Featured Post Via Labels

Instagram Photo Gallery

24 Okt 2016

Gerbang Antariksa

Share & Comment


Yusril Takeuchi

Gerbang Antariksa

Diterbitkan secara mandiri
melalui yusriltakeuchi.blogspot.com

Credits

Oleh: Yusril Takeuchi
Copyright © 2016 by Yusril Takeuchi

Penerbit
Yusril Takeuchi
yusriltakeuchi.blogspot.com
yusriltakeuchi@gmail.com

Desain Sampul:
Yusril Takeuchi

Diterbitkan melalui:
yusriltakeuchi.blogspot.com


1
Siasat

Inilah kamarnya, berukuran luas bersih tujuh ribu lima ratus sembilan belas meter persegi, meliputi panjang dua koma tujuh lima dan lebar tiga meter persegi. Dengan satu kasur tidur di lantai, sebuah lemari pakaian yang di lengkapi cermin bundar berukuran sedang yang menempel di pintu, meja belajar, dan rak buku tempat penyimpanan seluruh buku pelajaran dan koleksi novel yang di milikinya di letakkan. Ia hidup di keluarga yang sangat sederhana, dengan kebutuhan yang pas-pasan tentunya. Ralphie tinggal di kota Java bersama dengan ibunya tercinta. Ia anak yatim, ayahnya meninggal lima bulan yang lalu karena tragedi kecelakaan yang tragis. Hal itu terjadi saat siang hari, ketika berada di persimpangan jalan, Ayah Ralphie melihat kucing malang yang menyeberang, tetapi sangat membahayakan. Dengan keadaan jalanan yang masih ramai kendaraan, di tambah dengan datangnya truk besar bermuatan mesin jahit melaju dengan kecepatan tinggi ke arah kucing tersebut. Melihat dari keadaan itu, Ayah Ralphie dengan sigap berlari menghampiri untuk menyelamatkannya, ia telah berusaha berlari secepat mungkin. Ketika kucing telah berada di genggamannya, ia melempar kuat-kuat ke arah semak-semak. Memang nyawa kucingnya selamat, namun tidak dengannya. Ayah Ralphie tertabrak truk besar itu dan mementalkannya beberapa meter dari lokasi kejadian. Keadaan yang awalnya sunyi dan tenang berubah menjadi riuh. Semua orang berdatangan menghampiri untuk melihat. Supir truk yang gagal melarikan diri akhirnya berhasil di bekuk warga untuk di laporkan ke kantor polisi. Sedangkan nyawa Ayahnya tak terselamatkan. Ia langsung tewas di tempat seketika dengan tubuh berlumuran darah. Terkadang memang perlu sebuah pengorbanan untuk menyelematkan sesuatu, dan terkadang pula hal itu akan mendatangkan kesedihan mendalam.

            Tak ada kegiatan spesial yang di lakukan anak ini setiap harinya. Selepas sepulang sekolah, ia hanya berada di dalam rumah hingga esok pagi hari datang kembali. Ia hanya keluar sesekali, untuk suatu hal yang di anggapnya penting. Ralphie berbaring di atas kasurnya dengan kaki yang di angkat ke atas kursi kecil. Hanya tertidur, bermain permainan konsol, dan membaca novel, itulah kegiatan yang biasa ia lakukan sehari-hari. Terkadang ia menginginkan untuk bermain bersama teman-temannya di luar, sangat di sayangkan ia tidak bisa melakukannya pada siang hari. Ia membenci siang, dan sangat menyukai malam. Baginya sinar rembulan lebih baik di bandingkan matahari. Karena bintang panas itu hanya membawa rasa sakit bagi dirinya.
*********

            Di lorong tangga yang menjulang tinggi ke atas, terdengar suara panggilan ibu Ralphie yang memanggil.
            “Ralphie! Kesini sebentar nak.”
            Mendengar panggilan ibunya, Ralphie langsung bangun dari tempat tidurnya, membuka pintu dan menuruni anak tangga menuju dapur. Ia menghampiri ibunya yang sedang memegang sebilah pisau tajam di lengan kanannya, sambil menyayat-nyayat kulit ikan mas yang berada di atas ember berwarna hitam pekat.
            “Ada apa, bu?” tanya Ralphie dari arah belakang.
            “Malam ini kita akan makan ikan, tapi ibu lupa untuk membeli sayur mayur sebagai pelengkap menu masakannya. Mungkin karena ibu yang ceroboh dan tidak teliti saat berbelanja, sehingga melupakan bahan pokok yang wajib ada pada hidangan kita nanti.”
            “Jadi, aku harus membeli sayuran itu? Pada siang hari ini? Mengapa tidak nanti malam saja.” keluh Ralphie.
            “Memang mau kapan lagi? Kita akan makan pada malam hari nanti, sedangkan kamu membeli sayurannya pada malam hari pula. Jangan ngawur kamu!” balas ibunya.
            Ibu Ralphie merogoh saku bajunya, mengambil sebuah dompet dan mengeluarkan selembar uang kertas untuk belanja, lalu memberikan pada anaknya.
            “Ini uangnya, belanjakan sayuran seperti biasa ibu suruh. Dan perlu kuperingatkan kembali, jangan memakai uang kembalian untuk membeli novel! Ingat, kau sudah dewasa. Belajarlah untuk lebih menghargai amanah orang lain.” cetus ibu Ralphie.
            “Baiklah, baiklah. Aku tidak akan melakukannya lagi, percayalah padaku, ibu.” gumamnya kesal.
            Entah mengapa pada hari minggu, ibu sungguh menyebalkan. Sebab Ralphie lebih sering di suruh berbelanja pada siang hari. Dan itu membuatnya kesal. Jika hari-hari biasa, mulai dari senin sampai sabtu, ibu Ralphie pergi bekerja di kantor dari pagi hari hingga sore. Lalu membeli makanan cepat saji untuk persediaan beberapa hari yang di letakkan di dalam kulkas.
*********

            Ralphie mengambil hoodie kesayangannya di dalam lemari, lalu mengenakannya dan bergegas menuju pintu keluar rumah. Di luar zona perlindungannya yang aman, ia mengenakan penutup kepala hoodie untuk melindungi kepalanya dari sinar matahari langsung, dan memasukkan kedua tangan ke saku hoodienya lalu berjalan sambil menunduk kearah bawah. Ia selalu berjalan dengan cara seperti itu setiap harinya, disaat sinar panas mentari masih merajai siang. Mungkin bagi orang pada umumnya, sinar matahari adalah sebuah kebahagiaan, karena terdapat kehangatan di dalamnya. Tapi berbeda pandangan dengan pria yang satu ini, jika ia terkena paparan sinar matahari secara langsung, justru akan membuatnya sangat kesakitan.
            Ralphie berjalan menyisiri jalanan perkampungan yang sepi, melewati taman kecil yang biasa di pakai anak-anak bermain. Terkadang tempat ini di jadikan pangkalan preman cilik yang gemar memalak anak-anak yang lugu nan polos disana. Jika mereka tidak mau membayar, maka luka lebam akan memenuhi seluruh wajahnya. Memang lingkungan rumahnya tidak terlalu baik, terkadang banyak anak-anak perempuan yang menjadi pelacur demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan bagi pria remaja yang beranjak dewasa, lebih memilih menjadi preman pasar. Itu salah satu alasan utama mengapa Ralphie tidak suka bergaul dengan teman-teman sebaya di lingkungannya. Karena setelah ia tahu keburukan mereka semua. Ya, mereka memang akrab saat kecil. Bermain bersama, membolos dari sekolah, dan menjahili tetangga hingga di marahi habis-habisan. Semua tak berjalan seperti layaknya lagi. Ralphie sudah beranjak dewasa, ia telah bisa menentukan mana yang baik dan buruk untuknya. Pilihan untuk tidak bergaul dengan teman di lingkungannya, adalah keputusan terbaik yang telah ia buat.
            Sebenarnya keadaan kota ini tidak buruk, justru terbilang bagus. Hanya saja untuk bagian perkampungannya sungguh mengkhawatirkan. Sangat membahayakan dan tidak pantas untuk membesarkan anak disana. Di tambah jika pengawasan orang tua yang kurang, bisa-bisa anak itu terbawa pergaulan yang tidak benar. Kota Java adalah kota yang indah, dengan susunan dekorasi jalanan yang rapih, gedung-gedung bertingkat di mana-mana, taman kecil dan pepohonan di letakkan pada tempat yang sesuai. Setiap kota pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, kita sebagai manusia yang mendiami suatu wilayah, harus bisa menerima dengan lapang dada dan menjalaninya dengan sebaik mungkin. Patuhi peraturan, jauhi larangan.
*********

            Jauh di antariksa yang luas, dengan jarak jutaan tahun cahaya dari bumi. Terdapat gerombolan perompak yang gemar menyinggahi planet-planet kecil, lalu merampas sumber daya alamnya habis-habisan. Mereka membunuh penghuni asli planet tersebut, dan membangun pangkalan militer pada setiap planet yang berhasil di kuasainya. Komplotan itu sangat di takuti di jagat raya. Mereka sangat kejam, bengis, kasar, dan tak kenal ampun. Jangan pernah memohon padanya, karena permohonan berarti simbol kekalahan kaum yang di jajah. Beberapa kaum yang di culik di jadikan kelinci percobaan untuk penelitian yang di lakukan Professor Lupin. Dia pemimpin selaku Laboratorium Arch Corp. Disana mereka menciptakan berbagai teknologi baru yang lebih kuat, lebih canggih dan mematikan! Arch terbilang ras yang sudah maju dalam perkembangan teknologinya. Setiap orang Arch yang memiliki otak jenius akan di masukkan ke dalam Arch Corp untuk membantu penelitian, mengambangkan teknologi baru yang lebih mengesankan. Sedangkan bagi yang memiliki fisik kuat, mereka akan di latih untuk menjadi pasukan militer Arch.
           
            Pintu ruang kerajaan terbuka, seorang wanita kaum Arch datang menghampiri paduka raja yang duduk di atas singgah sananya yang megah. Ia komandan pasukan Arch, Jenderal Mantis. Satu-satunya wanita Arch yang berkulit hijau. Ras Arch cenderung mempunyai kulit berwarna ungu gelap, dengan daun telinga yang panjang bagai elf. Untuk Arch pria biasanya terdapat satu tanduk seperti tanduk unicorn di dahinya, yang melambangkan kegagahan mereka, sekaligus senjata untuk menyerang musuh.
            Dark Planet di pimpin oleh orang bernama Hermis. Salah satu orang Arch terkuat yang pernah ada. Kekuatannya sangat luar biasa, sehingga tak ada yang bisa menandinginya. Sistem perekonomian di Dark Planet juga sangat stabil. Pekerja yang melakukan pekerjaannya dengan baik akan mendapatkan upah lebih. Setiap anak-anak Arch yang masih muda bersekolah di pusat pembelajaran Arch dan di bimbing oleh guru sebuah Tikovak. Robot yang cerdas dan mampu menjadi alternatif guru untuk mereka.
            “Hormat saya, yang mulia paduka.” Mantis memberi hormat dengan membungkukkan badan.
            “Mantis, apa kau membawa kabar bagus untukku?” tanya pemimpin Arch.
            “Saya membawa keduanya.”
            “Kalau begitu, aku ingin mendengar kabar buruknya terlebih dahulu.” jawab sang raja
            “Tikovak-47 kembali mengalami sistem error. Ia menyerang anak-anak dan membuat kekacauan di sekolah.” kata Mantis dengan kepala yang sedikit menunduk ke bawah.
            “Apa sudah di tangani?”
            “Sudah, yang mulia. Tikovak-47 telah di bawa menuju bengkel untuk diperbaiki.”
            Hermis mengambil sebuah gelas yang berada di meja kanannya, meminum cairan merah yang sangat pekat. Itu sebuah darah, lebih tepatnya darah kaum Zoa yang di bunuh, di makan dagingnya dan di minum darahnya. Kaum Arch termasuk sebagai kaum pemakan daging. Selain menyerang planet untuk mengambil sumber daya alam dan menculik penghuni asli planet tersebut, mereka juga membunuh dan memakannya satu persatu. Meskipun tidak semuanya pemakan daging, sebagian masih ada yang vegetarian.
            Hermis bangkit dari tempat duduknya, datang menghampiri Jenderal Mantis yang masih tertunduk pada rajanya.
            “Bagus, bagaimana dengan kabar baiknya?” Hermis mengelus rambut Mantis yang lembut dan terurai.
            “Sa… Saya mempunyai target planet baru yang cocok untuk kita rampas, paduka.” jawab Jendral Mantis dengan terbata-bata, tangan paduka masih menggerayangi rambutnya.
            “Tunjukanlah, Jenderal Mantis.”
            Jenderal Mantis bergerak menuju depan bangku singgah sana Raja Hermis, menekan tombol dari sebuah remot khusus dan mengeluarkan hologram tiga dimensi. Pada layar, terdapat sebuah planet yang indah, kekayaan alamnya begitu melimpah, dan memesona!
            “Sangat menarik, planet apa itu? Dengan sekali lihat saja, aku bisa mengira kalau planet tersebut adalah harta karun untuk kita.” kata Raja Hermis pada Jenderal Mantis.
            “Planet ini biasa disebut dengan, Bumi. Dengan lama revolusi tiga ratus enam puluh lima hari. Sangat stabil untuk menampung rakyat kita,  bukan?” tawa kecil Mantis.
            “Kau benar, Mantis. Setelah kupikir-pikir planet ini sangat indah. Dan kita tidak boleh melewatkan yang satu ini.” Raja Hermis merapihkan pakaiannya. “Cepat persiapkan pasukkan untuk rencana kita, aku akan menemui Professor Lupin.”
            “Baik, yang mulia Raja Hermis.” Jenderal Mantis langsung berjalan meninggalkan ruangan.
            Hermis berjalan menuju Laboratorium Arch Corp, setiap orang yang melewatinya selalu membungkuk memberikan hormat, tak ada dari mereka yang sampai lupa untuk tidak melakukannya.
            “Ah, yang mulia raja. Hamba sangat bersenang hati karena anda mau meluangkan waktu untuk melihat-lihat isi laboratorium utama ini.” Professor Lupin menoleh ke arah Raja Hermis.
            “Professor, bagaimana perkembangannya? Apa sudah siap untuk melakukan pengujian?”
            “Beberapa mata-mata kita telah dikirimkan, dan hasilnya sesuai dengan rencana. Sekarang mereka tengah mengamati keadaan sekitar.” Professor berjalan menuju tembok dinding raksasa, menekan sebuah tombol merah yang berada di dinding. Muncul layar hologram tiga dimensi, memperlihatkan keadaan lingkungan bumi yang damai, tenang, tentram, dan dihuni oleh orang-orang yang berlalu-lalang dengan cepat, dan beberapa kendaraan dijalanan. “Hasilnya sudah dapat kita lihat, yang mulia. Mereka adalah, Manusia.” Professor menunjuk-nunjuk ke arah gadis kecil yang sedang memakan es krim di taman, sendirian.
            “Mereka tidak terlihat begitu kuat, hanya kaum primitif! Kesempatan besar bagi kita, untuk menghancurkan mereka dengan sangat mudah. Haha.” tawa kecil Raja Hermis terdengar melengking di seisi ruangan. “Tapi, tunggu. Benda apa itu yang memiliki empat roda dan melaju dengan cepat?”
            “Benda itu mereka sebut dengan, kendaraan. Mereka menggunakannya untuk berpergian. Sama fungsinya seperti CYL-44. Hanya saja CYL-44 tidak memiliki roda dan melesat dengan kecepatan roket.” jawab Professor Lupin.
            “Bagaimana dengan senjata yang mereka miliki? Kau berhasil mendapatkan informasinya?” tanya Raja Hermis lagi pada Professor.
            “Tentu, yang mulia. Kami berhasil mendapatkannya berkat mata-mata khusus yang kita miliki.” layar monitor mengganti kamera, memperlihatkan pangkalan militer Kasukabe dengan berbagai kendaraan perang yang mereka miliki. “Mereka mempunyai tank, pesawat jet tempur, senapan angin, tembakan roket peluncur, basoka, dan beberapa senjata api lainnya.”
            “Hahaha! Dasar primitif! Senjata mereka sangat kuno! Kita bisa menaklukkannya dengan sangat mudah.” tawa Raja Hermis semakin lama kian membesar melengking di seisi ruangan Laboratorium. “Baiklah, Professor. Segera jalankan rencana kita. Aku tak mau bertele-tele untuk ini.”
*********

