangat
mudah tergiur hanya dengan dipamerkan sebuah teknologi nan super power, dan
mempercayai ucapan mereka, dengan tanpa disadari padahal itu hanya sebuah omong
kosong yang mereka buat untuk meyakinkan kalian para manusia.”
“Maksudmu, primitif? Padahal kami
sudah menciptakan berbagai macam teknologi yang berguna untuk kehidupan kami.”
pria ini menatap Viola lekat-lekat.
“Bagi kalian mungkin terkesan
modern, tapi bagi ras Arch, teknologi yang kalian buat sangatlah kuno!
Sepertinya kalian harus belajar lebih banyak untuk mendapatkan kemajuan dalam
dunia teknologi.” Viola menepuk pundah Ralphie lalu melanjutkan ucapannya.
“Cepatlah, kita harus meneruskan perjalanan menuju pesawat utama disana.”
Mereka kembali berjalan melanjutkan
perjalanannya, berjalan dengan langkah yang sunyi. Jika kami bertemu pasukan
musuh lagi, akan kutembak kepala mereka hingga hancur!
Pada sebuah gang yang sempit,
Ralphie dan Viola menemukan suara mencurigakan dari arah barat mereka. Setelah
di hampiri, mereka menemukan sosok manusia yang sedang mencabik-cabik tubuh
manusia lainnya dengan pisau yang tajam. Ia memiliki kulit dan kaki yang mulus,
akan tetapi ia sangat buas. Karena saat ia berpaling pada kami berdua, matanya
memancarkan aura pembunuh yang besar. Ralphie terkejut melihat seorang wanita dengan
tubuhnya di penuhi darah, ternyata ia seorang teman sekelasnya, dan bahkan
sangat akrab dulu.
“Cindy! Apa yang kau lakukan di
tempat seperti ini? Dan, mengapa kau menyayat tubuh manusia itu dengan pisau?”
Neli memerhatikan dengan seksama korban yang berkondisikan perut penuh lubang dan
terbaring di tanah tak berdaya. “Astaga, apa jangan-jangan, dia itu, Ken?!”
suaranya melengking di dalam gang.
Viola menatap kearah Ralphie dengan
satu pertanyaan yang ingin di tanyakan.
“Siapa itu, Ken?”
“Dia siswa kelas dua belas IIS, dan
ia pria terpopuler di sekolah kita.” jawab Neli lemah.
“Pria populer? Lantas kenapa wanita
ini membunuhnya?” tanya Viola heran.
Cindy mulai berdiri, menghadap kami
berdua dengan tatapan penuh kebencian. Setiap kali ia mengepal tangannya, rasanya
seperti telah bersiap untuk menjadikan kami korban selanjutnya.
“Kau ingin tahu kenapa aku
membunuhnya?” senyum kecil tersungging di bibirnya. “Sangat sederhana, aku
membunuhnya karena aku senang melakukannya.”
Kedua bola mata Neli membesar, ia
tidak menyangka dengan perkataan yang keluar dari mulut teman sekelasnya itu.
“Dasar sinting! Apa kau sudah gila?!
Membunuh temanmu sendiri, kau bilang menyenangkan?” Ralphie menggebrak sebuah
kayu tua yang tersender di dinding, hingga membuatnya ambruk berserakan. “Kau
tidak lain hanya seorang monster!”
Cindy mulai menundukkan kepalanya
saat mendapat celaan itu. Ia tahu bahwa dirinya salah, tapi nafsu membunuhnya
yang begitu besar sulit untuk dilawan. Dan ia kecewa, karena hinaan itu muncul
dari mulut seorang pria yang pernah disukanya dulu. Sejak pertama kali Cindy
bertemu dengannya, ia sudah menyimpan rasa dengan Neli.
“Dasar pembunuh! Aku tidak pernah
punya teman seorang pembunuh, dan ia melakukannya karena untuk kesenangan
semata!”
Viola menepuk pundak Neli dengan
lembut, mencoba menenangkan pikirannya yang sedang kacau.
“Sudahlah, Ralph. Jangan terlalu
memojokkannya. Jika kau terus seperti ini, kau tidak lain sama kejamnya
dengannya.”
Ralphie dan Cindy bersamaan
mengeluarkan air mata, Neli kecewa dengan perilaku temannya, sedangkan Cindy
merasa sedih karena orang yang di sukainya, menjadi jijik melihat wajahnya.
Pandangan wanita itu semakin dingin,
ia seperti dirasuki oleh jiwa seorang Psikopat. Ia ingin melawan, tapi apalah
daya hatinya yang terlalu lemah sehingga mudah untuk di hasut.
Dulu sebelum ia mengenal Ralphie
lebih lanjut, ia pernah membantai geng perempuan tukang cari masalah di
sekolah. Hal ini di karenakan pada hampir setiap harinya Cindy di jadikan
bulan-bulanan mereka. Teman sebangkunya, Yuna. Menasehati agar Cindy tetap
tabah dan sabar menghadapi ini semua. Tetapi Lies, siswa berandalan di sekolah,
menghasut Cindy hingga ia terpancing untuk membunuh mereka semua. Setiap aksi
pembunuhan yang di lakukan selalu berjalan mulus, tidak menyisakan jejak
identitasnya yang tertinggal. Sehingga sampai saat ini, wanita berambut bondol
yang memiliki jiwa Psikopat akut itu masih dengan bebasnya berkeliaran di seisi
sekolah. Mencari-cari siapa yang akan menjadi korban selanjutnya.
Cindy pernah menyukai Ralphie,
karena pria ini selalu membantu dan membelanya di kala ia mendapat masalah.
Terkadang Neli membantunya dalam mengerjakan soal Matematika yang sulit untuk
Cindy kerjakan sendiri. Karena sering berinteraksi dan bertatapan wajah
dengannya, benih-benih cinta akhirnya tumbuh membesar dan tak tertahan lagi.
Cindy selalu menunggu-nunggu waktu dimana ia atau Ralphie mengungkapkan
perasaannya tanpa ada yang harus di rahasiakan lagi.
Perjuangan ini telah dilakukannya
dulu, untuk mendapatkan pria idamannya. Pada hari Valentine, Cindy berniat
memberi cokelat untuk Ralphie. Ia sengaja membuatnya sendiri agar persembahan
ini jauh lebih spesial dari biasanya. Tapi ketika ia ingin menemui Neli di atap
sekolah, ia telah di dahului oleh Airin, yang memberikan cokelat serupa pada
Ralphie, dan bahkan tampilannya jauh lebih menarik dari yang pernah ia buat.
Disana ia berlari sekencang-kencangnya, membuang cokelat buatannya ke tanah
dengan isak tangis yang tak terbendungkan. Hatinya kini telah hancur, bersamaan
dengan pembulian yang sering di alaminya di sekolah. Akhir-akhir ini Ralphie
dan Airin memang sangat akrab. Awalnya ia pikir keakraban itu hanya sebatas
hubungan seorang teman, namun setelah melihat hal ini, Cindy sangat yakin bahwa
Airin memberikan cokelat itu bukan hanya sekedar didasari hadiah untuk teman,
pasti ia menyimpan hati dengannya.
Semenjak hari Valentine itu berlalu,
Cindy menjadi semakin dingin dengan Ralphie. Pria inipun heran, kenapa sosok
wanita ceria yang ia kenal dulu, berubah menjadi orang yang dingin dan suka
menyendiri.
Beberapa bulan setelahnya hal serupa
yang pernah di alaminya pun terjadi lagi. Kali ini dilakukan oleh siswa populer
di sekolah, Ken. Setiap hari tiada henti-hentinya ia menghujat, mengerjai, dan
memasukkan tikus-tikus putih ke loker pribadi Cindy. Membuat wanita itu semakin
takut dan tertekan. Luka yang ia alami belum sepenuhnya sembuh, tapi Ken sudah
membuka kembali bekas jahitannya. Mengakibatkan Cindy menyimpan dendam padanya
dan menjadi gelap mata. Lalu sekarang, Ken menerima ganjaran dari apa yang
telah dilakukannya pada wanita bertubuh kurus, kulit putih pucat, dengan tahi
lalat di lehernya itu.
“Kenapa kau melakukan ini, Cindy?
Dimana Cindy yang kukenal dulu? Cindy yang selalu ceria dan gigih dalam
belajar.”
“Sosok itu sudah tiada! Lenyap
semenjak hari Valentine itu datang.”
“Hari Valentine? Apa maksudmu?”
tanya Ralphie heran.
Tanpa sadar Cindy membuka kembali
kenangan lama, sebuah kejadian yang tak mau diingatnya lagi. Tapi ia sudah
terlanjur membuka percakapan mengenai hal pribadinya, dan ia tidak bisa
mengalihkan pembicaraan begitu saja. Karena di lain hal, ini kesempatan baginya
untuk mengungkapkan seluruh perasaan yang di miliki.
“Kau ingat saat Airin memberikan cokelat
padamu di atap sekolah pada hari Valentine dulu?”
“Tung… Tunggu, bagaimana kau bisa
tahu tentang itu?” Pria ini kembali terkejut karena rahasia yang akan di simpannya,
justru bocor ke orang lain.
“Dasar bodoh! Menurutmu bagaimana
aku bisa tahu?” Cindy mengusap kedua bola matanya, menghilangkan setidaknya
sedikit air mata yang mengalir. “Tentu saja aku mengetahuinya karena aku berada
di lokasi. Di hari itu, aku sengaja membuat cokelat khusus untukmu. Tapi ketika
aku ingin menjadi yang pertama memberikannya, posisi itu telah di renggut oleh
wanita berengsek yang kau sukai, Airin!”
Neli terkejut mendengar
pengakuannya, awalnya ia pikir hari itu berjalan dengan baik. Ia juga tidak
tahu ada orang ketiga yang yang berada di atap sekolah saat pemberian hadiah terjadi.
“Tap… Tapi, aku tidak mengetahuinya.
Aku tak tahu kalau kau akan memberikan cokelat itu padaku. Yang kutahu hanyalah
sosok Airin yang tidak-tiba datang memberikan cokelat susu miliknya.” ujar
Ralphie dengan terbata-bata.
“Bukan kejutan namanya jika
kuberitahu terlebih dahulu! Kau ingat saat menembak Airin di ruang olahraga
pada sore hari? Aku juga berada disana, menjadi pengamat yang tersakiti! Dan kau,
merasa sangat senang saat ia menerimanya. Hal itu membuat luka di hati ini
semakin tercabik-cabik, kau tahu itu?!”
“Kau, kau menyukaiku, Cindy?”
“Bodohnya! Kenapa kau masih
bertanya? Kau harusnya sudah tahu sejak dulu. Karena aku selalu memprioritaskanmu
daripada yang lainnya. Terkadang aku mengorbankan jadwal penting yang harus
dilakukan, hanya demi bersama denganmu. Aku memang menyukaimu, teramat sangat
mencintaimu. Tapi kau, justru merobek hati ini, hingga tak bisa diobati lagi.”
Cindy tersungkur ke tanah dengan wajah yang di tutupi oleh kedua lengannya. Ia
tak mau jika Neli melihat wajah buruknya yang sedang menangis. Sudah cukup
penderitaan ini, cukup ia saja yang menahannya.