2
Kejutan     

            Terlihat wajah Ralphie yang cemberut saat mengambil beberapa sayuran ke keranjang belanjanya. Dalam hati ngedumal, mengapa hari ini aku tidak seberuntung biasanya? Padahal serial novel Harry Potter yang baru telah rilis! Aku benar-benar penasaran bagaimana kelanjutan cerita dari anak Harry bernama Albus Severus Potter memasuki sekolah Hogwarts untuk pertama kalinya, dan bagaimana si rambut belah, Draco Malfoy membimbing keluarganya. Apa menjadi sejahat dirinya, atau justru sebaliknya?
            Semua barang telah dibeli, kini waktunya Ralphie kembali pulang kerumah, tanpa membawa satupun novel seperti biasanya ia lakukan. Diperjalanan pulang, ia melihat sebuah rak buku Nova K-5 dengan tampilan yang sangat mengagumkan! Oh tidak, aku telah tergoda kali ini. rak buku yang sangat aku inginkan, mengapa kau hadir disaat keuanganku sedang kritis?! Ketusnya dalam hati. Rak buku yang ia miliki memang sudah terlalu kusam, dengan beberapa bagian cat yang telah terkelupas, kaki rak buku yang sudah keropos dimakan rayap, dan tampilan seluruh rak yang sudah sangat kumuh. Seperti sebuah rak buku yang diambil dari gudang toko buku bekas. Kuharap suatu saat nanti aku akan memilikinya, lihat saja itu! Ancamnya dalam hati.
            Ralphie keluar dari mall, melewati trotoar dan memasuki gang sempit dengan kepala yang ditutupi penutup hoodie miliknya. Disana ia heran, melihat keadaan gang yang sangat berantakan, seperti pernah terjadi pembantaian keji disini. Darah bercucuran dilantai, barang-barang boks, kayu berserakan dimana-mana. Keadaan tempat itu memang sepi, sangat sepi dan sunyi. Tidak terdengar suara orang dan kendaraan satupun disini. Namun seketika, ia mendengar suara langkah kaki berjalan mendekatinya. Ralphie langsung panik dan mencari tempat persembunyian ke dalam loker besi tua yang sudah berdebu. Betapa terkejutnya ia, saat melihat makhluk yang sangat aneh berada didepannya. Ralphie mengintip melalui sela-sela loker dan memperhatikan makhluk setinggi empat kaki dengan kulit berwarna ungu, berbadan tegap dan satu buah tanduk hitam di dahinya. Mereka juga mengenakan baju perang dan senjata yang terlihat aneh dimatanya. Seperti pistol laser yang mengeluarkan cairan laser dengan sangat panas!
            Ralphie menatap keadaan ini ngeri, mereka menyeret seorang pria dewasa yang telah mati, lalu memakannya dengan sangat lahap! Ralphie menutupi mulutnya, tak sanggup melihat kejadian ini. Ia ingin muntah, dan berlari sekencang-kencangnya melarikan diri dari tempatnya, tapi langkahnya terhenti setelah ia tahu bahwa itu hanyalah bunuh diri. Mereka mencabik-cabik tubuh manusia itu, memakan organ dan daging manusia yang digenggamnya. Wajah mereka dipenuhi darah yang amis, darah yang masih segar. Salah satu dari mereka meminumnya dengan sangat haus. Seperti orang yang habis berlari lima kilometer.
Dan setelah semuanya selesai bersantap, mereka kemudian pergi meninggalkan tempat itu yang masih bercucuran bercak darah dimana-mana. Ralphie langsung bergegas keluar dari dalam loker dan melarikan diri menuju arah sebelumnya, kembali menuju mall.
            Di lahan parkiran ia melihat banyak orang bergerombol memandang langit-langit. Ternyata mereka melihat sebuah benda aneh yang sangat besar, secara perlahan muncul begitu saja di sebuah lapangan sepak bola yang luas. Sebuah benda aneh berbentuk persegi yang sangat besar, berwarna hitam pekat dan cahaya-cahaya keunguan yang melapisi bagian dalam benda tersebut.
            “Hei, benda itu tak asing bagiku. Itu sebuah portal, hanya saja ukurannya teramat sangat besar!” kata Ralphie menjelaskan.
            Semua orang mulai di buat panik dengan portal mencurigakan itu, sebagian dari mereka ada yang membaca doa pada tuhan, berlindung di tempat yang aman, berteriak ketakutan, dan yang sungguh gilanya, masih ada kaum alay yang mengambil moment ini untuk berselfie dan merekamnya. Semoga saja mereka dimakan oleh makhluk menyeramkan tadi. Oke, aku mulai terdengar brutal sekarang. Secara perlahan portal itu membentuk dirinya, hingga akhirnya mencapai bentuk sempurna. Muncul suara-suara yang menyeramkan bak terompet malaikat israfil yang terdengar sangat besar dari dalamnya. Semua orang semakin dibuat panik, bulu kuduk merinding. Kemudian muncul sebuah pesawat luar angkasa yang sangat besar dari dalam portal, disusul oleh pesawat-pesawat kecil yang mengiringinya. Siapa mereka?
            Pesawat luar angkasa yang besar itu mulai menutupi seluruh kota, menghalangi sinar matahari yang masuk, dan mengakibatkan kota ini menjadi gelap! Tidak terlalu gelap juga, setidaknya aku masih bisa melihat orang-orang disekitarku.
Terdengar bunyi dentuman besar yang mendekat, tiba-tiba langit dipenuhi oleh pesawat tempur militer Kasukabe yang terbang menghampiri pesawat luar angkasa itu.
            “Pusat kontrol kepada Primus-35, kalian diperintahkan untuk tidak menyerang terlebih dahulu, sebelum kita mengetahui lebih lanjut siapa dan apa tujuan mereka.” perintah Jenderal Alexis yang berada di ruang pusat kontrol.
            “Primus-35 kepada Pusat kontrol, cek. Kami akan melakukannya. Setidaknya kami akan mengawasi mereka terlebih dahulu sebelum mendapatkan perintah selanjutnya.”
            Tiba-tiba keadaan ruang pusat kontrol kian memanas, mereka semua harus melakukan tindakan yang tepat untuk ini. Sebab hal ini menyangkut hidup dan mati umat manusia.
            “Siapa mereka? Mungkinkah makhluk luar angkasa?” tanya Jenderal Alexis bingung.
            “Dilihat dari bentuk pesawat dan teknologi mereka, bisa dipastikan bahwa pesawat dan teknologi itu belum pernah ada di bumi. Bisa jadi tebakkan anda benar, Jenderal. Dan kita harus mempersiapkan mental untuk pertemuan penting ini.” jawab Kapten Yuran.
            “Jadi menurutmu, apa tujuan mereka menunjukkan dirinya secara terang-terangan sepeti ini pada manusia?” Jenderal Alexis menatap Kapten Yuran dengan tatapan serius. “Apa mereka mempunyai maksud ja—“
            Ucapannya terpotong saat layar pemantau mulai berubah tayangan, menampilkan gambar gresek seperti televisi yang rusak, kemudian berubah menjadi tayangan ruangan yang besar dalam sebuah pesawat luar angkasa.
            “Kalian manusia, kami datang dengan damai. Kami ingin bekerja sama dengan kalian.” kata Raja Hermis di layar monitor.
            “Apa untungnya untuk kami? Dan mengapa kalian bisa bahasa kami?” ketus Jenderal Alexis.
            “Hahaha. Sangat mudah untuk mempelajari bahasa kalian, teknologi kami sudah sangat maju. Dan perkembangan teknologi kalian sangatlah ketinggalan jauh dari kami. Dan oleh sebab itulah, kami ingin mengajak sebuah kerja sama.” Raja Hermis diam sejenak, kemudian melanjutkan pembicaraannya. “Berikan kami besi, timah, tembaga, dan emas. Sebagai gantinya kami akan membagikan teknologi kami pada kalian. Sehingga perkembangan teknologi kalian akan meningkat satu langkah dari sekarang.”
            Jenderal Alexis bukanlah orang yang bisa langsung cepat percaya begitu saja, justru ia menaruh curiga pada makhluk luar angkasa ini
            “Untuk apa kau menginginkan material seperti itu? Dan apa ucapanmu ini dapat dipercaya?”
            “Kami memerlukannya untuk pesawat luar angkasa, dan beberapa teknologi ciptaan kami. Persediaan stok besi, timah, tembaga, dan emas kami sudah mulai menipis. Kami membutuhkan lebih banyak itu untuk kelangsungan teknologi kami.”
            “Lantas setelah mendapatkan apa yang kalian inginkan, kalian akan berbalik menyerang kami dengan senjata super power yang kalian miliki itu, iya kan?” tuduh Jenderal Alexis yang tanpa di pikir-pikir terlebih dahulu.
            “Percayalah pada kami. Kami kaum Arch, akan memerdekakan teknologi manusia yang sangat primitif seperti ini.”
            Jenderal Alexis di buat berang dengan ucapannya, ia memukul meja keras-keras.
            “Apa maksudmu, primitif? Kau kira kami makhluk penggosok dua buah batu demi mendapatkan api untuk memasak?!”
            “Bukannya itu yang dilakukan nenek moyang kalian dulu? Mereka melakukan itu pada zamannya, dan sekarang, kau tidak mengakui bahwa kalian para manusia, pernah tanpa busana berburu binatang buas dengan sebilah tombak batu yang diikat di kayu yang kuat? Sangat mengecewakan.” ejek Raja Hermis dengan senyum jahat kecilnya, dan ia melanjutkannya. “Bagaimana, Jendral? Bersedia menerima tawaran kami?”
            Makhluk ini benar-benar menyebalkan dan sombong! Merendahkan makhluk yang memiliki teknologi lebih rendah darinya. Tapi walau bagaimanapun juga, ini kesempatan bagi manusia untuk selangkah lebih maju dalam hal teknologi.
Jenderal Alexis masih geram dibuatnya, dengan sangat terpaksa menerima tawaran itu.
            “Baiklah, aku menerima tawaranmu. Datanglah ke pangkalan militer Kasukabe, kita akan berunding mengenai hal ini.”
            “Hahaha, kalian sangat cerdas. Mengambil kesepakatan ini memanglah sangat pintar. Aku akan berangkat menuju pangkalan militermu dengan pesawat Novacorp-K28 bangsa kami. Tentunya landasan kalian yang begitu kecil tidak akan sanggup untuk memarkir pesawat luar angkasa kami yang sedemikian besar bukan?”
            Cih, makhluk ini benar-benar sombong!
            Keadaan pangkalan militer Kasukabe tak seperti biasanya, para prajurit telah dibuat sibuk dengan kehadiran spesies Arch. Beberapa dari mereka pergi untuk memeriksa keadaan pesawat luar angkasanya, sedangkan sisanya mengawasi untuk pertemuan penting dengan Jenderal Alexis.
Raja Hermis mulai turun dari pesawatnya, diiringi oleh dua pengawalnya yang berjaga di belakang rajanya. Mereka memasuki ruang rapat dan disusul oleh Jenderal Alexis yang mulai duduk di bangkunya. Pintu dan jendela ruangan di tutup rapat, bagi mereka yang tidak berkepentingan dilarang untuk mendengar pembicaraan ini. Presiden Celt datang untuk ikut berdiskusi dengan mereka, dan ruangan itupun menjadi sunyi, tanda rapat penting ini telah di mulai.

            “Sebelumnya saya berterima kasih kepada anda –“ ujar Presiden Celt, pembicaraannya di potong oleh pemimpin spesies itu.
            “Hemis, Raja Hermis. Pemimpin ras Arch”
            “Ah, Raja Hermis. Terima kasih karena telah bersedia untuk datang dalam pertemuan ini, sekaligus membahas tentang tawaran anda untuk memerdekakan teknologi manusia.” kata Presiden Celt melanjutkan “Apa ucapan kalian dapat kami percayai?”
            “Kau, tidak ada bedanya dengan si dia.” Raja Hermis menunjuk kearah Jendral Alexis “Selalu mencurigai kami yang punya maksud baik untuk spesiesmu. Apa kalian bersedia agar aku mengubah pikiran tentang tawaran ini?”
            “Oh tidak, kami setuju dengan tawaranmu. Hanya saja kami kurang begitu yakin.” jawab Jenderal Alexis, nampaknya ia masih menyimpan dendam karena disebut spesies primitif olehnya.
            “Kalau begitu, biar kutunjukkan salah satu ciptaan kami.”
            Raja Hermis mengeluarkan sebuah benda kubus dari dalam saku bajunya, meletakkan benda itu diatas meja. Semua mata tertuju pada benda aneh itu. Berwarna putih, dengan corak garis hitam yang mengelilinginya. Di tengahnya terdapat sebuah tombol switch bundar, mungkin tombol itu berfungsi untuk mengaktifkannya.
            “Alat ini bernama, Seiya-44. Sebuah alat perlengkapan baju perang portable, yang dikemas sangat kecil sehingga bisa dimasukkan ke dalam saku. Mungkin kalian beranggapan benda ini tak berguna, tapi jika aku menekan tombol yang berada di tengahnya.”
            Raja Hermis menekan tombolnya, dan mengaktifkan Seiya-44 kubus. Benda itu mengeluarkan cahaya biru muda, lalu secara tiba-tiba sebuah baju perang antariksa muncul dengan otomatis terpasang di tubuh Raja Hermis. Semua yang menyaksikan di buat takjub dengan hal ini, dengan pakaian antariksa berwarna putih gagah yang ia kenakan sekarang.
            “Lihatlah, ini bentuk asli dari baju perang Seiya-44. Sangat menakjubkan, bukan?” Raja Hermis meyakinkan.
            “Ba…Bagaimana kalian dapat membuatnya? Ini sangat hebat!” Presiden Celt mulai menyukai teknologi ras ini.
            “Hahaha, akan ada lebih banyak dari ini yang akan kalian dapatkan jika mau berkerja sama dengan kami. Selama kalian mau memberikan kebebasan pada kami untuk mengebor inti bumi dan mengambil semua emas, besi, tembaga, dan timah.”
            Jenderal Alexis tiba-tiba terperanjat dari tempat duduknya.
            “Apa katamu? Mengebor hingga inti bumi? Apa kau sudah gila? Kau tau apa akibat yang akan didapatkan oleh kami jika kalian melakukannya?” Sekali lagi, Jenderal Alexis memang tipe orang yang pemarah, emosinya mudah sekali terpancing begitu saja.
            “Tentu kalian tidak akan memerlukan benda seperti itu, bukan?”
            “Tebakanmu salah, kami pun sangat memerlukan material itu untuk kelangsungan teknologi kami. Jangan kira kami akan selamanya di pangku oleh spesiesmu yang aneh.”
            “Jenderal Alexis!” Presiden Celt di buat berang olehnya, ia sangat marah kini. “Jaga ucapanmu itu, dan lebih sopanlah kepada tamu kita.”
            “Kurasa mereka tidak berada di pihak kita, Presiden. Mereka hanya mengambil untung dari kita, lalu meninggalkan atau menyerang bumi begitu saja.” saut Kapten Yurani
            “Kapten! Mengapa kau bersekongkol dengannya?! Mereka mempunyai niat baik, lantas seperti inikah sikap kalian terhadap orang yang ingin membantu?”
            “Tidak, tuan Presiden. Mereka bukan spesies baik, aku sudah bisa merasakan aura jahat mereka.”
            Raja Hermis yang merasa di pojokkan tersenyum kecil melihat pertengkaran bodoh ini.
            “Sungguh mengecewakan, seperti inikah sikap kalian? Kalian memang spesies primitif.” ejek Raja Hermis sekali lagi yang membuat semua orang di ruangan itu geram.
             Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dengan keras, penjaga yang mendengarnya langsung membuka pintu tersebut, lalu datanglah seseorang membawa informasi bahaya dengan nafas megap-megap dan keringat yang bercucuran di wajahnya.
            Ia memberi hormat pada semua atasannya di ruangan.
            “Aku membawa informasi penting, mereka para alien, telah menembakkan sinar laser yang sangat besar ke dalam lapangan sepak bola UMS. Sepertinya mereka ingin melakukan pengeboran hingga ke inti bumi.”
            Semua mata tertuju pada Raja Hermis dan kedua pengawalnya.
            “Ini yang kau sebut baik? Dasar spesies tak belas kasih!” cetus Jenderal Alexis.
            Para penjaga langsung mengangkat senjata mereka, menodongkan kepada tiga alien yang berada di hadapan mereka kini.
            “Angkat tanganmu!” perintah Jenderal Alexis.
            “Kalian pikir, spesies sepertimu bisa mengalahkan kami? Jangan bermimpi!” Raja Hermis meraba senjata yang berada di atas lutut kanannya.
            “Jangan bergerak! Atau kau akan kami tembak!”
            Terdengar suara tembakan di lorong ruangan, peluru-peluru laser terlontar dimana-mana. Semua penjaga telah tewas tertembak, tiga pasukan Arch lagi telah datang untuk menyelamatkan raja mereka. Tapi usaha penyelamatan itu di kacaukan dengan pasukan Kasukabe yang melawan balik.
Keadaannya semakin buruk, semua pasukan telah tewas seketika, menyisakan Jenderal Alexis, Kapten Yurani dan Presiden Celt yang bersembunyi di balik meja. Raja Hermis dan kedua pengawalnya langsung bergegas pergi meninggalkan ruangan, kembali menaiki pesawat Novacorop-K48 dan menuju pesawat luar angkasa utamanya.
            “Eksekusi mereka!” perintah Raja Hermis kepada seluruh pasukannya.
            Apa yang terjadi setelah ini, sangat menyayat hati. Mereka mulai melakukan penyerangan pada manusia. Menunjukkan senjata-senjata mematikan yang mereka miliki, untuk menghancurkan apapun dalam sekejap mata. Banyak orang yang tak bersalah ikut menjadi korban kekejaman mereka, setelah spesies Zoa dihabisi, kini giliran manusia menghadapi kepunahannya.

3
Perang

            Ralphie masih berada di lahan parkiran mall, tidak mengambil tindakan, hanya menunggu apa yang akan terjadi setelah ini. Semua orang disana masih berharap dan berdoa kepada Tuhan. Kemudian melesat cepat sebuah pesawat tempur luar angkasa , menembaki gedung mall itu hingga hancur! Perlahan bangunan besar itu rubuh, semua orang yang berada disekitarnya berlarian menyelamatkan diri. Disini keputusasaan mulai muncul, rasanya percuma melarikan diri, toh mereka hanya makhluk lemah yang tak berdaya.
Selanjutnya pesawat musuh menembaki semua orang yang berlarian di jalan, bagi mereka yang tak beruntung akan mati tertembak senjata laser mematikan. Sisanya pergi bersembunyi menuju stasiun bawah tanah. Sedangkan Ralphie, berlari dengan sekencang-kencangnya menuju arah pulang.
            Di perempatan jalan, ia bertemu dengan satu pasukan Arch berbadan tegap dengan pistol laser di lengannya, Ralphie mengambil sebilah besi panjang yang berada di tumpukkan sampah, memegangnya dengan sangat erat. Tuhan, tolong selamatkanlah aku kali ini, aku telah lelah berlari, jika aku mati, setidaknya tidak dalam keadaan menjadi manusia lemah.
            Dalam hitungan ketiga, Ralphie melesat secepat roket yang meluncur, menghindari segala tembakan peluru yang menghujaninya. Mendekati monster itu dan memukulnya keras-keras dengan besi yang di genggamnya. Meskipun benda itu cukup keras, ia tak merasakan sakit sedikitpun. Baju perangnya sangat tebal. Sehingga pukulan Ralphie tadi, hanya memberikan efek geli baginya. Ia terus mencoba kembali menyerangnya dari berbagai arah, terkadang sesekali terpental karena radius ledakan peluru yang cukup dahsyat. Meskipun tubuhnya telah dipenuhi luka, Ralphie tidak menyerah. Ia terus berusaha maju mengalahkan monster sialan itu.
Pria ini sangat lincah, dapat menghindar dari berbagai tembakkan musuh. Ia mendekatinya, memukul dan menendang wajahnya dengan tendangan super keras, sepertinya ini membawakan hasil. Monster itu merasa kesakitan terkena tendangan maut Ralphie. Dan disanapun idenya telah muncul, pasukan Arch itu memiliki kelemahan dibagian kepala. Hindari tanduknya, pukul kepalanya, maka ia akan kewalahan dan memiliki banyak celah.
Ralphie kembali berusaha untuk kesekian kalinya, menghentakkan kaki ke dinding lalu melompat dan memukul kepala monster itu dengan besi panjang yang keras. Sangat membawakan hasil, monster keparat itu terlihat begitu menderita dengan luka lebam dan darah berlumuran di wajahnya. Bodohnya, Ralphie selalu melakukan cara yang sama untuk menghabisinya, ditambah monster ini bukanlah monster yang bodoh. Ia telah menebak pergerakan Ralphie selanjutnya, dan berhasil melumpuhkan pria itu hingga tak berdaya. Ralphie terbaring lemah ditanah, dengan luka disekujur tubuhnya. Jangankan untuk melawan balik, buat berdiri saja dia mengalami kesulitan. Dalam keadaan ini, Ralphie hanya bisa pasrah dan berdoa pada Tuhan. Semoga ia mengirim utusannya untuk menolongku, itulah perkataanya didalam hati. Pasukan Arch yang terlihat lapar ini, bersiap mengisi penuh kekuatan senjata miliknya, sehingga ketika mencapai tenaga maksimal, Ralphie akan hancur dalam sekejap! Menjadi seperti debu, terurai tertiup angin, mulai berpencar dan kemudian menghilang.
            “Bersiaplah, rasakan hari pengadilanmu!” kata pasukan Arch tersebut dalam bahasa Arch.
            Ralphie hanya bisa menyembunyikan wajahnya, seperti orang yang mengigil ditengah badai es dingin. Dengan penuh ketakutan, ia berdoa dalam hati. Tuhan, selamatkanlah saya.
Percuma saja, hal itu hanyalah sia-sia. Hati makhluk menyeramkan ini sudah sekeras batu. Ia tak kenal belas kasih, tak perduli siapa itu. Maupun dia anak kecil, orang tua, bahkan orang yang telah sekaratpun, ia bisa membunuhnya kapanpun ia mau.            Ketika peluru lasernya dilontarkan. Ralphie terperanjat, terkejut dan menutupi seluruh wajah, termasuk kedua bola matanya. Beberapa detik setelah tembakan itu diluncurkan, ia merasa heran. Kenapa tidak terjadi apapun? Mengapa ia tidak merasakan sakit? Lalu Ralphie membuka matanya, ia melihat seorang wanita bertubuh tinggi dengan rambut panjang berwarna hijau tergerai tertiup angin, sedang melindunginya dengan perisai sihir yang ia pakai untuk melindungi Ralphie dari tembakan tadi.
            “Kau tidak apa-apa?” tanya si wanita.
            “Ak…Aku baik-baik saja. Siapa kamu?”
            Wanita ini tersenyum kecil.
            “Anggap saja aku utusan dari Tuhan yang bertugas menyelamatkanmu.”
            Mata pria ini terbelalak membesar, ia tak percaya jika doanya baru saja terkabul. Tuhan telah mengirim utusannya untuk menolongnya. Terima kasih Tuhan.
Dari kedua lengannya mengeluarkan api-api yang berkobar panas, melemparkan bola api ke monster Arch yang telah siaga menepis serangan wanita itu. Satu demi satu bola api panas itu dihancurkan dengan pistol laser miliknya, meski lihai, perlindungannya tak bertahan lama. Tubuh wanita itu mulai mengeluarkan cahaya, diiringi sengatan listrik yang menyala-nyala. Dengan tangan kanan yang dijulurkan kearah musuh, ia mengucapkan beberapa kata mantra.
            “Lightning Bolt!”
            Keluar sebuah sambaran petir yang sangat dahsyat menghantam makhluk tersebut, dan membuat tubuhnya hancur berkeping-keping. Hanya menyisakan beberapa organ tubuh yang berantakan dimana-mana. Tubuhnya pun hancur, berubah menjadi bentuk abstrak dan tidak dapat dikenali lagi rupanya seperti apa. Ralphie hanya bisa takut sekaligus takjub dengan kemampuan wanita ini. Sebegitu dahsyatnyakah kekuatannya? Apa ia seorang malaikat? Atau mungkin, dewa perang yang terkenal begis itu?
           
            Wanita itu datang menghampiri Ralphie yang tak berdaya dipojok tembok.
            “Lukamu cukup parah, biar kuobati terlebih dahulu. Tapi, kita harus pergi dari tempat ini. Aku tidak mau jika ras Arch itu berhasil menemukan kita.”
            “Tapi. Aku… Aku tidak dapat berjalan. Kakiku ter—“ perkataannya dipotong begitu saja olehnya.
            “Kakimu terluka, aku tau itu. Mari biar kubantu.”
            Wanita ini langsung merangkul Ralphie, membopong dan membawanya pergi dari tempat itu. Mereka berjalan menyisiri jalanan yang telah diporak-porandakan. Jalanan yang hancur, rumah yang telah rusak, dan darah berlumuran dimana-mana. Benar-benar pemandangan yang sangat menyeramkan. Apa Tuhan ingin mengadili kami, para manusia? Sebab kami telah melakukan banyak sekali dosa yang tak termaafkan.
Wanita itu melihat kesebuah rumah gubuk yang tidak terlalu besar dan tidak berpenghuni. Memasukinya dan mengunci pintu dengan sebuah balok besar yang menjadi penghalang pintu. Ia merebahkan tubuh Ralphie dikasur tua lusuh.
            “Maaf, boleh kutahuh namamu?” tanya Ralphie yang memandangi wajahnya.
            “Viola, Viola Nymph. Kau bisa memanggilku dengan nama itu.”
            “Nama yang indah, secantik orangnya.” Ralphie tersenyum kecil, padahal tubuhnya dipenuhi luka. Masih saja ia bisa merayu seperti itu.
            “Dasar. Tak perlu merayuku! Dan kau, siapa namamu?” wajah Viola tiba-tiba saja memerah termakan rayuan Ralphie.
            “Ralphie Tenneli. Aku ingin bertanya, kenapa kau bisa melakukan itu? Api, listrik itu?”
            “Perlu kau tahu, aku sama seperti mereka. Berasal dari luar bumi. Aku berasal dari planet Poa, sebuah planet yang dihuni oleh spesies magis bernama Zoa. Beberapa dari kami memiliki kemampuan sihir yang telah dikaruniai sejak lahir. Dan yang kau lihat barusan, adalah salah satu mantra sihir tingkat dasar yang kupamerkan padamu.”
            “Pa… Pamer katamu? Tingkat dasar? Sombong sekali! Bisa-bisanya kau mengatakan kemampuan sebesar itu dengan sebutan dasar.” Dahi pria ini mengerut, mengangkat kedua alisnya.
            “Hahaha. Masih ada kekuatan yang lebih dahsyat dari itu, Ralphie. Oleh sebab itu, jangan sekali-kali berbuat aneh denganku. Kau akan kujadikan daging panggang! Kau dengar?”
            Gertakannya begitu serius nampaknya. Tapi nyali pria ini tidak kendur begitu saja hanya karena ancamannya. Ia tahu, bahwa utusan Tuhan tidak mungkin menyakiti orang yang lemah.