“Ma… Maafkan aku, Cindy. Aku sama sekali tidak tahu tentang ini. Andai
saja aku tahu kau ada disana, semuanya tidak mungkin menjadi seperti ini.”
“Sudah cukup! Aku muak melihat
wajahmu! Lebih baik kau mati saja!”
Cindy mengepal dengan keras pisau
yang ada di lengan kanannya, dan langsung berlari kearah Ralphie dengan mata pisau
yang siap untuk di tancapkan. Upaya itu tergagalkan oleh Viola yang memasang
dinding perisai sihir, membuat Cindy terbentur dindingnya cukup keras lalu
mementalkannya kembali kebelakang.
“Sudah cukup sampai disini, kau
tidak boleh mendekat lebih dari ini.” perintah Viola pada wanita itu.
“Kau, siapa kau?!” tanya Cindy
heran.
“Sepertinya aku belum memperkenalkan
diri padamu. Namaku Viola, aku penyihir dari ras Dryad terakhir yang berasal
dari planet Zoa. Dan Ralphie, orang yang kau kenal ini, adalah temanku. Jangan
berani-berani melukainya, maka kau akan kujadikan abu!”
Ralphie menoleh kearah Viola,
melihat kedua tangannya yang sudah geram. Rasanya ia ingin menghabisi Cindy,
tapi ia masih menghargaiku sebagai temannya.
“Jangan berlebihan, Viola. Meski
seperti itu, dia tetaplah temanku.”
“Aku bingung denganmu, Ralph. Kau memang tipe orang yang sangat baik.” meskipun sering di sakiti, Ralphie tidak pernah menaruh dendam pada orang tersebut, itulah keistimewaannya.
“Aku bingung denganmu, Ralph. Kau memang tipe orang yang sangat baik.” meskipun sering di sakiti, Ralphie tidak pernah menaruh dendam pada orang tersebut, itulah keistimewaannya.
Terdengar langkah kaki dengan
pakaian perang dan bersenjatakan lengkap datang menghampiri kami, semua yang
berada di sana bersiaga, menanti datangnya serangan tiba-tiba. Dari arah
selatan muncul satu pasukan Arch dengan pistol laser miliknya, dia mengirim
sinyal kepada pasukan lainnya seperti panggilan kawin seorang hewan. Ini
menandakan akan ada lebih banyak pasukan yang datang ke tempat itu. Viola
mengeluarkan mantra sihir petirnya, lalu membuat tubuh pasukan itu hancur
berkeping-keping tak bersisa. Mereka berdua langsung berlari kearah monster
yang hancur, sedangkan Cindy menuju arah sebaliknya.
Pertemanan mereka kini telah sirna,
semua berawal karena cinta. Sebuah rasa yang di anggap indah, tapi sebenarnya
cinta itu sangatlah buas. Ia bisa menghasut orang lain hingga saling membunuh.
Walau bagaimanapun juga, Cindy orang yang sangat baik dengan Ralphie. Maka dari
itu, dia nyaris tidak percaya dengan perilaku teman akrabnya saat ini. Ia
seperti di rasuki oleh roh jahat. Bukan seperti Cindy biasanya ia kenal.
Di persimpangan jalan, Cindy melihat
orang yang di bencinya, Baron. Sedang memainkan ponselnya dengan wajah yang
kusut. Dia siswa kelas sebelas IIS yang sering memprovokasikan geng cewe tukang
cari masalah di sekolah untuk membulinya. Padahal sebenarnya anggota geng itu
hanya ingin sekedar mengejek Cindy saja, tidak pernah bermain fisik. Tapi Baron
memfitnahnya, membuat seluruh anggota geng itu marah lalu membuli Cindy dengan
cara yang tak manusiawi. Ketika melihat wajahnya, Cindy teringat kembali saat Amelia,
pemimpin dari geng itu, mencelupkan kepala Cindy ke dalam ember yang di penuhi
oleh air bekas pel lantai. Disana ia melihat Baron, yang tertawa dengan sangat
riangnya terhadap penyiksaan itu. Cindy sudah tidak kuat menahannya, sehingga hanya
dengan hasutan Lies, ia menghabisi mereka semua, terkecuali Baron yang berhasil
melarikan diri.
Cindy menghampiri Baron yang sedang
duduk di bangku halte tempat menunggu bus. Baron terkejut melihat sosok Cindy
yang secara tiba-tiba datang dengan sebilah pisau berada di lengan kanannya.
Wajahnya mulai panik, rasanya ia ingin melarikan diri lagi.
“Hah? Cindy! Ap… Apa yang kau
lakukan di tempat seperti ini?” tanya Baron dengan wajah yang panik. Sebenarnya
dia sangat ketakutan kali ini.
“Sudah cukup basa-basinya. Kau
menyayat hati ini terlalu besar. Memfitnah geng Amelia dan membuatnya marah
hingga membuliku secara fisik. Itu tindakan seorang pengecut!” Cindy
menghentakkan kakinya dengan keras ke tanah.
“Aku tidak bermaksud melakukannya. Aku
hanya tidak suka karena kau lebih pintar dariku!”
“Jadi itu alasanmu, melakukan itu
semua? Bodoh sekali! Jika kau merasa kalah dalam hal kepintaran, kenapa kau
tidak mengejarnya dengan rajin belajar dan menggapai prestasi? Mengapa harus
menyingkirkan orang yang berada di atasmu?”
“Karena itulah cara yang paling
mudah kulakukan!”
“Dasar keparat! Kini kau akan
bernasib sama dengan mereka. Kematianmu mungkin tertunda, tapi sekarang
malaikat maut telah menjemputmu.”
Cindy mulai melangkah mendekatinya,
membuat pria itu semakin ketakutan setengah mati. Ia hanya bisa melempar-lempar
segala benda yang berada di sekitarnya kearah Cindy.
“Tu… Tunggu! Jangan mendekat!”
Ketika posisi mereka hanya tinggal
berjarak beberapa meter saja, Baron kembali melarikan diri dengan berlari
sangat kencangnya. Cindy turut serta mengejar pria pengecut itu, lalu
melemparkan pisau yang berada di lengan kanannya dengan sangat kencang dan
berhasil mengenai betis kaki sebelah kanan Baron. Membuat pria itu tersungkur
ke tanah, dan tidak bisa berlari lagi. Cindy bergegas datang menghampirinya,
mencabut pisau di kakinya tanpa ampun! Baron meringis kesakitan.
“Inilah akibatnya jika kau menebar
api! Maka kau akan menghadapi warganya yang marah karena rumah mereka
terbakar!”
Cindy menusuk-nusuk kaki pria itu di
berbagai tempat seperti paha, betis kanan, kiri, kemudian di susul dengan kedua
lengannya. Ia juga memotong jari kelingking pria itu hingga putus!
“Jari ini, yang sering kau pakai
untuk membuat perjanjian busuk dengan mereka, kini telah lenyap!”
Baron tak bisa melakukan apapun
selain berteriak kesakitan dengan sangat luar biasa. Ia pun tidak memiliki
tenaga untuk sekedar melawan memukul wajahnya. Karena tubuhnya telah di penuhi
banyak luka tusukan. Baron telah kehilangan banyak darah.
“Bersiaplah menyusul kelompok
berengsekmu di neraka!” Cindy menyayat wajah pria itu dengan pisau, membuat
wajahnya berlumuran darah yang tiada hentinya terus mengalir. Pria ini sangat
kesakitan, ia seperti sedang di kuliti. Bagai hewan kurban yang sedang di
potong.
Baron menggelengkan kepalanya saat
Cindy melihat kearah perutnya. Jika ia menusuknya, maka selesai sudah kehidupan
Baron sampai disini.
“Tidak! Jangan lakukan itu! Kumohon!
Aku minta maaf padamu, Cindy!” isak tangis permohonan Baron pada Cindy.
“Sudah terlambat, permainan telah
berakhir, Baron yang malang!”
Cindy benar-benar wanita yang sangat
kejam! Ia berani melakukan hal sekeji itu. Membunuh temannya secara perlahan
hingga ia merasa seperti di siksa. Dan saat semuanya di rasa sudah cukup, Cindy
menusukkan pisaunya tepat kearah perut pria itu. Di susul dengan tusukan berikutnya
pada jantung, dan lambung. Baron sudah tidak bisa menahannya, dan kini pria itu
telah tewas bersimbah darah oleh seorang wanita yang pernah di hakiminya dulu. Sebenarnya
Cindy orang yang baik, jika orang itu baik pula dengannya. Tapi ia bisa menjadi
monster kalau orang tersebut berbuat jahat padanya, hingga ia menyimpan dendam
pada orang tersebut.
5
Legenda
Yang Terlahir Kembali
Pada pusat ruang kontrol pesawat
utama Arch, Hermis memerhatikan seluruh pasukannya yang sedang bertempur.
Beberapa staff di dalam ruangan itu tengah di buat panik. Mereka takut jika
pesawat-pesawat itu berhasil menyusup ke dalam, dan menghabisi mereka. Seluruh
pasukan tentara Arch memang memiliki jiwa pemberani, tapi sebagian besar yang
bukan tentara, dan bertugas di laboratorium atau ruang kontrol, memiliki nyali
seorang pengecut.
“Yang mulia, ada panggilan dari
Jenderal Mantis.” kata salah satu staff di ruang kontrol.
Hermis menghampirinya, dan melihat kearah
monitor.
“Tampilkan panggilannya.” perintah
Hermis.
Disana terlihat Jenderal Mantis
sedang kewalahan melawan pasukan Kasukabe yang turun ke darat dan menembaki
mereka. Jenderal Mantis menghubungi pusat kontrol dengan siaga penuh.
“Lapor, yang mulia raja. Banyak
pasukan kita yang telah mati! Beberapa pilot pasukan khusus pun telah banyak
yang gugur di medan perang. Beri kami perintah selanjutnya!”
“Bagaimana dengan pasukan khusus
Alfa Elite? Dimana mereka?”
“Maaf, yang mulia. Pasukan Alfa
Elite pun telah mati semua. Tidak ada yang tersisa lagi di medan perang selain
tentara bawahan dan beberapa pesawat tempur Novacorp.”
Sosok pria yang memiliki tubuh kekar
itu memukul meja dengan keras, membuat orang yang berada di sekitarnya
tersentak kaget. Wajahnya berubah menjadi menyeramkan, ia sangat marah dengan
kondisi saat ini. Sepertinya ia harus mengeluarkan senjata pamungkasnya.
Hermis memerintahkan kepada staff
yang memiliki akses ke semua pasukannya.
“Cepat hubungkan panggilan kepada
seluruh pesawat Novacorp!”
Dengan tindakan yang cepat, orang
itu menuruti. Dan membuka siaran kepada seluruh pilot pesawat Novacorp.
“Kepada seluruh pilot Novacorp yang
tersisa, jangan membuang-buang waktu lagi. Cepat hancurkan pangkalan militer
mereka! Waktu kita sangat singkat.”
Semua pilot yang berada pun menyauti
dan langsung menjalankan perintahnya.
“Laksanakan, yang mulia raja!”
Hermis terlalu meremehkan spesies
primitif ini. Ternyata mereka memiliki kemampuan perang yang cukup bagus.
Harusnya dari awal ia bermain dengan serius, kalau saja ia tahu akhirnya akan
menjadi seperti ini.
“Jenderal Mantis, bersiaplah untuk
meluncurkan senjata pamungkas kita.”