            “Viola, mengapa kau berada ditempat ini? Mengapa kau berada di Bumi? Bukan di planetmu yang bernama Poa itu.” Ralphie mengeluarkan sebuah kertas kecil dari dalam sakunya.
            “Planet Poa telah tiada.”
            “Apa maksudmu, telah tiada?”
            “Ras Arch datang ke Planet Poa. Membuat janji-janji manis untuk memerdekakan teknologi kami, padahal kami tidak terlalu begitu membutuhkannya. Sayangnya, pemimpin kami terhasut olehnya, dan mengikuti semua kemauannya. Ternyata setelah diketahui, itu hanyalah omong kosong belaka. Itu semua hanya rencana licik yang mereka miliki! Ketika mereka telah mendapatkan apa yang diinginkan, ras Arch membantai ras Zoa dengan sadis. Membunuh dan menyantap mereka satu persatu. Planet Poa dimatanya seperti sebuah peternakan yang siap untuk dipanen. Sangat menyedihkan.”
            “Dan kau, kenapa kau masih hidup?”
            “Aku orang Zoa terakhir yang masih hidup. Karena saat peperangan itu terjadi, aku bersembunyi diruang rahasia yang ayahku buat saat aku masih kecil. Ia pernah mengatakan padaku, jika suatu saat terjadi hal yang buruk dengan kota ini, pergilah berlindung ke tempat ini, Viola” Ternyata wanita tangguh dapat menangis juga. Air matanya membanjiri kedua bola matanya “Aku mengikuti perintahnya, dan aku selamat. Tapi tidak dengan mereka, yang melindungiku dengan menyembunyikan pintu ruang rahasia. Pada akhirnya membuat nyawa mereka melayang ditangan pasukan Arch yang keji!”
            Ralphie merebahkan tubuhnya di dinding, kemudian berpikir sejenak. Ternyata masih ada yang lebih menderita daripada dia, yang telah kehilangan ayah karena kecelakaan dulu. Ia teringat kembali perkataan gurunya “Diatas langit masih terdapat langit, diatas kesedihan seseorang masih terdapat penderitaan yang lebih menyedihkan”
            “Jadi, kau datang kesini untuk membalas dendam rasmu?” tanya Ralphie sekali lagi, ia mengelus punggung Viola, mencoba menenangkan hatinya.
            “Aku hanya ingin, tidak ada lagi korban selanjutnya. Aku tidak mau jika Arch menyinggahi dan membantai sebuah planet lagi.”
            Viola memakaikan obat ke luka-luka ditubuh Ralphie. Terkadang pria ini kesakitan menahan perih, namu ia menahannya. Lalu Viola menutup luka itu dengan perban yang diikat.
            “Jangan bergerak.” perintah Viola
            Tangannya memegang beberapa perban yang dipenuhi luka ditubuh pria ini, lalu dari kedua tangannya muncul cahaya yang menyilaukan. Semakin lama Ralphie mulai merasakan tubuhnya membaik, tidak sesakit sebelumnya.
Ketika cahaya itu mulai menghilang, Viola membuka perban di seluruh tubuh Ralphie. Apa yang terjadi setelahnya, benar-benar hal yang sangat luar biasa. Semua luka-lukanya, sembuh seketika?! Bagaimana dia bisa melakukan ini?
            “Vi… Viola. Lukaku, sembuh secepat ini?” Ralphie memandangi tubuhnya yang terluka.
            “Healing, sebuah mantra sihir penyembuh yang digunakan untuk mengobati orang sakit.”
            “Ini luar biasa! Lukaku sembuh. Ini jauh lebih hemat dibandingkan pergi ke dokter dan memakan biaya jutaan rupiah.”
            “Eits, ini tidak gratis loh.”
            Ralphie mulai keheranan dengan wanita ini.
            “Kau harus membantuku mengalahkan Hermis.”
            “Hermis? Siapa dia?” Tenneli masih belum tau banyak tentang monster yang menyerang kotanya kini.
            “Dia pemimpin bangsa Arch, monster yang telah menyerangmu tadi.”
            “Tidak mungkin! Melawan monster tadi saja aku sudah kewalahan, apalagi kalau berurusan dengan pemimpinnya? Tidak. Tidak.”
            Viola mengambil sebuah kertas dari tangan Ralphie.
            “Apa kau mau, jika orang yang kau sayang lenyap? Surat ini, pasti dari orang yang spesial untukmu, iyakan?”
            “Ya. Itu surat dari Airin. Sebuah surat cinta pengakuan atas perasaannya terhadapku. Awalnya aku juga tidak menyangka jika ia bisa tertarik dengan pria tidak menarik seperti aku ini. Tapi setelah mendapatkannya, aku seolah mendapatkan target baru, tujuan hidup yang harus kuraih. Aku harus mengejar cintanya.”
            “Kisah cinta antara remaja yang baru puber. Hahaha. Jika kau punya nyali, ikutlah denganku, dan selamatkan kekasihmu itu.”
            Dengan sangat yakin, Ralphie menganggukkan kepalanya. Sebuah tanda ia menyetujui tawaran. Semoga Tuhan memberikannya kekuatan kali ini.
*********
           
            “Primus-35 kepada pusat kontrol, beri kami perintah selanjutnya! Banyak personil koloni kita yang telah gugur. Apa kita harus menyerang pesawat utama mereka?”
            “Terlalu sulit untuk menghancurkannya. Terlalu besar. Jika kita menghancurkannya, kota yang berada dibawah akan ikut hancur pula. Hal ini akan membuat lebih banyak korban berjatuhan.”
            “Tapi, Jendral. Jika kita terus membiarkannya, keadaan kota Java akan semakin terpuruk. Haruskan kami menghancurkan alat penembak mereka?” tanya Kapten Harold sekali lagi.
            “Ini mungkin sulit untuk kalian, melumpuhkan alat penembak pesawat utama besar itu. Ditambah kecepatan tembakannya juga sangat cepat. Apa kalian bisa menghindari serangannya?” jawab Jenderal Alexis di pusat kontrol.
            “Akan  kami usahakan, Jenderal. Kami akan menyusun siasat agar tidak tertembak. Primus-35, siap melaksanakan tugas. Hormat!”
            Keadaan di pusat kontrol kian memanas, mulut mereka berkumat-kamit membaca doa. Menyusun strategi dan siasat untuk melenyapkan mereka semua. Jenderal Alexis berjalan mundar-mandir memikirkan rencana selanjutnya untuk pasukan utama Primus. Sepertinya mereka harus melakukan hal gila untuk menyudahi ini semua.
            “Primus-35 kepada Primus-37, Primus-40, dan Primus lainnya. Kalian terbang menuju pesawat utama yang berada di atas lapangan sepak bola UMS. Kita harus menghancurkan alat penembak mereka terlebih dahulu. Sebab kehancuran yang di timbulkan jauh lebih besar disana.”
            Semua pilot kapal yang di beri tugas menggangguk “Siap, Kapten. Kami akan langsung memulai penyerangan!”
            Semua pesawat Primus berterbangan dengan berpencar menuju pesawat utama Arch. Lalu menembaki tower penembak itu satu persatu. Karena merasa diserang, pesawat utama Arch melawan balik pesawat Primus yang menembaki. Beberapa pesawat Primus dibuat kelabakan dengan missile launcher yang melesat dengan cepat mengikuti arah terbang mereka.
            “Primus-38! Awas dibelakangmu!” teriak Kapten Harold melalui pesawatnya.
            Kapten Harold langsung menembaki missile launcher yang melesat cepat. Roket yang berukuran cukup besar itu hancur, dan membuat ledakan yang cukup besar pula.
            “Terima kasih banyak, Kapten! Berkat anda saya selamat.” kata pilot di Pesawat Primus-38
            “Kita harus kompak, apa semua Primus masih selamat?”
            Semua pilot yang mengendalikan pesawat Primus menjawab “Kami masih dalam keadaan baik, Kapten.”
            “Baiklah, mulai ke rencana B. Primus-40, alihkan perhatian tower mereka. Selagi mereka mengincarmu, Primus yang lainnya menyerang tower itu. Cepat lakukan sekarang!” perintah Kapten Harold
            “Laksanakan, Kapten!”
           
            Sekali lagi, Primus-40 kini menjadi umpan. Ia mendekati tower penembak lalu menarik perhatiannya. Sehingga ia telah terkunci sebagai target sekarang. Lalu setelah muncul celah, pesawat Primus yang lainnya datang dengan meluncurkan roket bertenaga besar secara bersamaan. Tower-tower nan gagah itupun hancur menjadi puing-puing yang berjatuhan ke tanah.
            “Kita berhasil! Kita telah melakukannya dengan baik.” Sorak sorai semua kru pilot di dalam pesawatnya.
            “Kerja bagus! Kita harus memfokuskan kepada pesawat utama ini terlebih dahulu. Biarkan pilot non Primus lainnya mengurus beberapa pesawat tempur kecil alien itu yang berkeliaran di seisi kota.”
            Suasana senang bukan hanya dirasakan oleh pilot Primus, melainkan juga di ruang kontrol. Semua orang bernafas lega, bersyukur memiliki pasukan khusus seperti mereka.
            “Pusat kontrol kepada seluruh pilot pesawat tempur Prime. Kalian fokuskan untuk membersihkan musuh yang berkeliaran di seisi kota, termasuk pesawat tempur mereka.” perintah Jenderal Alexis sekali lagi.
            “Laksanakan, Jenderal!” jawab semua kru pilot pesawat Prime.


4
Gelap Mata Karena Cinta
           
            Inilah keadaan bumi sekarang, berada dalam situasi yang sangat genting. Semua orang berada dalam ketakutan yang luar biasa. Banyak korban berjatuhan, mulai dari anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga para manula yang sangat lemah turut menjadi korban kebiadaban mereka. Rencana badan antariksa tentang mengirim sinyal ke luar angkasa memang harus selayaknya dituntut! Karena undangan sinyal itu, ada pihak makhluk luar yang menerimanya. Tapi bukan berasal dari makhluk yang baik, melainkan yang berkeinginan keras ingin menduduki planet ini. Dan sepertinya mereka, para manusia harus belajar lebih banyak lagi tentang dunia luar sana. Meskipun terlihat tenang, sesungguhnya terjadi berbagai peristiwa nan tragis dari setiap bintang yang berada di langit-langit malam.

            Ralphie mengenakan kembali hoodie hitamnya, merapihkan pakaian, dan mengambil sebuah besi panjang yang ia jadikan senjata sebelumnya. Mereka keluar dari rumah gubuk yang dijadikan tempat peristirahatannya, lalu berjalan menyisiri pelosok jalan yang dipenuhi mayat-mayat manusia tergeletak dimana-mana.
            Viola mengambil sesuatu dari mayat alien yang telah mati tergeletak di tanah.
            “Ambil ini. Kau tidak mungkin mengalahkan Hermis hanya dengan menggunakan sebuah tongkat besi lemah seperti ini, bukan?” Viola memberikan pistol laser pasukan Arch pada Ralphie.
            “Terima kasih, Viola. Tapi, bagaimana denganmu? Senjata ini hanya ada satu.”
            “Hahaha. Aku tak membutuhkannya, selama kekuatanku masih banyak, aku bisa memanggang mereka semua tanpa menggunakan senjata seperti ini.” Viola tertawa, ia seorang penyihir yang hebat!
           
            Mereka melanjutkan perjalanan dengan melewati gang-gang yang sempit, mereka sengaja melewati tempat itu agar tidak terdeteksi oleh pasukan Arch.
            “Tempat ini, sangat membuatku tak nyaman!” keluh Viola, ia kesulitan melewati box-box yang menghalangi jalan.
            “Jika kau merasa kesulitan melewatinya, cukup lakukan saja hal seperti ini.” kata Ralphie memberi solusi.
            Pria itu menendang kumpulan box yang bertumpuk, dan membuatnya berjatuhan, membuka jalan untuk mereka lewati.
            “Bodoh! Bagaimana jika ada pasukan musuh yang mendengar?”
            “Tentu saja, jika mereka datang, kita harus melawannya.” jawab Tenneli dengan sangat yakin , diiringi senyum kecilnya.
            “Nampaknya, kau sangat yakin sekarang. Kau tidak merasa takut? Ralph?”
            “Entah mengapa aku seperti menjadi nekat sekarang. Aku tak perduli bagaimana yang akan terjadi, yang harus kulakukan hanyalah maju kedepan, membasmi mereka meskipun harus mati.”
            Pria ini sangat bodoh, ia pikir apa yang dipikirkannya cukup keren? Ia lupa dengan apa yang menjadi tujuannya keluar dari dalam gubuk.
            Viola memukul kepala Ralphie keras-keras.
            “Dasar bodoh! Jika kau mati, siapa yang akan menyelamatkan Airin?”
            “Sakit, tau! Maaf, aku tidak bermaksud untuk mati sebelum menyelamatkannya. Aku hanya heran, mengapa pemerintah sangat bodoh, sehingga mudah terhasut oleh tawaran palsu mereka?” Ralphie mengelus-elus kepalanya yang terkena pukulan.
            “Kalian itu ras primitif, sangat mudah tergiur hanya dengan dipamerkan sebuah teknologi nan super power, dan mempercayai ucapan mereka, dengan tanpa disadari padahal itu hanya sebuah omong kosong yang mereka buat untuk meyakinkan kalian para manusia.”
            “Maksudmu, primitif? Padahal kami sudah menciptakan berbagai macam teknologi yang berguna untuk kehidupan kami.” pria ini menatap Viola lekat-lekat.
            “Bagi kalian mungkin terkesan modern, tapi bagi ras Arch, teknologi yang kalian buat sangatlah kuno! Sepertinya kalian harus belajar lebih banyak untuk mendapatkan kemajuan dalam dunia teknologi.” Viola menepuk pundah Ralphie lalu melanjutkan ucapannya. “Cepatlah, kita harus meneruskan perjalanan menuju pesawat utama disana.”
           
            Mereka kembali berjalan melanjutkan perjalanannya, berjalan dengan langkah yang sunyi. Jika kami bertemu pasukan musuh lagi, akan kutembak kepala mereka hingga hancur!
            Pada sebuah gang yang sempit, Ralphie dan Viola menemukan suara mencurigakan dari arah barat mereka. Setelah di hampiri, mereka menemukan sosok manusia yang sedang mencabik-cabik tubuh manusia lainnya dengan pisau yang tajam. Ia memiliki kulit dan kaki yang mulus, akan tetapi ia sangat buas. Karena saat ia berpaling pada kami berdua, matanya memancarkan aura pembunuh yang besar. Ralphie terkejut melihat seorang wanita dengan tubuhnya di penuhi darah, ternyata ia seorang teman sekelasnya, dan bahkan sangat akrab dulu.
            “Cindy! Apa yang kau lakukan di tempat seperti ini? Dan, mengapa kau menyayat tubuh manusia itu dengan pisau?” Neli memerhatikan dengan seksama korban yang berkondisikan perut penuh lubang dan terbaring di tanah tak berdaya. “Astaga, apa jangan-jangan, dia itu, Ken?!” suaranya melengking di dalam gang.
            Viola menatap kearah Ralphie dengan satu pertanyaan yang ingin di tanyakan.
            “Siapa itu, Ken?”
            “Dia siswa kelas dua belas IIS, dan ia pria terpopuler di sekolah kita.” jawab Neli lemah.
            “Pria populer? Lantas kenapa wanita ini membunuhnya?” tanya Viola heran.
           