“Ap… Apa? Anda yakin ingin
melakukannya, yang mulia raja? Ini terlalu beresiko! Kumohon jangan lakukan
itu.” ujar Jenderal Mantis memohon.
“Tidak ada pilihan lain, kita telah
terpojok. Beberapa mesin pesawat utama sudah banyak yang hancur. Jika terus
seperti ini, kita akan kalah!”
Dengan hati yang masih ragu,
Jenderal Mantis memikirkan tentang keputusan ini. Haruskah ia melakukannya? Apa
mereka sampai harus memilihnya, hanya untuk melawat spesies primitif seperti
mereka? Rasanya terlalu berlebihan.
“Baiklah, saya menyetujuinya.” jawab
Jenderal Mantis menyetujui.
Hermis langsung bergegas menuju
Laboratorium Arch Corp, dan menemui Professor Lupin yang sedang membuat ramuan penguat
fisik.
“Professor, kita sudah tidak ada
pilihan lain. Luncurkan senjata pamungkas kita segera.”
Professor Lupin yang menyadari
kehadiran rajanya, langsung menghentikan kegiatan yang dia lakukan.
“Apa saya tidak salah dengar, yang
mulia? Apa kita harus sampai sejauh ini untuk melawan mereka?”
“Kita sudah tidak punya pilihan
lain, cepat laksanakan!” perintah tegas Raja Hermis.
Professor tidak membantahnya lagi,
ia langsung menyetujui perintah itu. Ia pergi menuju tabung besar tempat penyimpanan
makhluk mitologi yang sangat menyeramkan. Makhluk buas yang telah di bangkitkan
kembali oleh mereka. Sebuah monster berpostur tubuh sangat besar dan memiliki
tinggi sepuluh kaki dari manusia biasa. Gigantes, sesosok monster yang mempunyai
kekuatan luar biasa! Cerita mitos mereka muncul di Alkitab, dalam cerita Raja
David dan Goliath. Dalam mitologi kuno, mereka seringkali di gambarkan
mempunyai konflik dengan dewa-dewa dan biasanya di hubung-hubungkan dengan
kekacauan. Mereka muncul sama awalnya dengan kebudayaan Yunani Kuno. Kini
mereka, para manusia harus kembali menghadapinya, melawan makhluk yang lahir
dari Gaia, dan dibuahi dengan darah Uranus ketika dia dikebiri.
Professor Lupin menekan tombol merah
yang berada di samping tabung besar penyimpanan makhluk Gigantes, lalu berlari
menjauh dari tempat itu. Kemudian secara perlahan dari bawah tabung
mengeluarkan roket-roket yang membuat benda lonjong itu tebang dengan perlahan.
Lantai tempat pijakan tabung kemudian terbuka, dan benda yang besar itu turun
dari pesawat utama, mendarat di tanah menghancurkan gedung-gedung yang tertindih
olehnya.
Kaca yang tebal untuk mengurung
makhluk mitologi itu mulai retak dengan perlahan, kemudian hancur tak bersisa,
membanjiri daerah sekitarnya dengan air yang berasal dari dalam tabung. Dan
makhluk menyeramkan ini, dengan perlahan berdiri, melihat kearah sekitarnya dan
berteriak dengan sangat keras. Suaranya sangat menyeramkan! Seperti panggilan
malaikan pencabut nyawa.
Gigantes melihat keadaan
sekelilingnya di penuhi oleh pesawat-pesawat Primus, lalu menghancurkan mereka
satu persatu dengan tangannya yang kuat. Tembakan roket pesawat Primus pun
tidak bisa melukainya, dan bahkan tidak menyisahkan sedikitpun luka disana.
Tubuhnya sangat besar dan kuat, kulitnya sangat tebal bagai Vibranium. Tidak
bisa di tembus oleh sembarangan senjata. Hanya bantuan kekuatan Dewa Arceus lah
yang bisa merobohkan tubuhnya.
*********
Ralphie dan Viola terkejut melihat
makhluk besar yang muncul dari arah pusat kota. Menghancurkan monument nasional
sebagai lambang kota Java.
“Cih, dasar spesies lemah!” ejek
Viola pada kaum Arch.
“Ada apa, Viola? Oh ya, makhluk
besar macam apa itu?!”
“Akhirnya mereka mengeluarkan
senjata pamungkasnya. Dengan membangkitkan kembali makhluk mitologi kuno yang
terkenal sangat kuat, dan sulit untuk di lumpuhkan, Gitantes!”
“Gitantes? Makhluk seperti apa itu?”
Viola menunjuk-nunjuk kearah
Gigantes yang sedang menghancurkan gedung-gedung pencakar langit.
“Makhluk itu seperti apa yang kau
lihat sekarang. Kita tidak bisa melukainya dengan senjata lemah ini.” Viola
mengambil pistol laser yang berada di genggaman Ralphie, lalu membuangnya.
“Hei! Itu senjataku satu-satunya.”
“Kita tidak bisa menghancurkannya
dengan itu. Dengan sangat terpaksa, aku harus meminta bantuan Dewa Arceus.”
Ralphie terkesima mendegar nama yang
di sebutkannya. Ia bisa meminta bantuan pada dewa?
“Dewa Arceus? Jangan-jangan, dewa
penguasa galaksi itu? Yang konon katanya dialah sosok pencipta alam semesta
ini.” Ralphie menatap langit yang biru, sangat indah. Tapi tidak dengan tanahnya
yang sedang terjadi pertempuran dimana-mana. “Kau, bisa berkomunikasi untuk
meminta bantuan dengannya? Viola, kamu bukan orang sembarangan!”
“Tidak juga. Sebenarnya aku hanya
anggota dari Guild Raven Tail, dengan peringkat S-Class. Dan aku satu-satunya yang mempunyai kemampuan untuk
berkontak dengan dewa.”
Ralphie terkesima dengan temannya
ini, ia menatap wanita itu lekat-lekat. Ternyata memang Viola bukan orang
biasa!
“Sepertinya aku harus menjadi
penggemarmu, Viola!” ejek Ralphie yang memukul bahu Viola.
“Jangan berlebihan, aku hanyalah
penyihir lemah.”
Mereka berjalan sambil berbicara,
dengan secara tak sengaa, Ralphie menemukan seorang mayat wanita yang ia kenal.
Terbaring bersama puing-puing mobil yang menindih tubuhnya. Pria itu terkejut
dan langsung menghampirinya. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihat. Sosok
yang sudah tak bernyawa itu, adalah orang yang paling ia sayangi. Seseorang
yang sangat spesial bagi hidupnya, yang selalu ada disaat ia sakit dan selalu
sabar dengan tingkah kekanak-kanakannya.
“IBU!! Oh tidak, aku tidak percaya.
Apa yang telah mereka perbuat, pada ibuku?!”
Ralphie menggenggam jemari ibunya
yang penuh darah. Pria dengan Heliophobia
akut itu terisak, menangis dibalik penutup kepala hoodienya yang berwarna
hitam.
“Sepertinya ia dibunuh oleh pasukan
Arch. Ada bekas tembakan di tubuhnya.” kata Viola yang melihat sekujur tubuh
ibunya Ralphie.
“Mereka? Jadi, makhluk berengsek itu
yang membunuh ibuku, kau bilang?!”
Tangisnya terdengar semakin kencang,
wajahnya berubah menjadi sangat menyedihkan. Kekecewaan didirinya lengkap
sudah. Setelah dulu ia kehilangan ayahnya karena kecelakaan, kini ibunya yang
menjadi korban selanjutnya. Sekarang, Ralphie hidup sebatang kara, tidak
mempunyai orang tua satupun. Ibunya telah menyusul suaminya di surga, melihat
anaknya dari langit, yang sedang menangisi mereka seraya berkata “Kamu harus kuat, nak. Buatlah agar kematian
kami menjadi akhir dari penderitaanmu.”
Neli masih tersungkur di tanah
memegang tangan ibunya, memeluk mayat yang sudah tak bernyawa.
“Kumohon, Viola. Bantulah aku
membalaskan dendam ini. Kuingin kematian ibuku, menjadi akhir dari penderitaan
manusia.”
“Bangunlah, kau harus tegar. Jika
kau ingin membalasnya, maka kau harus bangun dan berhenti menangis. Aku tahu
apa yang kamu rasakan. Ketika kehilangan kedua orang tua, dan beberapa orang
yang disayang. Memang pahit, tapi hidup ini tidak berhenti sampai disana. Kau
harus memulai kembali dari awal, menuju kehidupan barumu yang lebih layak.”
Badannya yang bungkuk mulai berdiri
dengan tegap, menghapus air mata yang mengalir dan menatap Viola lekat-lekat.
“Apa yang harus kita lakukan
sekarang?” tanya Ralphie.
“Seperti yang kukatakan sebelumnya,
kita harus meminta bantuan pada Dewa Arceus.”
“Bagaimana caranya? Apa ini terlalu
beresiko?”
“Kalau di katakan terlalu beresiko,
mungkin saja iya. Karena kita akan menghubungi dewa terkuat di alam semesta.” Viola
melihat kearah kedua tangannya yang kotor karena debu puing-puing reruntuhan di
jalan. “Yang kutakutkan, kita mengganggu ketenangannya. Jika ia sampai marah,
habislah kita!”
“Ia tidak mungkin marah! Karena niat
kita baik. Cepat lakukanlah, kita sudah tidak punya waktu lagi.”
Viola menimbang-nimbang kembali
keputusan ini. Dia tidak yakin untuk melakukannya. Karena ini pertama kalinya
berkomunikasi dengan dewa penguasa. Sebelumnya ia hanya pernah berbicara dengan
dewa-dewa penunggu kuil.
“Dengan secara terpaksa, aku siap
melakukannya.” makhluk dari Planet Zoa ini menggenggam tangan Ralphie. “Jangan
lepaskan pegangan tanganmu. Aku akan memulai.”
“Namo
Samanto Motonom, Om Turu Turu Tiwi Soha”
Viola mengucapkan mantra yang akan
mengubah mereka menjadi wujud spirit, dan berkomunikasi dengan dewa. Perkataan
yang di ucapkan Viola barusan adalah sebuah ilmu rahasia untuk mengubah nasib.
Ia ingin nasib planet ini berubah menjadi baik. Kembali damai dan tentram,
tiada peperangan dimana-mana, dan korban berjatuhan.
Tubuh mereka mulai mengeluarkan
cahaya-cahaya yang menyilaukan. Tempat mereka berpijakpun perlahan berubah
menjadi sebuah tempat yang hampa, dan terbentang luas. Mereka memandang
sekeliling dan tidak menemukan apapun. Hanya ruang kosong yang di penuhi cahaya
dimana-mana.
Dari arah langit muncul sebuah
cahaya kekuningan yang menyilaukan. Mereka menutupi kedua matanya dengan
tangan. Kemudian sesuatu yang menyilaukan itu berubah menjadi sosok makhluk
berwarna putih dengan empat kaki. Pada tubuhnya terdapat sebuah sayap emas, di
tambah dengan batu emerald yang
menghiasi sayap indahnya. Tubuhnya sangat besar, tidak mempunyai kuku, dan
diiringi dengan batu permata yang berterbangan di sekelilingnya.