            Cindy mulai berdiri, menghadap kami berdua dengan tatapan penuh kebencian. Setiap kali ia mengepal tangannya, rasanya seperti telah bersiap untuk menjadikan kami korban selanjutnya.
            “Kau ingin tahu kenapa aku membunuhnya?” senyum kecil tersungging di bibirnya. “Sangat sederhana, aku membunuhnya karena aku senang melakukannya.”
            Kedua bola mata Neli membesar, ia tidak menyangka dengan perkataan yang keluar dari mulut teman sekelasnya itu.
            “Dasar sinting! Apa kau sudah gila?! Membunuh temanmu sendiri, kau bilang menyenangkan?” Ralphie menggebrak sebuah kayu tua yang tersender di dinding, hingga membuatnya ambruk berserakan. “Kau tidak lain hanya seorang monster!”
            Cindy mulai menundukkan kepalanya saat mendapat celaan itu. Ia tahu bahwa dirinya salah, tapi nafsu membunuhnya yang begitu besar sulit untuk dilawan. Dan ia kecewa, karena hinaan itu muncul dari mulut seorang pria yang pernah disukanya dulu. Sejak pertama kali Cindy bertemu dengannya, ia sudah menyimpan rasa dengan Neli.
            “Dasar pembunuh! Aku tidak pernah punya teman seorang pembunuh, dan ia melakukannya karena untuk kesenangan semata!”
            Viola menepuk pundak Neli dengan lembut, mencoba menenangkan pikirannya yang sedang kacau.
            “Sudahlah, Ralph. Jangan terlalu memojokkannya. Jika kau terus seperti ini, kau tidak lain sama kejamnya dengannya.”
           
            Ralphie dan Cindy bersamaan mengeluarkan air mata, Neli kecewa dengan perilaku temannya, sedangkan Cindy merasa sedih karena orang yang di sukainya, menjadi jijik melihat wajahnya.
            Pandangan wanita itu semakin dingin, ia seperti dirasuki oleh jiwa seorang Psikopat. Ia ingin melawan, tapi apalah daya hatinya yang terlalu lemah sehingga mudah untuk di hasut.
            Dulu sebelum ia mengenal Ralphie lebih lanjut, ia pernah membantai geng perempuan tukang cari masalah di sekolah. Hal ini di karenakan pada hampir setiap harinya Cindy di jadikan bulan-bulanan mereka. Teman sebangkunya, Yuna. Menasehati agar Cindy tetap tabah dan sabar menghadapi ini semua. Tetapi Lies, siswa berandalan di sekolah, menghasut Cindy hingga ia terpancing untuk membunuh mereka semua. Setiap aksi pembunuhan yang di lakukan selalu berjalan mulus, tidak menyisakan jejak identitasnya yang tertinggal. Sehingga sampai saat ini, wanita berambut bondol yang memiliki jiwa Psikopat akut itu masih dengan bebasnya berkeliaran di seisi sekolah. Mencari-cari siapa yang akan menjadi korban selanjutnya.
            Cindy pernah menyukai Ralphie, karena pria ini selalu membantu dan membelanya di kala ia mendapat masalah. Terkadang Neli membantunya dalam mengerjakan soal Matematika yang sulit untuk Cindy kerjakan sendiri. Karena sering berinteraksi dan bertatapan wajah dengannya, benih-benih cinta akhirnya tumbuh membesar dan tak tertahan lagi. Cindy selalu menunggu-nunggu waktu dimana ia atau Ralphie mengungkapkan perasaannya tanpa ada yang harus di rahasiakan lagi.
            Perjuangan ini telah dilakukannya dulu, untuk mendapatkan pria idamannya. Pada hari Valentine, Cindy berniat memberi cokelat untuk Ralphie. Ia sengaja membuatnya sendiri agar persembahan ini jauh lebih spesial dari biasanya. Tapi ketika ia ingin menemui Neli di atap sekolah, ia telah di dahului oleh Airin, yang memberikan cokelat serupa pada Ralphie, dan bahkan tampilannya jauh lebih menarik dari yang pernah ia buat. Disana ia berlari sekencang-kencangnya, membuang cokelat buatannya ke tanah dengan isak tangis yang tak terbendungkan. Hatinya kini telah hancur, bersamaan dengan pembulian yang sering di alaminya di sekolah. Akhir-akhir ini Ralphie dan Airin memang sangat akrab. Awalnya ia pikir keakraban itu hanya sebatas hubungan seorang teman, namun setelah melihat hal ini, Cindy sangat yakin bahwa Airin memberikan cokelat itu bukan hanya sekedar didasari hadiah untuk teman, pasti ia menyimpan hati dengannya.
           
            Semenjak hari Valentine itu berlalu, Cindy menjadi semakin dingin dengan Ralphie. Pria inipun heran, kenapa sosok wanita ceria yang ia kenal dulu, berubah menjadi orang yang dingin dan suka menyendiri.
            Beberapa bulan setelahnya hal serupa yang pernah di alaminya pun terjadi lagi. Kali ini dilakukan oleh siswa populer di sekolah, Ken. Setiap hari tiada henti-hentinya ia menghujat, mengerjai, dan memasukkan tikus-tikus putih ke loker pribadi Cindy. Membuat wanita itu semakin takut dan tertekan. Luka yang ia alami belum sepenuhnya sembuh, tapi Ken sudah membuka kembali bekas jahitannya. Mengakibatkan Cindy menyimpan dendam padanya dan menjadi gelap mata. Lalu sekarang, Ken menerima ganjaran dari apa yang telah dilakukannya pada wanita bertubuh kurus, kulit putih pucat, dengan tahi lalat di lehernya itu.
            “Kenapa kau melakukan ini, Cindy? Dimana Cindy yang kukenal dulu? Cindy yang selalu ceria dan gigih dalam belajar.”
            “Sosok itu sudah tiada! Lenyap semenjak hari Valentine itu datang.”
            “Hari Valentine? Apa maksudmu?” tanya Ralphie heran.
            Tanpa sadar Cindy membuka kembali kenangan lama, sebuah kejadian yang tak mau diingatnya lagi. Tapi ia sudah terlanjur membuka percakapan mengenai hal pribadinya, dan ia tidak bisa mengalihkan pembicaraan begitu saja. Karena di lain hal, ini kesempatan baginya untuk mengungkapkan seluruh perasaan yang di miliki.
            “Kau ingat saat Airin memberikan cokelat padamu di atap sekolah pada hari Valentine dulu?”
            “Tung… Tunggu, bagaimana kau bisa tahu tentang itu?” Pria ini kembali terkejut karena rahasia yang akan di simpannya, justru bocor ke orang lain.
            “Dasar bodoh! Menurutmu bagaimana aku bisa tahu?” Cindy mengusap kedua bola matanya, menghilangkan setidaknya sedikit air mata yang mengalir. “Tentu saja aku mengetahuinya karena aku berada di lokasi. Di hari itu, aku sengaja membuat cokelat khusus untukmu. Tapi ketika aku ingin menjadi yang pertama memberikannya, posisi itu telah di renggut oleh wanita berengsek yang kau sukai, Airin!”

            Neli terkejut mendengar pengakuannya, awalnya ia pikir hari itu berjalan dengan baik. Ia juga tidak tahu ada orang ketiga yang yang berada di atap sekolah saat pemberian hadiah terjadi.
            “Tap… Tapi, aku tidak mengetahuinya. Aku tak tahu kalau kau akan memberikan cokelat itu padaku. Yang kutahu hanyalah sosok Airin yang tidak-tiba datang memberikan cokelat susu miliknya.” ujar Ralphie dengan terbata-bata.
            “Bukan kejutan namanya jika kuberitahu terlebih dahulu! Kau ingat saat menembak Airin di ruang olahraga pada sore hari? Aku juga berada disana, menjadi pengamat yang tersakiti! Dan kau, merasa sangat senang saat ia menerimanya. Hal itu membuat luka di hati ini semakin tercabik-cabik, kau tahu itu?!”
            “Kau, kau menyukaiku, Cindy?”
            “Bodohnya! Kenapa kau masih bertanya? Kau harusnya sudah tahu sejak dulu. Karena aku selalu memprioritaskanmu daripada yang lainnya. Terkadang aku mengorbankan jadwal penting yang harus dilakukan, hanya demi bersama denganmu. Aku memang menyukaimu, teramat sangat mencintaimu. Tapi kau, justru merobek hati ini, hingga tak bisa diobati lagi.” Cindy tersungkur ke tanah dengan wajah yang di tutupi oleh kedua lengannya. Ia tak mau jika Neli melihat wajah buruknya yang sedang menangis. Sudah cukup penderitaan ini, cukup ia saja yang menahannya.
            “Ma… Maafkan aku, Cindy.  Aku sama sekali tidak tahu tentang ini. Andai saja aku tahu kau ada disana, semuanya tidak mungkin menjadi seperti ini.”
            “Sudah cukup! Aku muak melihat wajahmu! Lebih baik kau mati saja!”
            Cindy mengepal dengan keras pisau yang ada di lengan kanannya, dan langsung berlari kearah Ralphie dengan mata pisau yang siap untuk di tancapkan. Upaya itu tergagalkan oleh Viola yang memasang dinding perisai sihir, membuat Cindy terbentur dindingnya cukup keras lalu mementalkannya kembali kebelakang.
            “Sudah cukup sampai disini, kau tidak boleh mendekat lebih dari ini.” perintah Viola pada wanita itu.
            “Kau, siapa kau?!” tanya Cindy heran.
            “Sepertinya aku belum memperkenalkan diri padamu. Namaku Viola, aku penyihir dari ras Dryad terakhir yang berasal dari planet Zoa. Dan Ralphie, orang yang kau kenal ini, adalah temanku. Jangan berani-berani melukainya, maka kau akan kujadikan abu!”
            Ralphie menoleh kearah Viola, melihat kedua tangannya yang sudah geram. Rasanya ia ingin menghabisi Cindy, tapi ia masih menghargaiku sebagai temannya.
            “Jangan berlebihan, Viola. Meski seperti itu, dia tetaplah temanku.”
            “Aku bingung denganmu, Ralph. Kau memang tipe orang yang sangat baik.” meskipun sering di sakiti, Ralphie tidak pernah menaruh dendam pada orang tersebut, itulah keistimewaannya.

            Terdengar langkah kaki dengan pakaian perang dan bersenjatakan lengkap datang menghampiri kami, semua yang berada di sana bersiaga, menanti datangnya serangan tiba-tiba. Dari arah selatan muncul satu pasukan Arch dengan pistol laser miliknya, dia mengirim sinyal kepada pasukan lainnya seperti panggilan kawin seorang hewan. Ini menandakan akan ada lebih banyak pasukan yang datang ke tempat itu. Viola mengeluarkan mantra sihir petirnya, lalu membuat tubuh pasukan itu hancur berkeping-keping tak bersisa. Mereka berdua langsung berlari kearah monster yang hancur, sedangkan Cindy menuju arah sebaliknya.
            Pertemanan mereka kini telah sirna, semua berawal karena cinta. Sebuah rasa yang di anggap indah, tapi sebenarnya cinta itu sangatlah buas. Ia bisa menghasut orang lain hingga saling membunuh. Walau bagaimanapun juga, Cindy orang yang sangat baik dengan Ralphie. Maka dari itu, dia nyaris tidak percaya dengan perilaku teman akrabnya saat ini. Ia seperti di rasuki oleh roh jahat. Bukan seperti Cindy biasanya ia kenal.
            Di persimpangan jalan, Cindy melihat orang yang di bencinya, Baron. Sedang memainkan ponselnya dengan wajah yang kusut. Dia siswa kelas sebelas IIS yang sering memprovokasikan geng cewe tukang cari masalah di sekolah untuk membulinya. Padahal sebenarnya anggota geng itu hanya ingin sekedar mengejek Cindy saja, tidak pernah bermain fisik. Tapi Baron memfitnahnya, membuat seluruh anggota geng itu marah lalu membuli Cindy dengan cara yang tak manusiawi. Ketika melihat wajahnya, Cindy teringat kembali saat Amelia, pemimpin dari geng itu, mencelupkan kepala Cindy ke dalam ember yang di penuhi oleh air bekas pel lantai. Disana ia melihat Baron, yang tertawa dengan sangat riangnya terhadap penyiksaan itu. Cindy sudah tidak kuat menahannya, sehingga hanya dengan hasutan Lies, ia menghabisi mereka semua, terkecuali Baron yang berhasil melarikan diri.
            Cindy menghampiri Baron yang sedang duduk di bangku halte tempat menunggu bus. Baron terkejut melihat sosok Cindy yang secara tiba-tiba datang dengan sebilah pisau berada di lengan kanannya. Wajahnya mulai panik, rasanya ia ingin melarikan diri lagi.
            “Hah? Cindy! Ap… Apa yang kau lakukan di tempat seperti ini?” tanya Baron dengan wajah yang panik. Sebenarnya dia sangat ketakutan kali ini.
            “Sudah cukup basa-basinya. Kau menyayat hati ini terlalu besar. Memfitnah geng Amelia dan membuatnya marah hingga membuliku secara fisik. Itu tindakan seorang pengecut!” Cindy menghentakkan kakinya dengan keras ke tanah.
            “Aku tidak bermaksud melakukannya. Aku hanya tidak suka karena kau lebih pintar dariku!”
            “Jadi itu alasanmu, melakukan itu semua? Bodoh sekali! Jika kau merasa kalah dalam hal kepintaran, kenapa kau tidak mengejarnya dengan rajin belajar dan menggapai prestasi? Mengapa harus menyingkirkan orang yang berada di atasmu?”
            “Karena itulah cara yang paling mudah kulakukan!”
            “Dasar keparat! Kini kau akan bernasib sama dengan mereka. Kematianmu mungkin tertunda, tapi sekarang malaikat maut telah menjemputmu.”
            Cindy mulai melangkah mendekatinya, membuat pria itu semakin ketakutan setengah mati. Ia hanya bisa melempar-lempar segala benda yang berada di sekitarnya kearah Cindy.
            “Tu… Tunggu! Jangan mendekat!”
            Ketika posisi mereka hanya tinggal berjarak beberapa meter saja, Baron kembali melarikan diri dengan berlari sangat kencangnya. Cindy turut serta mengejar pria pengecut itu, lalu melemparkan pisau yang berada di lengan kanannya dengan sangat kencang dan berhasil mengenai betis kaki sebelah kanan Baron. Membuat pria itu tersungkur ke tanah, dan tidak bisa berlari lagi. Cindy bergegas datang menghampirinya, mencabut pisau di kakinya tanpa ampun! Baron meringis kesakitan.
            “Inilah akibatnya jika kau menebar api! Maka kau akan menghadapi warganya yang marah karena rumah mereka terbakar!”
            Cindy menusuk-nusuk kaki pria itu di berbagai tempat seperti paha, betis kanan, kiri, kemudian di susul dengan kedua lengannya. Ia juga memotong jari kelingking pria itu hingga putus!
            “Jari ini, yang sering kau pakai untuk membuat perjanjian busuk dengan mereka, kini telah lenyap!”
            Baron tak bisa melakukan apapun selain berteriak kesakitan dengan sangat luar biasa. Ia pun tidak memiliki tenaga untuk sekedar melawan memukul wajahnya. Karena tubuhnya telah di penuhi banyak luka tusukan. Baron telah kehilangan banyak darah.
            “Bersiaplah menyusul kelompok berengsekmu di neraka!” Cindy menyayat wajah pria itu dengan pisau, membuat wajahnya berlumuran darah yang tiada hentinya terus mengalir. Pria ini sangat kesakitan, ia seperti sedang di kuliti. Bagai hewan kurban yang sedang di potong.
            Baron menggelengkan kepalanya saat Cindy melihat kearah perutnya. Jika ia menusuknya, maka selesai sudah kehidupan Baron sampai disini.
            “Tidak! Jangan lakukan itu! Kumohon! Aku minta maaf padamu, Cindy!” isak tangis permohonan Baron pada Cindy.
            “Sudah terlambat, permainan telah berakhir, Baron yang malang!”
            Cindy benar-benar wanita yang sangat kejam! Ia berani melakukan hal sekeji itu. Membunuh temannya secara perlahan hingga ia merasa seperti di siksa. Dan saat semuanya di rasa sudah cukup, Cindy menusukkan pisaunya tepat kearah perut pria itu. Di susul dengan tusukan berikutnya pada jantung, dan lambung. Baron sudah tidak bisa menahannya, dan kini pria itu telah tewas bersimbah darah oleh seorang wanita yang pernah di hakiminya dulu. Sebenarnya Cindy orang yang baik, jika orang itu baik pula dengannya. Tapi ia bisa menjadi monster kalau orang tersebut berbuat jahat padanya, hingga ia menyimpan dendam pada orang tersebut.