Arceus adalah dewa terkuat di alam
semesta, ia bisa menyembuhkan kembali semua kerusakan, bahkan hingga planet
sekalipun! Arceus bisa menghilangkan musuh dalam sekejap mata, memindahkannya
ke tempat yang sangat menyeramkan, menuju Black
Hole. Orang yang di lenyapkannya tidak akan pernah kembali lagi, sebab ia
akan langsung mati terhisap lubang hitam dengan tingkat gravitasi yang sangat
tinggi.
Ralphie dan Viola menundukkan badan
mereka untuk memberi hormat, dan Dewa Arceus menerima kehadiran mereka. Ia bisa
membaca pikiran kedua spesies berbeda ini. Tak ada yang bisa berbohong pada
Arceus. Ia bisa mengetahuinya hanya dengan menatap dan membaca pikirannya saja.
Jika orang tersebut paling hina di dunia dan datang menemuinya untuk maksud
jahat, ia bisa langsung melenyapkannya tanpa ampun!
“Hormat kami, yang mulia Dewa
Arceus.”
“Apa tujuanmu datang menemuiku?
Wahai makhluk jelata.” jawab Dewa Arceus. Suaranya menggema disepanjang tempat
mereka berpijak.
“Kami datang untuk menemuimu,
tentunya bukan untuk urusan yang sepele. Ras Arch telah kembali
memporak-porandakkan sebuah planet bernama Bumi. Sebuah tempat dimana makhluk
ini tinggal.” Viola menunjuk kearah Ralphie. “Permintaanku hanyalah satu,
berikanlah kami kekuatan untuk melawan mereka, terutama untuk melumpuhkan
makhluk mitologi yang dibangkitkan kembali, Gigantes.”
“Aku tidak akan meminjamkanmu
kekuatan jika untuk melukai orang lain!” cetus Dewa Arceus menolak.
“Kumohon, Dewa Arceus. Tidakkah kau
melihat ke bawah sana, banyak korban berjatuhan atas ulah perbuatan mereka.
Kebengisan mereka harus segera dihentikan. Agar tidak ada lagi korban planet
selanjutnya. Cukup planetkulah, Zoa. Yang menjadi planet terakhir santapan
mereka.”
Kedelapan batu permata yang
mengelilinginya mengeluarkan cahaya keemasan. Permata itu terdiri dari berbaga
jenis. Batu kehidupan yang berwarna hijau, batu permohonan dengan warna kuning,
batu kebangkitan yang berwarna merah, dan batu-batu lainnya yang menjadi bagian
penting bagi Dewa Arceus. Memberikan salah satu batu itu berarti meminjamkan
setidaknya sedikit dari kekuatan Arceus. Dan itu membuka celah baginya untuk di
kalahkan. Dengan kedelapan batu tersebut, Arceus tidak bisa di kalahkan! Tidak
ada yang bisa menghancurkannya di alam semesta ini. Walaupun sebenarnya mudah
bagi Arceus untuk menyingkirkan ras Arch dan menghancurkan Gitantes, ia tidak
melakukannya. Karena itu sama halnya mencampuri kodrat alam. Ia tidak bisa
mengubah alur waktu yang sudah di tentukan. Terkecuali makhluk yang terlibat di
dalamnya, bersikeras untuk mengubah nasib.
“Apa jaminanmu jika aku
meminjamkannya?”
“Jika aku gagal dan mereka berhasil
menduduki Bumi, kau boleh mengambil nyawaku.” dengan sangat terpaksa Viola
mengambil keputusan gila ini. Tidak ada jalan lain, hanya ini yang bisa ia
lakukan untuk manusia Bumi.
Ralphie berpaling menatap temannya
yang terlihat putus asa.
“Kumohon, jangan mengambil keputusan
seperti itu! Aku tidak mau kehilanganmu, Viola!”
“Jangan menjadi lemah, Ralphie!
Seorang ksatria harus berjuang hingga titik darah penghabisan. Meskipun ia tahu
bahwa dia akan mati, tapi ia tetap melanjutkan perjuangannya. Itulah jiwa
seorang ksatria sejati, dan ini yang diajarkan oleh Kakek Sifu, tetua dari
Guild Raven Tail yang sangat dekat denganku.”
Neli menatap Dewa Arceus yang agung,
terbang berada di atas mereka dengan sayapnya yang terbentang. Tatapannya
tajam, Ralphie tidak bisa menatap wajahnya lebih lama terkecuali hanya
menundukkan kepala.
“Kumohon, berikanlah yang terbaik
untuk kami.” pinta Neli pada sang dewa agung.
Sepertinya ia menyetujui permohonan
mereka, Arceus menerbangkan batu permata permohonan kepada kedua insan yang
lemah. Viola mendongak kearah batu permatanya, menjulurkan tangan, lalu batu
yang warna kekuningan itu berubah menjadi sebuah pedang yang gagah! Di buat
oleh baja dewa yang sangat tajam, mampu menembus senjata Vibranium terkuat di
dunia. Pada gagang pegangannya terdapat batu pertama permohonan berwarna kuning
yang menjadi sumber kekuatannya. Siapapun yang layak memegangnya, ia dapat
mengendalikan permohonan dari batu permohonan.
Ralphie terkesima melihatnya, ia
tidak percaya kalau orang seperti dirinya, bisa bertemu dan berkomunikasi
dengan dewa penguasa alam semesta. Hal yang sangat luar biasa.
“Terima kasih atas bantuannya, Dewa
Arceus. Kami akan menjalankan tugas dengan sebaik mungkin.” wanita Dryad ini
melihat dengan seksama pedang yang di pegangnya kini.
“Waktu kalian hanya sampai matahari
terbit kembali. Setelahnya pedang yang kau pegang akan menghilang. Jika kau
telah gagal melaksanakan janjimu, maka kau akan menerima konsekuensinya.”
“Baiklah, yang mulia Dewa Arceus.”
Mereka kembali menunduk memberi
hormat dengannya, menutup kedua mata lalu kembali menuju dunia mereka dengan
satu harapan baru. Mereka telah memiliki cukup bekal untuk membasmi semuanya.
Menyelamatkan planet Bumi, dan memusnahkan hama-hama penggangu di galaksi.
6
Sebuah
Taktik
Semua manusia berada dalam
kepanikan. Ketika mereka berlari, disana ada yang menghadang. Rasanya setiap
upaya yang dilakukan tak ada artinya. Kota yang menjadi primadona kebanyakan
warga sipil, kini telah runtuh menjadi kota mati, seperti kuburan mayat yang
menempatkan mayat pada setiap tempatnya. Tak ada aktifitas orang berlalu-lalang
di sepanjang trotoar seperti biasanya. Semua berlari menyelamatkan diri.
Menyatu dengan kegelapan, menjadi tak terlihat. Serangan yang Arch lakukan
sangat membuahkan hasil bagi kehidupan manusia. Membuat setiap orang hidup
dalam keputusasaan, kesengsaraan, dan rasa takut yang menyelimuti mereka.
Sementara itu, pasukan Primus
berupaya dengan sebisa mungkin melumpuhkan Gigantes. Walaupun mereka telah
menyadari bahwa usahanya hanyalah membuang-buang waktu. Tapi mereka tetap
melakukannya, mengikuti perintah dari atasan untuk tetap menembaki monster
dengan tinggi tiga puluh meter itu. Meskipun nyawa mereka menjadi taruhannya,
dan keluarga setiap pasukan yang ada, telah menunggu dirumah, menanti sang ayah
untuk pulang.
Bala bantuan darat telah datang
membantu. Melakukan aksinya dengan meluncurkan tembakan bola peluru yang besar
dari sebuah tank baja bertenagakan dua puluh bison tua. Melukainya dengan
menyayat kaki Gigantes dengan pisau dan pedang yang tajam. Tapi perjuangan
mereka sia-sia. Kulitnya teramat sangat tebal, sulit ditembus walau menggunakan
senjata paling mematikan di dunia. Bahkan untuk sekedar membuat luka goresan
kecil saja, mereka tidak bisa melakukannya.
Kulit Vibranium Gigantes berasal
dari batuan asteroid luar angkasa bernama Pallas,
dan terletak di sabuk asteroid sistem tata surya. Dengan eksperimen saling
mencampurkan beberapa DNA manusia dengan Uragi, makhluk dengan postur tubuh
besar nan tinggi yang mendiami Planet Nabhan. Di tambah dengan DNA makhluk
Arch, yang membuat Gigantes turut menjadi monster yang kejam, bengis, dan tak
kenal belas kasih.
Suaranya membuat bulu kuduk
merinding, teriakannya dapat mengakibatkan jantung ini seolah berhenti bekerja.
Inilah wujudnya, sosok monster mitologi kuno yang ditakuti. Di ceritakan secara
turun-temurun, hingga menjadi sebuah legenda yang abadi.
Ralphie dan Viola menengadah menatap
Gigantes dengan pesawat-pesawat tempur yang sedang menyerangnya. Viola berbalik
menatap Ralphie, memberikan pedang yang di genggamnya pada pria berambut poni
menyamping ini.
“Peganglah, kau yang akan
menggunakan pedang pemberian Dewa Arceus.”
Ralphie terkejut, rasanya tak
mungkin pedang suci Dewa Arceus, harus ia yang menggunakannya. Bahkan untuk
sekedar mengangkatnya, Ralphie mengalami kesulitan.
“Berat sekali, pedang ini!” keluh
Ralphie, ia bersikeras mengangkat sebilah pedang itu dengan kedua lengannya.
“Perlu kubantu, Ralph?” tawar Viola
memberi pertolongan.
Pria ini langsung menyetujui dengan
menganggukkan kepalanya. Viola mengarahkan tangannya pada kedua lengan Ralphie.
Mengucapkan mantra sihir, dan mengeluarkan cahaya dari kedua tangan mereka
berdua.
Setelah Viola mengucapkan beberapa
patah kata mantra andalannya, Ralphie merasa ada yang berbeda dengan dirinya.
Lengannya menjadi lebih ringan sekarang. Dan Nelipun dapat mengangkat pedang
yang terbuat dari baja dewa itu dengan sangat ringan. Bagai memegang pedang
pelastik yang ia jadikan mainan saat kecil.
“Bagaimana bisa, ini terjadi?
Menakubkan! Benda ini menjadi sangat ringan.” Ralphie mengangkat pedangnya,
menghunuskan kesana-kemari.
“Bukan pedangnya yang ringan, tapi
tanganmulah yang menjadi kuat.”
“Benarkah? Hebat sekali, Viola!
Dengan seperti ini aku bisa menebas leher raja, keparat itu sekarang.”
“Jangan terlalu percaya diri, Ralph.
Hermis memiliki kemampuan yang tidak disangka-sangka.”
“Kemampuan yang, tidak di
sangka-sangka?”
“Akupun tak tahu. Lebih baik kita
pastikan sendiri.” Viola malas melanjutkannya. Karena dia sendiri hanya melihat
Hermis dari balik layar monitor kota yang telah di retas oleh bangsa kaum itu.
“Kau tidak keberatan jika kita terbang?”
“Terbang? Apa maksudmu?” tanya
Ralphie bingung.
“Terbang… Tentu saja dengan sesuatu
yang bisa membuat kita berada di udara.”
Ralphie berpikir sejenak untuk
mengolah kata-kata yang di ucapkan Viola, mungkinkah sebuah alat dengan
teknologi canggih atau mungkin mengandalkan kekuatan alami?
“Sebuah sayap? Kau akan membuatkan
sayap di punggungku sehingga kita dapat terbang?”
“Tidak, bukan itu. Simaklah dengan
baik.”
Viola mulai mengucapkan matranya
kembali dengan kedua lengan yang di arahkan pada sebuah mobil tua yang sudah
ringsek terbakar api dan tertimpa material yang berjatuhan. Lalu mengubah benda
tak berguna itu menjadi sebuah karpet terbang yang sangat mewah, menawan, dan
cukup besar untuk di naiki oleh dua orang. Permadani Terbang berwarna merah
dengan corak keemasan dan bahannya yang lembut ini menjadi kendaraan pribadi
milik Viola. Keunggulan dan kecantikan yang di milikinya ketimbang sapu terbanglah
yang membuat Viola rela menabung dengan jumlah banyak hanya untuk membelinya.
Jika diukur dalam segi kecepatan, Permadani Terbang miliknya tiga kali lebih
cepat dibandingkan sapu terbang yang biasa dijual di pasaran pada Planet Zoa.
“Keren sekali, Viola! Karpet terbang
ini milikmu?” Ralphie mendekatinya, lalu menyentuh seluruh badan Permadani
milik Viola.
“Tentu saja, aku rela menabung
berbulan-bulan untuk bisa membelinya. Harganya cukup mahal, loh.”
“Bagaimana kalau kecepatannya?”
Viola tertawa melihat keluguan pria
ini. Wajar saja Ralphie bertanya, karena ia belum pernah menaiki benda seperti
ini. Yang biasa ia naiki hanyalah mobil, sepeda motor, dan sepeda. Satu-satunya
kendaraan terbang yang pernah dinaikinya hanyalah pesawat terbang, itupun
dengan kecepatan yang terbatas.
“Kau akan melihatnya sendiri nanti,
cepatlah naik diatasnya.”
Viola menyusul menaiki Permadani
pribadinya, memberikan aba-aba pada Ralphie untuk segera terbang.
Dengan hitungan ketiga, mereka
langsung melesat dengan kecepatan penuh ke udara, menghempaskan angin yang
sangat cepat, bersamaan dengan puing-puing yang berterbangan tertiup olehnya.
Kini permainan telah dimulai, babak
final telah datang menghampiri mereka. Kedua pahlawan bumi ini harus bertarung
demi keselamatan planet yang mereka cintai. Tak perduli apa mereka mempunyai
pengalaman yang banyak dalam dunia pertarungan atau tidak, mereka hanya bisa
bertekad kuat, dan berani bertindak seperti apa yang mereka yakini, meskipun
nyawa menjadi taruhannya. Lagipula, Ralphie tidak ingin jika kematian ibunya
sia-sia. Sebenarnya ia sangat menyesal mengapa Ralphie meninggalkan ibunya
sendiri dirumah, padahal jika ia berada disana, dia bisa melindungi ibunya itu.
Tapi semua terjadi diluar dugaan, ia juga tidak menyangka kalau bencana ini
akan terjadi. Alien yang turut menjadi bahan cerita secara turun-temurun
hanyalah sebuah mitos. Tak ada dari umat manusia yang bisa membuktikannya.
Meski demikian, masih ada beberapa pihak yang percaya bahwa mereka ada,
contohnya Ralphie sendiri. Karena alam semesta ini teramat sangat luas. Dalam
tata surya bima sakti terdapat delapan planet yang mengorbit matahari, diluar
tata suryanya masih ada jutaan tata surya lain dan planet-planet yang
mengorbitnya. Dari kesekian tata surya yang tak terhitung jumlahnya tersebut,
hanya terhitung sebagai satu galaksi. Dimana galaksi tersebut bagaikan sebuah
kotak box besar yang di dalamnya berisikan berbagai planet, tata surya, dan
bintang-bintang panas yang beragam. Lantas apakah galaksi itu hanya ada satu?
Tentu saja tidak, masih terdapat ratusan bahkan jutaan galaksi lagi yang
terbentang di alam semesta. Tidakkah kalian berpikir, seberapa luasnya ruang
angkasa sana? Tidak terhingga. Dan pandangan tentang makhluk luar mulai muncul,
setelah kita mengetahui terdapat milyaran planet dan sistem tata surya diluar
sana, mungkinkah kehidupan hanya ada di Bumi? Jawabannya tentu saja tidak
mungkin. Karena Tuhan tidak akan membuat sesuatu yang tidak ada gunanya.
Semua perdebatan itu telah terbukti,
kini mereka telah menyaksikkan secara langsung sosok makhluk luar angkasa yang
dari zaman kuno hingga modern kini selalu menjadi perbincangan hangat.
Sayangnya mereka datang dengan tidak damai, karena pihak pemerintah telah salah
memanggilnya. Seharusnya mereka mengundang Alien yang ramah, bukan yang bengis
nan kejam seperti ini.
Semua telah terjadi, penyesalan pun
kian menyelimuti. Setelah semua ini telah datang, siapakah yang dapat
disalahkan? Mereka tak punya waktu untuk itu, tugas mereka hanyalah berperang,
menyelamatkan planet tempat tinggal mereka kini.
Setelah kemunculan Ralphie dan Viola
yang turut bergabung dalam arena di udara, keberadaan mereka langsung di
curigai oleh pasukan Arch. Kedua ras yang berbeda itu berterbangan dengan cepat
kesana kemari untuk menghindari berbagai serangan mereka.
“Bagaimana aku bisa menyerangnya?!”
Ralphie tengah dibuat panik di dalam peluru-peluru laser yang mengelilinginya.
“Ubah menjadi mode pembidik,
pedangmu!”
“Apa kau bilang? Pembidik? Jangan
bercanda! Ini sebuah pedang, bukan pistol!”
“Tekan tombol hijau yang berada pada
Pommelnya di bawah bagian Grip pedang yang kau pakai.”
Ralphie menekannya, merasakan ada
beberapa struktur dari pedang tersebut yang berubah. Muncul sebuah pengeker
yang berada diatas bagian Edge Pedang Gram, sebilah pedang dengan gagang,
pelindung, dari perak yang dihiasi oleh berbagai emas dua puluh empat karat
yang tengah di genggamnya. Konon menurut sejarahnya, pedang ini pernah menjadi
bukti atas pertarungan Sigmund yang telah dibunuh oleh Odin. Sosok Sigmund telah
tewas dalam pertarungan itu dan menghancurkan pedangnya hingga
berkeping-keping.
Tapi
anaknya, Sigurd telah berhasil menciptakan kembali Pedang Gram dengan kekuatan
yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Suatu
saat, Pedang Gram yang diciptakannya telah berhasil dicuri oleh orang jahat,
lalu dimanfaatkan untuk melakukan tindakan kejahatan. Dewa Arceus yang tidak
senang dengan tindakannya, mengutuk sang penjahat dan mengambil alih pedang
tersebut untuk di abadikan bersamanya. Hingga kini, hanya Dewa Arceus dan
beberapa orang terpilihlah yang dapat menggunakannya.
Ralphie Tenneli, seorang pelajar
dengan pribadi yang tidak ada spesialnya, setiap waktu yang dilaluinya hanya dihabiskan
untuk membaca novel, bermain video game, dan mengerjakan beberapa tugas
sekolahnya. Tapi mengapa, sosok pria pengidap Heliophobia akut ini bisa terpilih menjadi pemegang Pedang Gram?
Kenapa pula Dewa Arceus memilihnya untuk melanjutkan penerusan menjadi Ksatria
pemegang Pedang Gram?
Ia menembaki berbagai pesawat koloni
Arch yang datang menghampirinya, mengeker dengan bidikan yang kuat lalu
menembakkan cahaya panas dan mampu melumpuhkan pesawat musuh hanya dengan satu
tembakan saja!
Sebuah senyuman tersungging
dibibirnya saat ia memandang pada Viola.
“Kau tahu, Viola. Aku sangat
menyukai pedang ini.”
“Hahaha. Kau mulai terbiasa
sepertinya.” Viola membelokkan tangannya untuk mengubah arah Permadani
Terbangnya menuju monster raksasa Gigantes. “Sekarang dialah target kita.”
Di tengah pertarungan yang ganas,
mereka bergabung bersama dengan Pesawat Primus yang tengah menembakki Gigantes
dari berbagai penjuru.
Ralphie
menembakki kaki Gigantes dengan Pedang Gramnya, membuat monster itu kesakitan,
mengeluarkan teriakan yang sangat menyeramkan.
Apa yang di katakan Viola memang
benar, monster itu tidak dapat dikalahkan dengan senjata paling mematikan
apapun di dunia, karena kulitnya setebal Vibranium, sangat sulit ditembus,
terkecuali dengan senjata khusus yang telah di karuniai oleh dewa.
Mereka melesat dengan sangat cepat
mengelilingi tubuh monster itu, menembakkinya dari berbagai arah. Gigantes yang
telah kesakitan mulai panik, ia berjalan menuju gedung sepuluh lantai, lalu
mengangkatnya dan di jadikan sebagai senjatanya.
Gigantes menyerang beberapa pesawat
koloni Primus dengan gedung yang digenggamnya. Salah satu dari mereka berhasil
menghancurkan sebagian struktur bangunannya, tapi beberapa pilot yang malang,
harus gugur dari pertarungan terpukul oleh senjata mematikan milik Gigantes
hingga menjadi puing-puing, dan terjatuh ke tanah.
Viola kembali menerbangkan
Permadaninya kearah wajah Gigantes, sosok Ralphie telah berhasil menyayat mata
sebelah kanan monster itu hingga membuat pandangannya sedikit kabur. Gigantes
meringis kesakitan, memegangi mata kanannya yang berlumuran darah. Pesawat
Primus yang melihat keadaan ini mengambil kesempatan untuk melanjutkan
penembakkannya. Meskipun serangan itu tidak memberikan efek apapun baginya,
setidaknya mereka telah bekerja sesuai dengan semestinya, sebagai pengalih
perhatian.
“Tubuhnya kuat sekali, meskipun
telah mendapatkan berbagai tembakan dan sayatan Pedang Gram. Rasanya serangan
yang kita lakukan seperti sia-sia saja.” keluh Ralphie pada Viola.
“Tidak, kau salah. Justru usaha kita
telah membawakan hasil. Kau lihat, kita telah berhasil membutakan mata
kanannya, dan sedikit melumpuhkan pergerakkan kakinya.” Viola memandangi sosok Gigantes yang jatuh
tersungkur di tanah, tapi monster itu telah berhasil bangkit kembali. “Kita
tidak punya waktu lagi, langsung saja ke serangan pamungkas kita.”
“Serangan, pamungkas?”
“Ya, serangan pamungkas. Satu buah
serangan yang akan langsung melumpuhkan monster biadab itu.”
Viola kembali menerbangkan
permadaninya kearah wajah Gigantes, hanya sekian meter dari letak hidungnya.
Monster itu semakin marah, wajahnya berubah menjadi sangat menyeramkan!
“Tekan dan tahan tombol hijau pada
bagian Pommel sambil kau bidik ke arahnya!”