5
Legenda Yang Terlahir Kembali

            Pada pusat ruang kontrol pesawat utama Arch, Hermis memerhatikan seluruh pasukannya yang sedang bertempur. Beberapa staff di dalam ruangan itu tengah di buat panik. Mereka takut jika pesawat-pesawat itu berhasil menyusup ke dalam, dan menghabisi mereka. Seluruh pasukan tentara Arch memang memiliki jiwa pemberani, tapi sebagian besar yang bukan tentara, dan bertugas di laboratorium atau ruang kontrol, memiliki nyali seorang pengecut.
            “Yang mulia, ada panggilan dari Jenderal Mantis.” kata salah satu staff di ruang kontrol.
             Hermis menghampirinya, dan melihat kearah monitor.
            “Tampilkan panggilannya.” perintah Hermis.
            Disana terlihat Jenderal Mantis sedang kewalahan melawan pasukan Kasukabe yang turun ke darat dan menembaki mereka. Jenderal Mantis menghubungi pusat kontrol dengan siaga penuh.
            “Lapor, yang mulia raja. Banyak pasukan kita yang telah mati! Beberapa pilot pasukan khusus pun telah banyak yang gugur di medan perang. Beri kami perintah selanjutnya!”
            “Bagaimana dengan pasukan khusus Alfa Elite? Dimana mereka?”
            “Maaf, yang mulia. Pasukan Alfa Elite pun telah mati semua. Tidak ada yang tersisa lagi di medan perang selain tentara bawahan dan beberapa pesawat tempur Novacorp.”
            Sosok pria yang memiliki tubuh kekar itu memukul meja dengan keras, membuat orang yang berada di sekitarnya tersentak kaget. Wajahnya berubah menjadi menyeramkan, ia sangat marah dengan kondisi saat ini. Sepertinya ia harus mengeluarkan senjata pamungkasnya.
            Hermis memerintahkan kepada staff yang memiliki akses ke semua pasukannya.
            “Cepat hubungkan panggilan kepada seluruh pesawat Novacorp!”
            Dengan tindakan yang cepat, orang itu menuruti. Dan membuka siaran kepada seluruh pilot pesawat Novacorp.
            “Kepada seluruh pilot Novacorp yang tersisa, jangan membuang-buang waktu lagi. Cepat hancurkan pangkalan militer mereka! Waktu kita sangat singkat.”
            Semua pilot yang berada pun menyauti dan langsung menjalankan perintahnya.
            “Laksanakan, yang mulia raja!”
            Hermis terlalu meremehkan spesies primitif ini. Ternyata mereka memiliki kemampuan perang yang cukup bagus. Harusnya dari awal ia bermain dengan serius, kalau saja ia tahu akhirnya akan menjadi seperti ini.
            “Jenderal Mantis, bersiaplah untuk meluncurkan senjata pamungkas kita.”
            “Ap… Apa? Anda yakin ingin melakukannya, yang mulia raja? Ini terlalu beresiko! Kumohon jangan lakukan itu.” ujar Jenderal Mantis memohon.
            “Tidak ada pilihan lain, kita telah terpojok. Beberapa mesin pesawat utama sudah banyak yang hancur. Jika terus seperti ini, kita akan kalah!”
            Dengan hati yang masih ragu, Jenderal Mantis memikirkan tentang keputusan ini. Haruskah ia melakukannya? Apa mereka sampai harus memilihnya, hanya untuk melawat spesies primitif seperti mereka? Rasanya terlalu berlebihan.
            “Baiklah, saya menyetujuinya.” jawab Jenderal Mantis menyetujui.

            Hermis langsung bergegas menuju Laboratorium Arch Corp, dan menemui Professor Lupin yang sedang membuat ramuan penguat fisik.
            “Professor, kita sudah tidak ada pilihan lain. Luncurkan senjata pamungkas kita segera.”
            Professor Lupin yang menyadari kehadiran rajanya, langsung menghentikan kegiatan yang dia lakukan.
            “Apa saya tidak salah dengar, yang mulia? Apa kita harus sampai sejauh ini untuk melawan mereka?”
            “Kita sudah tidak punya pilihan lain, cepat laksanakan!” perintah tegas Raja Hermis.
            Professor tidak membantahnya lagi, ia langsung menyetujui perintah itu. Ia pergi menuju tabung besar tempat penyimpanan makhluk mitologi yang sangat menyeramkan. Makhluk buas yang telah di bangkitkan kembali oleh mereka. Sebuah monster berpostur tubuh sangat besar dan memiliki tinggi sepuluh kaki dari manusia biasa. Gigantes, sesosok monster yang mempunyai kekuatan luar biasa! Cerita mitos mereka muncul di Alkitab, dalam cerita Raja David dan Goliath. Dalam mitologi kuno, mereka seringkali di gambarkan mempunyai konflik dengan dewa-dewa dan biasanya di hubung-hubungkan dengan kekacauan. Mereka muncul sama awalnya dengan kebudayaan Yunani Kuno. Kini mereka, para manusia harus kembali menghadapinya, melawan makhluk yang lahir dari Gaia, dan dibuahi dengan darah Uranus ketika dia dikebiri.
            Professor Lupin menekan tombol merah yang berada di samping tabung besar penyimpanan makhluk Gigantes, lalu berlari menjauh dari tempat itu. Kemudian secara perlahan dari bawah tabung mengeluarkan roket-roket yang membuat benda lonjong itu tebang dengan perlahan. Lantai tempat pijakan tabung kemudian terbuka, dan benda yang besar itu turun dari pesawat utama, mendarat di tanah menghancurkan gedung-gedung yang tertindih olehnya.
            Kaca yang tebal untuk mengurung makhluk mitologi itu mulai retak dengan perlahan, kemudian hancur tak bersisa, membanjiri daerah sekitarnya dengan air yang berasal dari dalam tabung. Dan makhluk menyeramkan ini, dengan perlahan berdiri, melihat kearah sekitarnya dan berteriak dengan sangat keras. Suaranya sangat menyeramkan! Seperti panggilan malaikan pencabut nyawa.
            Gigantes melihat keadaan sekelilingnya di penuhi oleh pesawat-pesawat Primus, lalu menghancurkan mereka satu persatu dengan tangannya yang kuat. Tembakan roket pesawat Primus pun tidak bisa melukainya, dan bahkan tidak menyisahkan sedikitpun luka disana. Tubuhnya sangat besar dan kuat, kulitnya sangat tebal bagai Vibranium. Tidak bisa di tembus oleh sembarangan senjata. Hanya bantuan kekuatan Dewa Arceus lah yang bisa merobohkan tubuhnya.
*********

            Ralphie dan Viola terkejut melihat makhluk besar yang muncul dari arah pusat kota. Menghancurkan monument nasional sebagai lambang kota Java.
            “Cih, dasar spesies lemah!” ejek Viola pada kaum Arch.
            “Ada apa, Viola? Oh ya, makhluk besar macam apa itu?!”
            “Akhirnya mereka mengeluarkan senjata pamungkasnya. Dengan membangkitkan kembali makhluk mitologi kuno yang terkenal sangat kuat, dan sulit untuk di lumpuhkan, Gitantes!”
            “Gitantes? Makhluk seperti apa itu?”
            Viola menunjuk-nunjuk kearah Gigantes yang sedang menghancurkan gedung-gedung pencakar langit.
            “Makhluk itu seperti apa yang kau lihat sekarang. Kita tidak bisa melukainya dengan senjata lemah ini.” Viola mengambil pistol laser yang berada di genggaman Ralphie, lalu membuangnya.
            “Hei! Itu senjataku satu-satunya.”
            “Kita tidak bisa menghancurkannya dengan itu. Dengan sangat terpaksa, aku harus meminta bantuan Dewa Arceus.”
            Ralphie terkesima mendegar nama yang di sebutkannya. Ia bisa meminta bantuan pada dewa?
            “Dewa Arceus? Jangan-jangan, dewa penguasa galaksi itu? Yang konon katanya dialah sosok pencipta alam semesta ini.” Ralphie menatap langit yang biru, sangat indah. Tapi tidak dengan tanahnya yang sedang terjadi pertempuran dimana-mana. “Kau, bisa berkomunikasi untuk meminta bantuan dengannya? Viola, kamu bukan orang sembarangan!”
            “Tidak juga. Sebenarnya aku hanya anggota dari Guild Raven Tail, dengan peringkat S-Class. Dan aku satu-satunya yang mempunyai kemampuan untuk berkontak dengan dewa.”
            Ralphie terkesima dengan temannya ini, ia menatap wanita itu lekat-lekat. Ternyata memang Viola bukan orang biasa!
            “Sepertinya aku harus menjadi penggemarmu, Viola!” ejek Ralphie yang memukul bahu Viola.
            “Jangan berlebihan, aku hanyalah penyihir lemah.”