Ralphie langsung menuruti
perintahnya tanpa bertanya terlebih dahulu. Pedang Gram ini mulai mengeluarkan
cahaya kebiruan di seluruh badannya, pada bagian Point ujungnya mulai membentuk
sebuah cahaya berbentuk bulat yang sangat panas, bagai peluru meriam yang siap
untuk di lontarkan.
Lengan kanan Gigantes mulai
terangkat kearah mereka, hanya dalam hitungan detik saja mereka akan hancur di
tampar oleh tangan raksasa itu.
“Sekarang! Lepaskan!” perintah Viola
sekali lagi.
Pria itu melepaskan jarinya dari
tombol hijau pada bagian Pommel pedang, lalu menembakkan satu buah serangan
cahaya yang sangat besar menyambar seluruh badan Gigantes. Sosok itu mencoba
menahannya, tapi apalah dayanya tak sanggup untuk menandingi kekuatan Pedang
Dewa itu. Gigantes terpental beberapa meter dan tubuhnya telah tumbang
bersamaan dengan gedung-gedung yang turut hancur tertiban oleh tubuhnya.
Pilot dalam Pesawat Primus mulai
bersorak-sorai memeriahkan kemenangan ini. Mereka semua memandang kearah dua
orang yang kini mereka banggakan. Terlintas dalam benak mereka “Siapa mereka?
Kenapa mereka bisa sekuat itu?”
Inilah kekuatan Dewa yang
sesungguhnya. Bagi siapa yang menentangnya, akan di adili dengan
seberat-beratnya.
7
Penghianatan
Hermis yang memandangi pertempuran
itu dari pesawat utamanya, telah dibuat semakin geram. Rasanya telah tiba
saatnya untuk dia turun tangan membasmi mereka semua. Ia berjalan dengan cepat
kearah pintu keluar, melompat dari pesawatnya. Tubuhnya melayang di udara
bagaikan seperti Superman, beranjak pergi
menghampiri mayat Gigantes yang telah tumbang, menatapnya dengan pandangan
kebencian kearah Ralphie dan Viola yang berada di udara.
Hermis mengulurkan lengannya kearah
batu besar, membuatnya melayang lalu melempar objek berat itu kearah kedua
orang yang tengah berbahagia di atas Permadani Terbangnya. Pesawat Primus yang
menyadari serangan tiba-tiba itu langsung menembakkinya, tapi karena objeknya
terlalu besar, serangannya tidak menghancurkan secara total, sehingga masih
menyisakan puing-puing besar yang melesat dengan cepat kearah mereka berdua.
Viola yang menyadari ledakan itu langsung menggerakkan Permadaninya,
menghindari batu yang melesat kearahnya. Mereka selamat kini, tapi tidak dengan
Pesawat Primus-33 yang telah hancur.
“Sial! Apa permainan belum selesai?”
ucap Viola dengan kesal.
Ia melihat sosok makhluk dengan
postur tubuh besar, mengenakan jubah kekaisaran disamping mayat Gigantes. Viola
langsung menyadari siapa dia, sosok yang sangat ia benci, yang telah membantai
kaumnya hingga tak tersisa, tanpa belas kasih.
“Keparat! Ternyata dia, harusnya aku
menyadarinya dari awal.”
“Siapa dia, Viola?” Ralphie pun kini
telah melihat makhluk itu.
“Dialah pemimpin mereka, Hermis.”
Ralphie terkejut mendengarnya,
itukah sosok dalang dibalik ini semua? Yang membuat planet ini menjadi seperti
kuburan mayat besar.
“Kita harus kesana, aku harus
menyelesaikan ini sekarang juga.”
“Tidak! Kau tidak boleh kesana.
Telalu berbahaya, kau akan mati.” larangan itu muncul dari mulut Ralphie yang
panik, ia tidak mau jika Viola sampai terluka.
“Aku tidak perduli! Lagipula tidak
ada gunanya lagi aku hidup di dunia ini. Semua kaumku telah tewas, hanya akulah
orang Poa terakhir. Apalah arti hidup ini jika diselimuti dalam rasa
kesepian?!”
Sang Heliophobia menampar wajah Viola, menyisakan bekas kemerahan di
pipi wanita itu. Wajahnya mulai berubah menjadi sangat buruk.
“Dasar bodoh! Kau sendiri yang
berkata padaku, untuk tetap tegar meskipun kau tau orang yang kau sayangi telah
tiada. Lagipula kau tidak sendirian, Viola. Masih ada aku disini yang akan
bersamamu, meskipun kita dari ras yang berbeda, aku sudah menganggapmu sebagai
teman terbaikku.”
“Teman? Kau menganggapku teman? Bahkan
teman satu Guildku tidak ada yang menganggapku sebagai teman terbaik mereka,
aku hanyalah seorang pesaing yang harus disingkirkan.”
“Aku tidak seperti mereka, kau kuat
dan hebat. Tapi aku tidak menganggapmu sebagai saingan. Aku memang iri padamu,
terhadap semua kekuatan yang kau miliki. Kenapa aku tidak bisa memilikinya
juga? Tapi aku kagum dengan semua kemampuanmu, kau orang yang hebat, Viola!”
Ralphie mengusap air mata yang mengalir dari air mata wanita itu. “Jadilah
wanita yang tegar, karena aku tidak suka orang yang cengeng!”
Kedua bola matanya berkaca-kaca,
memandang seorang pria dengan hoodie hitamnya. Satu-satunya orang yang menganggapnya
sebagai teman. Sungguh indahnya kini, ia behasil menemukan teman terbaiknya.
Seseorang yang takut kehilangannya.
“Terima kasih atas seluruh
perhatianmu, Ralph. Tapi aku tidak bisa menghindarinya. Sebab inilah tujuanku
datang ke Planet Bumi, untuk menyudahi masa kekuasaan Hermis. Jika kau tidak
suka, kau bisa turun dari Permadaniku.”
“Pria sejati tidak akan meninggalkan
seorang wanita di tengah-tengah keadaan yang berbahaya.” Ralphie menggoda
dengan mengedipkan matanya.
“Kau pria yang gila, Ralphie!” Viola
tertawa kini. Ia tahu kalau Ralphie tidak mungkin memilih mundur dari apa yang
sudah ia perjuangkan.
“Mari kita selesaikan sekarang juga.”
*********
Sementara itu, Jenderal Mantis.
Seorang yang dibanggakan Hermis, sekaligus direndahkan karena memiliki kelainan
pada warna kulitnya. Dia merasa tidak seperti orang Arch lainnya, karena hanya
dialah satu-satunya yang mempunyai kulit berwarna hijau. Ia sendiri tidak tahu
penyebabnya, padahal kedua orang tuanya mempunyai warna kulit seperti ras Arch
normal. Professor Lupin pernah berkata, ketika ibunya mengandung, ia memakan
salah satu tumbuhan terlarang yang berasal dari bukit Elenia. Sebuah tumbuhan
berwarna hijau terlarang yang tidak boleh dimakan. Beberapa dugaan menyebutkan
bahwa tumbuhan itu beracun, tapi setelah ibu Mantis memakannya, ia hanya
mengalami sakit perut dan setelah diobati rasa sakitnya hilang. Berbulan-bulan
ia mengandung Mantis dengan keadaan normal, tidak ada keanehan. Namun saat hari
kelahirannya tiba, semua mata tertujukan pada sosok bayi berwarna hijau
ditengah-tengah mereka. Bagai campuran dari gen Arch dengan Orc.
Gosip mulai menyebar ke seantero
kota, hingga terdengar sampai ke telinga Raja Hemis. Ia yang mengetahuinya
memberikan perintah pada ibu Mantis untuk membunuh anaknya. Karena ia takut
jika kelahirannya akan menjadi kutukan, dan membahayakan dirinya. Kasih sayang
ibu yang besar, ia tetap mempertahankan anaknya itu, meskipun harus merelakan
Titlenya sebagai kepala Komando Pasukan Militer Arch lenyap. Setelahnya, ia
hanya bekerja sebagai petani di ladang. Ibunya Mantis tergolong vegetarian,
tidak terlalu suka makan daging, sama seperti ayahnya.
Hari silih berganti, Mantis telah
tumbuh semakin besar. Ia mulai memasuki sekolah sebagai siswi yang cerdas.
Hanya saja kelainan fisiknya itu menjadi penyebab Mantis sering dijauhi teman
sebayanya, hanya Tikovak satu-satunya yang menemaninya dikala ia sendiri.
Saat beranjak dewasa, Mantis mulai
mengikuti pelatihan militer, awalnya hanya sekedar coba-coba. Mantis
terinspirasi ingin menjadi seperti ibunya setelah melihat piagam penghargaan
dan foto-foto yang berada di kamar ibunya. Berbekal kemampuan yang ia pelajari
sendiri, Mantis lolos dalam ujian seleksi. Dan berhasil menjadi pasukan darat
Arch. Disana ia berkembang dengan pesat, kemampuannya sangat hebat. Raja Hermis
yang awalnya merendahkannya, kini telah mengakui kemampuan yang Mantis miliki.
Hingga akhirnya, ia diangkat menjadi Pemimpin Komander Pasukan Utama Arch.
Sebuah title yang sangat gagah.
Itulah kisahnya bermula, seorang
Jenderal tangguh yang awalnya dihina, kini telah dihormati dan ditinggikan
derajatnya.
Bersama dengan Hermis serta
pasukannya, Mantis mendatangi berbagai planet yang kaya akan sumber daya alam,
lalu membantai semua warganya dan mengambil apapun yang di perlukan dengan
taktik licik seperti mengelabui dan mengadu domba.
Dalam lubuk hatinya, Mantis tidak
ingin melakukannya, ditambah ia telah menyaksikkan kekejaman kaumnya yang
tengah mencabik dan memakan mayat kaum yang telah di jajah. Hal itu membuka
pandangan baru bahwa ras Arch hanyalah sebuah ras sampah yang dibenci di
antariksa. Keberadaannya sangat ditakuti, hal ini yang membuat Mantis tidak
mempunyai teman selain ras Arch itu sendiri.
Sebuah rencana yang ia pikirkan
sejak lama, untuk menyudahi semua kebiadaban ini kembali muncul. Kepalanya
sakit memikirkan beban ini, karena dia tidak mau jika harus mengkhianati
kaumnya sendiri. Tapi dilainhal, apa yang sudah rasnya lakukan memang telah
melebihi hukum alam. Sudah pantasnya Arch dihukum seberat-beratnya.
Jenderal Mantis yang sedang
menyerang pasukan militer Kasukabe, memilih untuk berbalik menyerang pasukannya
sendiri hingga tewas tak tersisa. Pasukan Kasukabe yang melihat kejadian aneh
itu dibuat heran, apa yang dia lakukan pada bangsanya sendiri?
Ketika Jenderal Mantis ingin
ditembak oleh delapan Pasukan Kasukabe, ia melemparkan bom asap kearah mereka.
Membuat tempat itu menjadi dipenuhi asap dan gelap. Kesempatan ini diambilnya
untuk melarikan diri, menuju arah pesawat utama, dan membunuh setiap ras Arch
yang ia temui di jalan.
*********
“Tak kusangka, kupikir aku sudah
membantai semua kaummu. Ternyata masih ada orang Poa terakhir. Aku sangat
bodoh, kenapa bisa terlewatkan satu ekor kutu Mars yang harusnya turut aku
musnahkan.” kata Hermis yang menyambut kedatangan Ralphie dan Viola.
“Tutup mulutmu, orang hina! Cukup
sudah kebiadabanmu berakhir sampai disini.”
“Hahaha, seekor kutu Mars ingin
membunuhku? Jangan membuatku tertawa!”
“Kau hanyalah seorang pengecut yang
kerjanya memerintah dibalik layar.”
Hermis merasa terejek dengan
ucapannya, ia membalas kekesalan itu dengan menginjakkan kaki ke tanah dengan
keras, membuat tanah yang menjadi pijakannya hancur.
“Jadi kau sudah siap ingin menjadi
fosil? Menghadapi kepunahan kaum Poa untuk selama-lamanya?” cibir Hermis pada
Viola.
“Lihat saja, kau akan menyesali
segala perbuatanmu.”
Satu buah kapsul berukuran medium
mendarat dari pesawat utama, dengan berukuran oval dan air yang berada di
dalamnya. Ralphie tiba-tiba syok melihat sosok yang berada dalam kapsul
tersebut.
“Airin?! Keparat! Lepaskan dia!”
teriak Ralphie dari kejauhan.
“Sepertinya kau yang akan menyesali
tindakanmu, orang Poa!”
Dari arah belakang kapsul, muncul
seorang wanita dengan seragam SMA yang telah kotor dengan darah disekujur
tubuhnya. Dilengan kanan menggenggam sebilah pisau tajam yang menjadi senjata
utamanya. Dialah sosok wanita yang ditakuti di sekolahnya, seorang wanita yang
telah membantai anggota geng berandalan di sekolah, Cindy.
“Apa?! Cindy? Kenapa kau berada disana?!”
Pria bertubuh seratus tujuh puluh delapan senti itu semakin syok dengan situasi
ini.
“Kau mengenalnya? Kurasa dia teman
dekatmu.” Hermis memandang Cindy yang sedang mengayunkan pisaunya. “Tapi
sekarang, sepertinya dia akan menjadi rivalmu!”
Ralphie dibuat semakin geram
dengannya, pergelangan tangan yang dikepal menunjukkan api kemarahan dengan
kian bergejolak. Setelah Airin dijadikan sandera, sekarang Cindy turut menjadi
korbannya. Inikah yang diceritakan Viola, salah satu makhluk yang bengis dan
tak kenal ampun.
Dia sendiri belum mengetahui apa
kekuatan yang dimilikinya sehingga makhluk dengan corak warna ungu gelap ini,
dapat menguasai berbagai planet pada antariksa.
Berbagai pandangan muncul, Hermis
pasti telah melakukan trik kotor, melihat caranya yang licik untuk menguasai
ekosistem Bumi dengan memamerkan teknologinya, dan menjadikan sebagai alasan
untuk memerdekakan manusia.
“Cindy! Apa yang kau lakukan
disana?” tanya Ralphie.
“Maafkan aku, tapi aku bukanlah
orang yang kau kenal lagi.” balasnya. “Aku sudah muak dengan manusia! Mereka
semua hina, dan pantas dilenyapkan!”
Ralphie terperanjat mendengarnya,
kenapa Cindy menjadi seperti ini. Apa faktor asmara yang telah membuatnya
menjadi gelap mata? Jika benar, rasa cinta yang dimilikinya sangat besar,
sehingga ia tidak sanggup menahan rasa sakit yang dimiliki karena melihat
Ralphie menjalin hubungan dengan Airin.
“Apa maksudmu? Kau tidak sadar bahwa
kau sendiri adalah bagian darinya?”
“Sayangnya tidak, aku bukanlah
manusia. Sosok Cindy telah tiada, ia telah lenyap bersamaan dengan cinta kelam
yang dimiliki.” Cindy menjawab dengan wajah yang flat, tidak dipenuhi ekspresi.
Hermis kemudian maju dua langkah
berada disamping Cindy, membersihkan pakaiannya dari debu jalanan.
“Aku menemukannya di jembatan yang
menjadi penghubung antara dua kota. Ia sedang membunuh dan menyayat bangsanya
sendiri dengan pisau. Melihat keadaan ini, aku menganggap kalau dia bukan lagi
bagian dari bangsanya. Maka dari itu kuajak dia untuk bergabung.” Raja Hermis
menepuk-nepuk pundah Cindy. “Dia pula yang akan menghabisimu, pria Bumi!”
Hubungan asmara mereka nampaknya
sangat serius, kalau saja Ralphie tahu semuanya akan jadi seperti ini, ia lebih
memilih menembak Airin dirumahnya, atau pada gedung mall bertingkat, bukan
disekolah.
“Cepat habisi pria itu!” perintah
Hermis padanya.
Wanita itu dengan sigap langsung
berjalan menghampiri Ralphie dan Viola. Disaat ia ingin mulai menghentakkan
kakinya ketanah dan mulai berlari, muncul tembakkan dari arah timur berada
tepat didepannya. Mementalkan Cindy beberapa meter karena radiasi ledakannya.
Semua mata tertuju pada sumber tembakkan itu, berasal dari seorang yang sangat
membenci bangsanya sendiri, sama seperti Cindy membenci manusia, terutama orang
yang telah membuat hidupnya dipenuhi penderitaan.
Jika memang Ralphie harus melawan
temannya sendiri, lebih baik ia mengalah. Karena dia tidak mau menyakiti
wanita. Itulah prinsipnya sejak kecil yang diajarkan orang tua. Mengalah itu
bukan kalah, melainkan menang secara hakiki.
“Jenderal Mantis! Apa yang kau
lakukan?” Hermis terperangah melihat kehadirannya.
“Cukup sudah permainan berakhir
sampai disini!” Mantis beranjak kearah Viola dan Ralphie.
“Dasar keparat! Berani-beraninya kau
mengkhianatiku. Kau, cepat habisi dia!” Hermis memerintah pada Cindy.
Awalnya Ralphie kira kalau Cindy
akan melawannya, situasi telah berubah. Ia tidak perlu melawan temannya
sendiri. Meskipun dia tidak tega jika temannya harus terluka melawan makhluk
dengan bobot besar ini.
Rasanya tidak adil jika Jenderal
Mantis melawan makhluk jelata seperti Cindy yang memakai pisau, dengan sebilah
pedang panjang. Derajatnya bisa turun saat Mantis melakukan itu.
Ia mengambil sebilah pisau berwarna
hitam dari saku celananya. Sebuah senjata yang terbuat dari Baja dengan paduan
Nikel lima persen. Dari sebuah pertambangan di Dark Planet. Unsur bajanya
sangat keras, membuat pisau itu sulit patah. Motifnya yang indah membuat Mantis
jatuh cinta dengan benda ini, meskipun ia lebih suka mengenakan pedang.
Kedua belah pihak telah bersiap
untuk memulai serangan, api semangat telah berkobar di kedua bola matanya.
Mengartikan rasa kebencian dari tiap pihak terhadap bangsanya sendiri. Mereka
merasa seperti dikhianati, tapi mengapa harus ia yang mendapatkan julukan itu.
Ia ingin hidup lebih layak, bersama dengan orang yang disayang tanpa ada
pertikaian diantara mereka. Semua telah terjadi sesuai dengan alurnya, Tuhan
telah menetapkan takdir mereka akan menjadi penghianat seperti ini. Meskipun apa
yang mereka lakukan adalah benar, belum tentu bagi pihak lain perbuatannya
disebut sebagai pahlawan.
Cindy gadis berusia tujuh belas
tahun dengan fisik yang kuat. Meskipun bobotnya hanya empat puluh lima
kilogram, ia bisa melumpuhkan pria bertubuh besar dengan tendangan mautnya.
Dari kesekian banyak ekskul disekolah, ia hanya fokus tertuju pada ekskul
karate. Entah mengapa wanita secantik dia memilih kegiatan yang kasar seperti
itu. Rasanya tak pantas jika wanita selembut Cindy mengikutinya, berlatih
seperti layaknya atlet bela diri yang tangguh. Dua tahun semenjak awal dia
memasuki kegiatan itu, kini Cindy telah mencapai gelar sabuk cokelat. Sebuah
tingkatan yang hampir mencapai level sempurna. Hanya perlu satu kali ujian
kenaikan sabuk lagi, ia bisa mendapatkan gelar sabuk hitamnya. Menandakan bahwa
ia telah pantas menjadi ahli karate yang unggul.
Beberapa orang yang tidak mengetahui
kehidupan Cindy lebih dalam, membully Cindy hanya karena tingkah lakunya yang
aneh. Tapi untuk yang mengetahuinya tidak pernah berani untuk menggangunya, karena
jika harus dilakukan, sama saja seperti memasuki kandang singa. Siapapun yang berani
berurusan dengannya, ia akan binasa. Syukur jika Cindy hanya melenyapkan orang
itu dari pandangannya, tapi kalau ia sudah mencapai batas kesabarannya, bisa
saja Cindy membinasakan orang tersebut dari dunia. Siapa sangka dari sosok
Cindy Herdiana yang pendiam, tidak banyak bicara, dan kurang bergaul ini
tersimpan sesosok makhluk menyeramkan yang sewaktu-waktu dapat bangkit untuk
melahap habis para manusia-manusia sampah pembully dirinya.
“Majulah! Jika kau sanggup mengalahkanku.”
ajak Mantis pada Cindy.
Meski dalam situasi seperti ini,
ekspresi wajah Cindy tetap saja sama. Terlihat begitu tenang, seperti tidak
terjadi apa-apa. Dari raut wajahnya pun tidak tampak rasa akan takut mati, ia
seperti telah siap untuk menerima ajalnya. Ralphie sempat heran mengapa wanita
Psikopat seperti dia bisa sampai suka dengan dirinya?
Cindy mulai berlari menghampiri
Mantis, menusukkan pisaunya kearah perut lawan. Dengan sigap Mantis menepis
serangannya, menimbulkan bunyi desingan pisau yang beradu satu sama lain.
Mereka saling menyerang menusuk lawannya dengan penuh emosi yang tak
terbendungkan. Keduanya telah dipenuhi aura pembunuh, membuat mereka tidak
pernah ragu untuk melakukan penyerangan terbaiknya. Meskipun bobot Jenderal
Mantis dua kali lebih besar dari Cindy, ia bisa mengimbangi serangannya. Walau
terkadang Cindy kewalahan menahan pukulan Mantis yang dilontarkan kearah
wajahnya.
Kedua insan ini sama hebatnya, pola
serangan mereka sangat sempurna. Ralphie yang menyangka Cindy hanya orang lemah
nyaris dibuat tidak percaya dengan kejadian yang turut terjadi hari ini antara
mereka berdua. Semuanya berlangsung begitu cepat, terutama dengan korban yang
terus berjatuhan, seolah hari ini adalah akhir dari dunia.
Pada serangan Mantis berikutnya,
Cindy berhasil menahan tusukan itu, lalu mengambil kesempatan untuk memukul
perut lawan keras-keras. Membuat tubuhnya sedikit melemah, dan Cindy kembali
melakukan serangan beruntun dari teknik beladiri Karate yang dikuasainya.
“Boleh juga, ternyata kau cukup
tangguh.” Jenderal Mantis mengusap darah yang keluar dari bibirnya.
“Kau tidak ada apa-apanya bagiku.
Meskipun kau sangat besar, hal itu tak akan membuatku gentar sedikitpun.”