            Mereka berjalan sambil berbicara, dengan secara tak sengaa, Ralphie menemukan seorang mayat wanita yang ia kenal. Terbaring bersama puing-puing mobil yang menindih tubuhnya. Pria itu terkejut dan langsung menghampirinya. Ia tidak percaya dengan apa yang dilihat. Sosok yang sudah tak bernyawa itu, adalah orang yang paling ia sayangi. Seseorang yang sangat spesial bagi hidupnya, yang selalu ada disaat ia sakit dan selalu sabar dengan tingkah kekanak-kanakannya.
            “IBU!! Oh tidak, aku tidak percaya. Apa yang telah mereka perbuat, pada ibuku?!”
            Ralphie menggenggam jemari ibunya yang penuh darah. Pria dengan Heliophobia akut itu terisak, menangis dibalik penutup kepala hoodienya yang berwarna hitam.
            “Sepertinya ia dibunuh oleh pasukan Arch. Ada bekas tembakan di tubuhnya.” kata Viola yang melihat sekujur tubuh ibunya Ralphie.
            “Mereka? Jadi, makhluk berengsek itu yang membunuh ibuku, kau bilang?!”
            Tangisnya terdengar semakin kencang, wajahnya berubah menjadi sangat menyedihkan. Kekecewaan didirinya lengkap sudah. Setelah dulu ia kehilangan ayahnya karena kecelakaan, kini ibunya yang menjadi korban selanjutnya. Sekarang, Ralphie hidup sebatang kara, tidak mempunyai orang tua satupun. Ibunya telah menyusul suaminya di surga, melihat anaknya dari langit, yang sedang menangisi mereka seraya berkata “Kamu harus kuat, nak. Buatlah agar kematian kami menjadi akhir dari penderitaanmu.”
            Neli masih tersungkur di tanah memegang tangan ibunya, memeluk mayat yang sudah tak bernyawa.
            “Kumohon, Viola. Bantulah aku membalaskan dendam ini. Kuingin kematian ibuku, menjadi akhir dari penderitaan manusia.”
            “Bangunlah, kau harus tegar. Jika kau ingin membalasnya, maka kau harus bangun dan berhenti menangis. Aku tahu apa yang kamu rasakan. Ketika kehilangan kedua orang tua, dan beberapa orang yang disayang. Memang pahit, tapi hidup ini tidak berhenti sampai disana. Kau harus memulai kembali dari awal, menuju kehidupan barumu yang lebih layak.”
            Badannya yang bungkuk mulai berdiri dengan tegap, menghapus air mata yang mengalir dan menatap Viola lekat-lekat.
            “Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Ralphie.
            “Seperti yang kukatakan sebelumnya, kita harus meminta bantuan pada Dewa Arceus.”
            “Bagaimana caranya? Apa ini terlalu beresiko?”
            “Kalau di katakan terlalu beresiko, mungkin saja iya. Karena kita akan menghubungi dewa terkuat di alam semesta.” Viola melihat kearah kedua tangannya yang kotor karena debu puing-puing reruntuhan di jalan. “Yang kutakutkan, kita mengganggu ketenangannya. Jika ia sampai marah, habislah kita!”
            “Ia tidak mungkin marah! Karena niat kita baik. Cepat lakukanlah, kita sudah tidak punya waktu lagi.”
            Viola menimbang-nimbang kembali keputusan ini. Dia tidak yakin untuk melakukannya. Karena ini pertama kalinya berkomunikasi dengan dewa penguasa. Sebelumnya ia hanya pernah berbicara dengan dewa-dewa penunggu kuil.
            “Dengan secara terpaksa, aku siap melakukannya.” makhluk dari Planet Zoa ini menggenggam tangan Ralphie. “Jangan lepaskan pegangan tanganmu. Aku akan memulai.”
“Namo Samanto Motonom, Om Turu Turu Tiwi Soha”
            Viola mengucapkan mantra yang akan mengubah mereka menjadi wujud spirit, dan berkomunikasi dengan dewa. Perkataan yang di ucapkan Viola barusan adalah sebuah ilmu rahasia untuk mengubah nasib. Ia ingin nasib planet ini berubah menjadi baik. Kembali damai dan tentram, tiada peperangan dimana-mana, dan korban berjatuhan.
            Tubuh mereka mulai mengeluarkan cahaya-cahaya yang menyilaukan. Tempat mereka berpijakpun perlahan berubah menjadi sebuah tempat yang hampa, dan terbentang luas. Mereka memandang sekeliling dan tidak menemukan apapun. Hanya ruang kosong yang di penuhi cahaya dimana-mana.
            Dari arah langit muncul sebuah cahaya kekuningan yang menyilaukan. Mereka menutupi kedua matanya dengan tangan. Kemudian sesuatu yang menyilaukan itu berubah menjadi sosok makhluk berwarna putih dengan empat kaki. Pada tubuhnya terdapat sebuah sayap emas, di tambah dengan batu emerald yang menghiasi sayap indahnya. Tubuhnya sangat besar, tidak mempunyai kuku, dan diiringi dengan batu permata yang berterbangan di sekelilingnya.
            Arceus adalah dewa terkuat di alam semesta, ia bisa menyembuhkan kembali semua kerusakan, bahkan hingga planet sekalipun! Arceus bisa menghilangkan musuh dalam sekejap mata, memindahkannya ke tempat yang sangat menyeramkan, menuju Black Hole. Orang yang di lenyapkannya tidak akan pernah kembali lagi, sebab ia akan langsung mati terhisap lubang hitam dengan tingkat gravitasi yang sangat tinggi.
            Ralphie dan Viola menundukkan badan mereka untuk memberi hormat, dan Dewa Arceus menerima kehadiran mereka. Ia bisa membaca pikiran kedua spesies berbeda ini. Tak ada yang bisa berbohong pada Arceus. Ia bisa mengetahuinya hanya dengan menatap dan membaca pikirannya saja. Jika orang tersebut paling hina di dunia dan datang menemuinya untuk maksud jahat, ia bisa langsung melenyapkannya tanpa ampun!
            “Hormat kami, yang mulia Dewa Arceus.”
            “Apa tujuanmu datang menemuiku? Wahai makhluk jelata.” jawab Dewa Arceus. Suaranya menggema disepanjang tempat mereka berpijak.
            “Kami datang untuk menemuimu, tentunya bukan untuk urusan yang sepele. Ras Arch telah kembali memporak-porandakkan sebuah planet bernama Bumi. Sebuah tempat dimana makhluk ini tinggal.” Viola menunjuk kearah Ralphie. “Permintaanku hanyalah satu, berikanlah kami kekuatan untuk melawan mereka, terutama untuk melumpuhkan makhluk mitologi yang dibangkitkan kembali, Gigantes.”
            “Aku tidak akan meminjamkanmu kekuatan jika untuk melukai orang lain!” cetus Dewa Arceus menolak.
            “Kumohon, Dewa Arceus. Tidakkah kau melihat ke bawah sana, banyak korban berjatuhan atas ulah perbuatan mereka. Kebengisan mereka harus segera dihentikan. Agar tidak ada lagi korban planet selanjutnya. Cukup planetkulah, Zoa. Yang menjadi planet terakhir santapan mereka.”
            Kedelapan batu permata yang mengelilinginya mengeluarkan cahaya keemasan. Permata itu terdiri dari berbaga jenis. Batu kehidupan yang berwarna hijau, batu permohonan dengan warna kuning, batu kebangkitan yang berwarna merah, dan batu-batu lainnya yang menjadi bagian penting bagi Dewa Arceus. Memberikan salah satu batu itu berarti meminjamkan setidaknya sedikit dari kekuatan Arceus. Dan itu membuka celah baginya untuk di kalahkan. Dengan kedelapan batu tersebut, Arceus tidak bisa di kalahkan! Tidak ada yang bisa menghancurkannya di alam semesta ini. Walaupun sebenarnya mudah bagi Arceus untuk menyingkirkan ras Arch dan menghancurkan Gitantes, ia tidak melakukannya. Karena itu sama halnya mencampuri kodrat alam. Ia tidak bisa mengubah alur waktu yang sudah di tentukan. Terkecuali makhluk yang terlibat di dalamnya, bersikeras untuk mengubah nasib.
            “Apa jaminanmu jika aku meminjamkannya?”
            “Jika aku gagal dan mereka berhasil menduduki Bumi, kau boleh mengambil nyawaku.” dengan sangat terpaksa Viola mengambil keputusan gila ini. Tidak ada jalan lain, hanya ini yang bisa ia lakukan untuk manusia Bumi.
            Ralphie berpaling menatap temannya yang terlihat putus asa.
            “Kumohon, jangan mengambil keputusan seperti itu! Aku tidak mau kehilanganmu, Viola!”
            “Jangan menjadi lemah, Ralphie! Seorang ksatria harus berjuang hingga titik darah penghabisan. Meskipun ia tahu bahwa dia akan mati, tapi ia tetap melanjutkan perjuangannya. Itulah jiwa seorang ksatria sejati, dan ini yang diajarkan oleh Kakek Sifu, tetua dari Guild Raven Tail yang sangat dekat denganku.”
            Neli menatap Dewa Arceus yang agung, terbang berada di atas mereka dengan sayapnya yang terbentang. Tatapannya tajam, Ralphie tidak bisa menatap wajahnya lebih lama terkecuali hanya menundukkan kepala.
            “Kumohon, berikanlah yang terbaik untuk kami.” pinta Neli pada sang dewa agung.
           
            Sepertinya ia menyetujui permohonan mereka, Arceus menerbangkan batu permata permohonan kepada kedua insan yang lemah. Viola mendongak kearah batu permatanya, menjulurkan tangan, lalu batu yang warna kekuningan itu berubah menjadi sebuah pedang yang gagah! Di buat oleh baja dewa yang sangat tajam, mampu menembus senjata Vibranium terkuat di dunia. Pada gagang pegangannya terdapat batu pertama permohonan berwarna kuning yang menjadi sumber kekuatannya. Siapapun yang layak memegangnya, ia dapat mengendalikan permohonan dari batu permohonan.
            Ralphie terkesima melihatnya, ia tidak percaya kalau orang seperti dirinya, bisa bertemu dan berkomunikasi dengan dewa penguasa alam semesta. Hal yang sangat luar biasa.
            “Terima kasih atas bantuannya, Dewa Arceus. Kami akan menjalankan tugas dengan sebaik mungkin.” wanita Dryad ini melihat dengan seksama pedang yang di pegangnya kini.
            “Waktu kalian hanya sampai matahari terbit kembali. Setelahnya pedang yang kau pegang akan menghilang. Jika kau telah gagal melaksanakan janjimu, maka kau akan menerima konsekuensinya.”
            “Baiklah, yang mulia Dewa Arceus.”
            Mereka kembali menunduk memberi hormat dengannya, menutup kedua mata lalu kembali menuju dunia mereka dengan satu harapan baru. Mereka telah memiliki cukup bekal untuk membasmi semuanya. Menyelamatkan planet Bumi, dan memusnahkan hama-hama penggangu di galaksi.

6
Sebuah Taktik


            Semua manusia berada dalam kepanikan. Ketika mereka berlari, disana ada yang menghadang. Rasanya setiap upaya yang dilakukan tak ada artinya. Kota yang menjadi primadona kebanyakan warga sipil, kini telah runtuh menjadi kota mati, seperti kuburan mayat yang menempatkan mayat pada setiap tempatnya. Tak ada aktifitas orang berlalu-lalang di sepanjang trotoar seperti biasanya. Semua berlari menyelamatkan diri. Menyatu dengan kegelapan, menjadi tak terlihat. Serangan yang Arch lakukan sangat membuahkan hasil bagi kehidupan manusia. Membuat setiap orang hidup dalam keputusasaan, kesengsaraan, dan rasa takut yang menyelimuti mereka.
            Sementara itu, pasukan Primus berupaya dengan sebisa mungkin melumpuhkan Gigantes. Walaupun mereka telah menyadari bahwa usahanya hanyalah membuang-buang waktu. Tapi mereka tetap melakukannya, mengikuti perintah dari atasan untuk tetap menembaki monster dengan tinggi tiga puluh meter itu. Meskipun nyawa mereka menjadi taruhannya, dan keluarga setiap pasukan yang ada, telah menunggu dirumah, menanti sang ayah untuk pulang.
            Bala bantuan darat telah datang membantu. Melakukan aksinya dengan meluncurkan tembakan bola peluru yang besar dari sebuah tank baja bertenagakan dua puluh bison tua. Melukainya dengan menyayat kaki Gigantes dengan pisau dan pedang yang tajam. Tapi perjuangan mereka sia-sia. Kulitnya teramat sangat tebal, sulit ditembus walau menggunakan senjata paling mematikan di dunia. Bahkan untuk sekedar membuat luka goresan kecil saja, mereka tidak bisa melakukannya.
            Kulit Vibranium Gigantes berasal dari batuan asteroid luar angkasa bernama Pallas, dan terletak di sabuk asteroid sistem tata surya. Dengan eksperimen saling mencampurkan beberapa DNA manusia dengan Uragi, makhluk dengan postur tubuh besar nan tinggi yang mendiami Planet Nabhan. Di tambah dengan DNA makhluk Arch, yang membuat Gigantes turut menjadi monster yang kejam, bengis, dan tak kenal belas kasih.
            Suaranya membuat bulu kuduk merinding, teriakannya dapat mengakibatkan jantung ini seolah berhenti bekerja. Inilah wujudnya, sosok monster mitologi kuno yang ditakuti. Di ceritakan secara turun-temurun, hingga menjadi sebuah legenda yang abadi.

            Ralphie dan Viola menengadah menatap Gigantes dengan pesawat-pesawat tempur yang sedang menyerangnya. Viola berbalik menatap Ralphie, memberikan pedang yang di genggamnya pada pria berambut poni menyamping ini.
            “Peganglah, kau yang akan menggunakan pedang pemberian Dewa Arceus.”
            Ralphie terkejut, rasanya tak mungkin pedang suci Dewa Arceus, harus ia yang menggunakannya. Bahkan untuk sekedar mengangkatnya, Ralphie mengalami kesulitan.
            “Berat sekali, pedang ini!” keluh Ralphie, ia bersikeras mengangkat sebilah pedang itu dengan kedua lengannya.
            “Perlu kubantu, Ralph?” tawar Viola memberi pertolongan.
            Pria ini langsung menyetujui dengan menganggukkan kepalanya. Viola mengarahkan tangannya pada kedua lengan Ralphie. Mengucapkan mantra sihir, dan mengeluarkan cahaya dari kedua tangan mereka berdua.
            Setelah Viola mengucapkan beberapa patah kata mantra andalannya, Ralphie merasa ada yang berbeda dengan dirinya. Lengannya menjadi lebih ringan sekarang. Dan Nelipun dapat mengangkat pedang yang terbuat dari baja dewa itu dengan sangat ringan. Bagai memegang pedang pelastik yang ia jadikan mainan saat kecil.
            “Bagaimana bisa, ini terjadi? Menakubkan! Benda ini menjadi sangat ringan.” Ralphie mengangkat pedangnya, menghunuskan kesana-kemari.
            “Bukan pedangnya yang ringan, tapi tanganmulah yang menjadi kuat.”
            “Benarkah? Hebat sekali, Viola! Dengan seperti ini aku bisa menebas leher raja, keparat itu sekarang.”
            “Jangan terlalu percaya diri, Ralph. Hermis memiliki kemampuan yang tidak disangka-sangka.”
            “Kemampuan yang, tidak di sangka-sangka?”
            “Akupun tak tahu. Lebih baik kita pastikan sendiri.” Viola malas melanjutkannya. Karena dia sendiri hanya melihat Hermis dari balik layar monitor kota yang telah di retas oleh bangsa kaum itu. “Kau tidak keberatan jika kita terbang?”
            “Terbang? Apa maksudmu?” tanya Ralphie bingung.
            “Terbang… Tentu saja dengan sesuatu yang bisa membuat kita berada di udara.”
            Ralphie berpikir sejenak untuk mengolah kata-kata yang di ucapkan Viola, mungkinkah sebuah alat dengan teknologi canggih atau mungkin mengandalkan kekuatan alami?
            “Sebuah sayap? Kau akan membuatkan sayap di punggungku sehingga kita dapat terbang?”
            “Tidak, bukan itu. Simaklah dengan baik.”
            Viola mulai mengucapkan matranya kembali dengan kedua lengan yang di arahkan pada sebuah mobil tua yang sudah ringsek terbakar api dan tertimpa material yang berjatuhan. Lalu mengubah benda tak berguna itu menjadi sebuah karpet terbang yang sangat mewah, menawan, dan cukup besar untuk di naiki oleh dua orang. Permadani Terbang berwarna merah dengan corak keemasan dan bahannya yang lembut ini menjadi kendaraan pribadi milik Viola. Keunggulan dan kecantikan yang di milikinya ketimbang sapu terbanglah yang membuat Viola rela menabung dengan jumlah banyak hanya untuk membelinya. Jika diukur dalam segi kecepatan, Permadani Terbang miliknya tiga kali lebih cepat dibandingkan sapu terbang yang biasa dijual di pasaran pada Planet Zoa.
            “Keren sekali, Viola! Karpet terbang ini milikmu?” Ralphie mendekatinya, lalu menyentuh seluruh badan Permadani milik Viola.
            “Tentu saja, aku rela menabung berbulan-bulan untuk bisa membelinya. Harganya cukup mahal, loh.”
            “Bagaimana kalau kecepatannya?”
            Viola tertawa melihat keluguan pria ini. Wajar saja Ralphie bertanya, karena ia belum pernah menaiki benda seperti ini. Yang biasa ia naiki hanyalah mobil, sepeda motor, dan sepeda. Satu-satunya kendaraan terbang yang pernah dinaikinya hanyalah pesawat terbang, itupun dengan kecepatan yang terbatas.
            “Kau akan melihatnya sendiri nanti, cepatlah naik diatasnya.”
            Viola menyusul menaiki Permadani pribadinya, memberikan aba-aba pada Ralphie untuk segera terbang.
            Dengan hitungan ketiga, mereka langsung melesat dengan kecepatan penuh ke udara, menghempaskan angin yang sangat cepat, bersamaan dengan puing-puing yang berterbangan tertiup olehnya.
            Kini permainan telah dimulai, babak final telah datang menghampiri mereka. Kedua pahlawan bumi ini harus bertarung demi keselamatan planet yang mereka cintai. Tak perduli apa mereka mempunyai pengalaman yang banyak dalam dunia pertarungan atau tidak, mereka hanya bisa bertekad kuat, dan berani bertindak seperti apa yang mereka yakini, meskipun nyawa menjadi taruhannya. Lagipula, Ralphie tidak ingin jika kematian ibunya sia-sia. Sebenarnya ia sangat menyesal mengapa Ralphie meninggalkan ibunya sendiri dirumah, padahal jika ia berada disana, dia bisa melindungi ibunya itu. Tapi semua terjadi diluar dugaan, ia juga tidak menyangka kalau bencana ini akan terjadi. Alien yang turut menjadi bahan cerita secara turun-temurun hanyalah sebuah mitos. Tak ada dari umat manusia yang bisa membuktikannya. Meski demikian, masih ada beberapa pihak yang percaya bahwa mereka ada, contohnya Ralphie sendiri. Karena alam semesta ini teramat sangat luas. Dalam tata surya bima sakti terdapat delapan planet yang mengorbit matahari, diluar tata suryanya masih ada jutaan tata surya lain dan planet-planet yang mengorbitnya. Dari kesekian tata surya yang tak terhitung jumlahnya tersebut, hanya terhitung sebagai satu galaksi. Dimana galaksi tersebut bagaikan sebuah kotak box besar yang di dalamnya berisikan berbagai planet, tata surya, dan bintang-bintang panas yang beragam. Lantas apakah galaksi itu hanya ada satu? Tentu saja tidak, masih terdapat ratusan bahkan jutaan galaksi lagi yang terbentang di alam semesta. Tidakkah kalian berpikir, seberapa luasnya ruang angkasa sana? Tidak terhingga. Dan pandangan tentang makhluk luar mulai muncul, setelah kita mengetahui terdapat milyaran planet dan sistem tata surya diluar sana, mungkinkah kehidupan hanya ada di Bumi? Jawabannya tentu saja tidak mungkin. Karena Tuhan tidak akan membuat sesuatu yang tidak ada gunanya.
            Semua perdebatan itu telah terbukti, kini mereka telah menyaksikkan secara langsung sosok makhluk luar angkasa yang dari zaman kuno hingga modern kini selalu menjadi perbincangan hangat. Sayangnya mereka datang dengan tidak damai, karena pihak pemerintah telah salah memanggilnya. Seharusnya mereka mengundang Alien yang ramah, bukan yang bengis nan kejam seperti ini.
            Semua telah terjadi, penyesalan pun kian menyelimuti. Setelah semua ini telah datang, siapakah yang dapat disalahkan? Mereka tak punya waktu untuk itu, tugas mereka hanyalah berperang, menyelamatkan planet tempat tinggal mereka kini.