“Sombong sekali! Perkataanmu harus
dijadikan apresiasi. Haha.”
Karena merasa sangat percaya diri,
Cindy kembali menyerang Mantis tanpa perencanaan terlebih dahulu. Ia sangat
gegabah dalam mengambil pola serangan, semua didasarkan atas aura pembunuhnya. Dan
hal ini membuka peluang bagi Mantis untuk melakukan serangan terakhir.
Mantis menepis lengan kanan tempat
Cindy memegang pisaunya dengan keras. Pisau yang berada digenggamannya turut
terlempar dan Mantis memukul wajah Cindy teramat sangat keras tepat mengenai
batang hidungnya. Wajahnya mengeluarkan darah, ia pun terpental lalu tersungkur
ke tanah. Sosok Cindy yang sombong itu kini telah tumbang hanya dengan satu
pukulan saja. Siapa sangka kalau perkataannya barusan adalah kunci akan kekalahannya.
Ia telah terjerumus kedalam egonya sendiri, mengakibatkan batinnya menjadi
lemah, dan mudah untuk di kalahkan. Kesombongan hanya akan membawa kekalahan,
mereka akan lengah karena terlalu percaya diri dan menganggap musuh hanyalah seekor
tikus kecil yang mudah untuk dibunuh. Mereka yang menyaksikan pertarungan
dibuat diam tak berkata. Hermis tidak menyangka jika jagoannya tumbang dengan
cara memalukan seperti itu. Dia orang yang bodoh, tidak memikirkan seperti apa
kemampuan Mantis. Tentu saja Cindy bukanlah tandingannya. Karena Mantis adalah
pasukan terbaik dari kesekian banyak prajurit andalannya.
“Aku tidak bisa tinggal diam.
Terpaksa harus turun tangan melawan makhluk lemah seperti kalian.” Hermis mulai
maju, menyingkirkan Cindy dari arena tanpa menyentuhnya.
“Kau, makhluk berwarna hijau.
Minggirlah. Biar aku yang menghadapinya.” Ralphie melangkah maju memasuki
arena.
“Kau yakin dengan pilihanmu? Hermis
bukanlah tandinganmu.” kata Mantis meyakinkan.
“Jangan cemas, Dewa Arceus selalu
melindungiku.”
Tanpa penolakan lagi, Mantis kini
mundur menuju Viola, dan Ralphie kini menghadapi ajalnya. Meskipun ia memiliki
Pedang Gram pemberian Dewa Arceus, tidak membuat fisiknya menjadi kuat dan
menjadi tangguh dalam pertarungan. Sumber kekuatannya hanya berada di
lengannya, bersama dengan sebilah pedang panjang pemberian Dewa alam semesta.
“Kau akan menyesali tindakanmu ini,
makhluk jelata! Beriaplah menghadapi kematianmu.” Hermis sama sombongnya dengan
Cindy. Mungkinkah ia akan termakan oleh ucapannya sendiri juga?
Ralphie merapihkan penutup
kepalanya, ia tidak mau jika matahari membuatnya lemah saat melawan Hermis.
Karena disaat ia tengah terbakar oleh panas sinar mentari, ia tidak bisa
bergerak banyak, kemampuannya melemah, dan hal ini membuka celah bagi musuh
untuk membunuhnya.
Dia mengunuskan pedangnya kearah
Hermis, menembakkan satu sinar cahaya panas kearah musuh. Hermis mengulurkan
lengannya kedepan, menciptakan sebuah perisai transparan yang kokoh. Tembakan
itu tidak bisa sedikitpun menyentuh tubuhnya.
Sambil menahan serangan beruntun
Ralphie, Hermis menggerakkan bebatuan besar lalu melemparkannya dengan
kecepatan penuh kearah lawan. Dengan reflek yang bagus, Ralphie menembakkan
bebatuan itu lalu menghancurkannya berkeping-keping.
“Telekinesis, ya. Aku tidak percaya
kemampuan itu nyata. Kupikir hanya sebatas buaian belaka.” ujar Ralphie yang
menatap lawannnya dengan tatapan dingin.
“Tak ada yang bisa mengalahkanku
dengan kemampuan ini, meskipun ia orang yang paling kuat di alam semesta.”
“Oh, bagaimana jika lawanmu orang
yang menciptakan alam semesta ini?”
“Apa maksudmu?” tanya Hermis heran.
“Kau tahu, pedang yang kugenggam ini
adalah sebuah senjata terkuat di alam semesta? Sebuah senjata suci pemberian
Dewa Arceus sang penguasa alam semesta.”
“Apa?? Jadi itukah, senjata
legendaris yang diceritakan sejarah, Pedang Gram?!” Hermis terbelalak, kedua
bola matanya membesar. “Bagaimana bisa makhluk lemah sepertimu memilikinya?”
“Dewa Arceus tidak memberikan pedang
ini pada orang terkuat di dunia, melainkan pada makhluk yang akan
menggunakannya untuk kedamaian galaksi. Jika kau menginginkan benda ini, lebih
baik berkaca terlebih dahulu. Kau terlalu hina untuk bisa mengenakannya.”
“Cih! Sombong sekali. Akan kurebut
pedang itu sekarang juga!”
Hermis meningkatkan kemampuannya. Bergerak
dengan cepat melemparkan benda-benda disekitar kearah Ralphie. Mencari celah ke
berbagai arah untuk melumpuhkan lawannya dengan satu hantaman saja. Siapa
sangka, kemamuan bertarung yang Ralphie pelajari dari video game, sangat
berguna kini. Ia bisa mengetahui taktik pergerakkan musuh hanya melalui
hentakkan kakinya.
“Kena kau!”
Ralphie menebas pinggul Hermis
dengan pedangnya. Gerakan Hermis yang sangat cepat dapat dibaca olehnya.
“Sial! Bagaimana kau bisa membaca
pergerakkanku.” sang raja meringis menahan luka di pinggulnya.
“Pengguna Telekinesis hanya
menggunakan kekuatannya dalam bertarung. Ia sangat mengandalkan kemampuannya
itu. Terlalu percaya diri, dan biasanya fisik para Esper sangat lemah. Meskipun
kau terlihat gagah dengan tubuh besarmu, tidak menutup kemungkinan kalau kau
makhluk yang lemah!”
“Haha. Aku hanya bermain-main tadi,
sepertinya harus kutunjukkan kekuatanku yang sebenarnya.”
Suasana menjadi dingin, angin mulai
berhembus dengan kencang. Berbagai objek yang berada di sekitar berterbangan
kedalam pusaran angin topan yang mengelilingi sang Esper. Dalam hitungan
ketiga, Hermis melontarkan objek-objek itu kearah Ralphie. Dengan sigap Ralphie
melakukan serangan yang sama ketika melawan Gigantes. Dia menahan tombol pada
Pummel, lalu menembakkan sinar cahaya panas dengan kekuatan besar kearah makhluk
itu. Secepat kilat Hermis berada di belakang Ralphie, pria itu terkejut dan
langsung menghentikan tembakkannya, kemudian berbalik lalu memukul wajah Hermis
sangat keras. Mementalkannya dengan jarak yang sangat jauh.
Siapa sangka ternyata sihir yang
diberikan Viola pada Ralphie bisa sekuat ini. Lengannya seolah menjadi senjata
paling mematikan. Hanya dengan satu pukulan saja Hermis tumbang.
Semua warga yang menyaksikkan
pertarungan ini mulai keluar dari persembunyiannya. Suasana yang sunyi kini
menjadi riuh. Bersamaan dengan pesawat jet pasukan Militer Kasukabe yang turut
serta merayakan kemenangan ini.
Kini
bumi telah aman, sang pengganggu telah lenyap.
Kota Java seolah memiliki pahlawan
baru, seorang pengidap Heliophobia
akut yang takut dengan solar sistemnya sendiri. Ralphie beruntung bisa bertemu
dengan Viola, seorang Dryad cantik dengan kulitnya yang putih pucat.
Ralphie bergegas menghampiri kapsul
tempat menyimpan Airin, lalu mengeluarkan pasangannya itu dari dalam. Airin
berada di pangkuan kekasihnya, ia telah aman kini. Bersamaan dengan suara
tepukkan warga sipil, dengan perlahan ia membuka matanya, lalu mengeluarkan air
mata karena terharu ia bisa diselamatkan oleh kekasihnya sendiri. Betapa bahagianya
dia memiliki Ralphie. Seorang pria yang biasa saja, namun terlihat spesial di
hati Airin.
Mereka berpelukan dalam suasana
haru, dan mereka kini dapat kembali bersama menjalin hubungan cintanya tanpa
ada pengganggu lagi.
8
Penghargaan
Semuanya telah berakhir, walaupun
harus mengorbankan sekian banyak nyawa yang berjatuhan. Mereka telah sadar
bahwa kota ini perlu dibangun kembali menjadi kota yang lebih berbobot. Bersama
dengan warganya yang lebih taat akan peraturan, dan melahirkan generasi penerus
bangsa cerdas, mampu membawa negeri ini menjadi pusat panutan bagi negara
lainnya.
Di tengah kerumunan orang banyak dan
pasukan Militer Kasukabe, Presiden Celt memberikan sebuah piagam penghargaan
pada Ralphie dan Viola sebagai apresiasi atas tindakannya yang mulia. Namanya
harum dan terkenal sebagai sosok pahlawan Bumi. Ralphie yang awalnya pria biasa
saja, kini telah mendapatkan julukan seorang pahlawan. Disenangi orang banyak,
merasa di perlukan, dan di idolakan oleh banyak wanita.
Meskipun kini mereka tengah menjadi
Selebriti, tidak membuat Ralphie sombong dan melupakkan Airin sebagai
kekasihnya. Ia tetap setia pada pasangannya itu. Kini mereka menatap langit
bersama, menyongsong kehidupan baru yang lebih baik. Kematian ibunya adalah
akhir dari penderitaan ini. Membawa manusia kepintu gerbang menuju antariksa.
Bertahun-tahun setelah penyerangan
itu terjadi, kini Bumi telah berubah menjadi planet yang sangat maju dalam
bidang teknologi. Para astronot telah diberangkatkan ke berbagai planet untuk
mencari planet baru yang layak huni. Dan planet merah, Mars. Telah terbuka oleh
umum dan layak untuk dihuni. Hanya dikenakan biaya tiga milyar untuk orang yang
ingin tinggal disana. Pada Kota Argadia di Mars, terdapat sebuah kubah
transparan yang melindungi kota dari jahatnya siklus diluar. Dan kini Mars telah
menjadi tempat baru bagi warga sipil pindahan dari Bumi.
Keadaan planet Bumi terlihat semakin
biru dari planet Mars. Terlihat lebih indah karena perkembangan teknologinya
yang sudah maju. Ejekkan dari ras Arch pada beberapa tahun lalu menjadi motivasi
bagi manusia, membawakan hasil dan membuat ras yang awalnya di ejek sebagai
makhluk primitif, berubah menjadi makhluk cerdas dengan teknologi maju. Terbang
kesana kemari mengitari antariksa. Karena mereka, akan terus berusaha membangun
bangsanya, hingga dapat menciptakan sebuah gerbang yang dapat membuat mereka
melakukan perjalanan Antariksa dengan waktu yang singkat.
-
The
End
0 komentar:
Posting Komentar