            Setelah kemunculan Ralphie dan Viola yang turut bergabung dalam arena di udara, keberadaan mereka langsung di curigai oleh pasukan Arch. Kedua ras yang berbeda itu berterbangan dengan cepat kesana kemari untuk menghindari berbagai serangan mereka.
            “Bagaimana aku bisa menyerangnya?!” Ralphie tengah dibuat panik di dalam peluru-peluru laser yang mengelilinginya.
            “Ubah menjadi mode pembidik, pedangmu!”
            “Apa kau bilang? Pembidik? Jangan bercanda! Ini sebuah pedang, bukan pistol!”
            “Tekan tombol hijau yang berada pada Pommelnya di bawah bagian Grip pedang yang kau pakai.”
            Ralphie menekannya, merasakan ada beberapa struktur dari pedang tersebut yang berubah. Muncul sebuah pengeker yang berada diatas bagian Edge Pedang Gram, sebilah pedang dengan gagang, pelindung, dari perak yang dihiasi oleh berbagai emas dua puluh empat karat yang tengah di genggamnya. Konon menurut sejarahnya, pedang ini pernah menjadi bukti atas pertarungan Sigmund yang telah dibunuh oleh Odin. Sosok Sigmund telah tewas dalam pertarungan itu dan menghancurkan pedangnya hingga berkeping-keping.
Tapi anaknya, Sigurd telah berhasil menciptakan kembali Pedang Gram dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Suatu saat, Pedang Gram yang diciptakannya telah berhasil dicuri oleh orang jahat, lalu dimanfaatkan untuk melakukan tindakan kejahatan. Dewa Arceus yang tidak senang dengan tindakannya, mengutuk sang penjahat dan mengambil alih pedang tersebut untuk di abadikan bersamanya. Hingga kini, hanya Dewa Arceus dan beberapa orang terpilihlah yang dapat menggunakannya.
            Ralphie Tenneli, seorang pelajar dengan pribadi yang tidak ada spesialnya, setiap waktu yang dilaluinya hanya dihabiskan untuk membaca novel, bermain video game, dan mengerjakan beberapa tugas sekolahnya. Tapi mengapa, sosok pria pengidap Heliophobia akut ini bisa terpilih menjadi pemegang Pedang Gram? Kenapa pula Dewa Arceus memilihnya untuk melanjutkan penerusan menjadi Ksatria pemegang Pedang Gram?
            Ia menembaki berbagai pesawat koloni Arch yang datang menghampirinya, mengeker dengan bidikan yang kuat lalu menembakkan cahaya panas dan mampu melumpuhkan pesawat musuh hanya dengan satu tembakan saja!
            Sebuah senyuman tersungging dibibirnya saat ia memandang pada Viola.
            “Kau tahu, Viola. Aku sangat menyukai pedang ini.”
            “Hahaha. Kau mulai terbiasa sepertinya.” Viola membelokkan tangannya untuk mengubah arah Permadani Terbangnya menuju monster raksasa Gigantes. “Sekarang dialah target kita.”
           
            Di tengah pertarungan yang ganas, mereka bergabung bersama dengan Pesawat Primus yang tengah menembakki Gigantes dari berbagai penjuru.
Ralphie menembakki kaki Gigantes dengan Pedang Gramnya, membuat monster itu kesakitan, mengeluarkan teriakan yang sangat menyeramkan.
            Apa yang di katakan Viola memang benar, monster itu tidak dapat dikalahkan dengan senjata paling mematikan apapun di dunia, karena kulitnya setebal Vibranium, sangat sulit ditembus, terkecuali dengan senjata khusus yang telah di karuniai oleh dewa.
            Mereka melesat dengan sangat cepat mengelilingi tubuh monster itu, menembakkinya dari berbagai arah. Gigantes yang telah kesakitan mulai panik, ia berjalan menuju gedung sepuluh lantai, lalu mengangkatnya dan di jadikan sebagai senjatanya.
            Gigantes menyerang beberapa pesawat koloni Primus dengan gedung yang digenggamnya. Salah satu dari mereka berhasil menghancurkan sebagian struktur bangunannya, tapi beberapa pilot yang malang, harus gugur dari pertarungan terpukul oleh senjata mematikan milik Gigantes hingga menjadi puing-puing, dan terjatuh ke tanah.
            Viola kembali menerbangkan Permadaninya kearah wajah Gigantes, sosok Ralphie telah berhasil menyayat mata sebelah kanan monster itu hingga membuat pandangannya sedikit kabur. Gigantes meringis kesakitan, memegangi mata kanannya yang berlumuran darah. Pesawat Primus yang melihat keadaan ini mengambil kesempatan untuk melanjutkan penembakkannya. Meskipun serangan itu tidak memberikan efek apapun baginya, setidaknya mereka telah bekerja sesuai dengan semestinya, sebagai pengalih perhatian.
            “Tubuhnya kuat sekali, meskipun telah mendapatkan berbagai tembakan dan sayatan Pedang Gram. Rasanya serangan yang kita lakukan seperti sia-sia saja.” keluh Ralphie pada Viola.
            “Tidak, kau salah. Justru usaha kita telah membawakan hasil. Kau lihat, kita telah berhasil membutakan mata kanannya, dan sedikit melumpuhkan pergerakkan kakinya.”  Viola memandangi sosok Gigantes yang jatuh tersungkur di tanah, tapi monster itu telah berhasil bangkit kembali. “Kita tidak punya waktu lagi, langsung saja ke serangan pamungkas kita.”
            “Serangan, pamungkas?”
            “Ya, serangan pamungkas. Satu buah serangan yang akan langsung melumpuhkan monster biadab itu.”
            Viola kembali menerbangkan permadaninya kearah wajah Gigantes, hanya sekian meter dari letak hidungnya. Monster itu semakin marah, wajahnya berubah menjadi sangat menyeramkan!
            “Tekan dan tahan tombol hijau pada bagian Pommel sambil kau bidik ke arahnya!”
            Ralphie langsung menuruti perintahnya tanpa bertanya terlebih dahulu. Pedang Gram ini mulai mengeluarkan cahaya kebiruan di seluruh badannya, pada bagian Point ujungnya mulai membentuk sebuah cahaya berbentuk bulat yang sangat panas, bagai peluru meriam yang siap untuk di lontarkan.
            Lengan kanan Gigantes mulai terangkat kearah mereka, hanya dalam hitungan detik saja mereka akan hancur di tampar oleh tangan raksasa itu.
            “Sekarang! Lepaskan!” perintah Viola sekali lagi.
            Pria itu melepaskan jarinya dari tombol hijau pada bagian Pommel pedang, lalu menembakkan satu buah serangan cahaya yang sangat besar menyambar seluruh badan Gigantes. Sosok itu mencoba menahannya, tapi apalah dayanya tak sanggup untuk menandingi kekuatan Pedang Dewa itu. Gigantes terpental beberapa meter dan tubuhnya telah tumbang bersamaan dengan gedung-gedung yang turut hancur tertiban oleh tubuhnya.
            Pilot dalam Pesawat Primus mulai bersorak-sorai memeriahkan kemenangan ini. Mereka semua memandang kearah dua orang yang kini mereka banggakan. Terlintas dalam benak mereka “Siapa mereka? Kenapa mereka bisa sekuat itu?”
            Inilah kekuatan Dewa yang sesungguhnya. Bagi siapa yang menentangnya, akan di adili dengan seberat-beratnya.

7
Penghianatan


            Hermis yang memandangi pertempuran itu dari pesawat utamanya, telah dibuat semakin geram. Rasanya telah tiba saatnya untuk dia turun tangan membasmi mereka semua. Ia berjalan dengan cepat kearah pintu keluar, melompat dari pesawatnya. Tubuhnya melayang di udara bagaikan seperti Superman, beranjak pergi menghampiri mayat Gigantes yang telah tumbang, menatapnya dengan pandangan kebencian kearah Ralphie dan Viola yang berada di udara.
            Hermis mengulurkan lengannya kearah batu besar, membuatnya melayang lalu melempar objek berat itu kearah kedua orang yang tengah berbahagia di atas Permadani Terbangnya. Pesawat Primus yang menyadari serangan tiba-tiba itu langsung menembakkinya, tapi karena objeknya terlalu besar, serangannya tidak menghancurkan secara total, sehingga masih menyisakan puing-puing besar yang melesat dengan cepat kearah mereka berdua. Viola yang menyadari ledakan itu langsung menggerakkan Permadaninya, menghindari batu yang melesat kearahnya. Mereka selamat kini, tapi tidak dengan Pesawat Primus-33 yang telah hancur.
            “Sial! Apa permainan belum selesai?” ucap Viola dengan kesal.
            Ia melihat sosok makhluk dengan postur tubuh besar, mengenakan jubah kekaisaran disamping mayat Gigantes. Viola langsung menyadari siapa dia, sosok yang sangat ia benci, yang telah membantai kaumnya hingga tak tersisa, tanpa belas kasih.
            “Keparat! Ternyata dia, harusnya aku menyadarinya dari awal.”
            “Siapa dia, Viola?” Ralphie pun kini telah melihat makhluk itu.
            “Dialah pemimpin mereka, Hermis.”
            Ralphie terkejut mendengarnya, itukah sosok dalang dibalik ini semua? Yang membuat planet ini menjadi seperti kuburan mayat besar.
            “Kita harus kesana, aku harus menyelesaikan ini sekarang juga.”
            “Tidak! Kau tidak boleh kesana. Telalu berbahaya, kau akan mati.” larangan itu muncul dari mulut Ralphie yang panik, ia tidak mau jika Viola sampai terluka.
            “Aku tidak perduli! Lagipula tidak ada gunanya lagi aku hidup di dunia ini. Semua kaumku telah tewas, hanya akulah orang Poa terakhir. Apalah arti hidup ini jika diselimuti dalam rasa kesepian?!”
            Sang Heliophobia menampar wajah Viola, menyisakan bekas kemerahan di pipi wanita itu. Wajahnya mulai berubah menjadi sangat buruk.
            “Dasar bodoh! Kau sendiri yang berkata padaku, untuk tetap tegar meskipun kau tau orang yang kau sayangi telah tiada. Lagipula kau tidak sendirian, Viola. Masih ada aku disini yang akan bersamamu, meskipun kita dari ras yang berbeda, aku sudah menganggapmu sebagai teman terbaikku.”
            “Teman? Kau menganggapku teman? Bahkan teman satu Guildku tidak ada yang menganggapku sebagai teman terbaik mereka, aku hanyalah seorang pesaing yang harus disingkirkan.”
            “Aku tidak seperti mereka, kau kuat dan hebat. Tapi aku tidak menganggapmu sebagai saingan. Aku memang iri padamu, terhadap semua kekuatan yang kau miliki. Kenapa aku tidak bisa memilikinya juga? Tapi aku kagum dengan semua kemampuanmu, kau orang yang hebat, Viola!” Ralphie mengusap air mata yang mengalir dari air mata wanita itu. “Jadilah wanita yang tegar, karena aku tidak suka orang yang cengeng!”
            Kedua bola matanya berkaca-kaca, memandang seorang pria dengan hoodie hitamnya. Satu-satunya orang yang menganggapnya sebagai teman. Sungguh indahnya kini, ia behasil menemukan teman terbaiknya. Seseorang yang takut kehilangannya.

            “Terima kasih atas seluruh perhatianmu, Ralph. Tapi aku tidak bisa menghindarinya. Sebab inilah tujuanku datang ke Planet Bumi, untuk menyudahi masa kekuasaan Hermis. Jika kau tidak suka, kau bisa turun dari Permadaniku.”
            “Pria sejati tidak akan meninggalkan seorang wanita di tengah-tengah keadaan yang berbahaya.” Ralphie menggoda dengan mengedipkan matanya.
            “Kau pria yang gila, Ralphie!” Viola tertawa kini. Ia tahu kalau Ralphie tidak mungkin memilih mundur dari apa yang sudah ia perjuangkan.
            “Mari kita selesaikan sekarang juga.”
*********

            Sementara itu, Jenderal Mantis. Seorang yang dibanggakan Hermis, sekaligus direndahkan karena memiliki kelainan pada warna kulitnya. Dia merasa tidak seperti orang Arch lainnya, karena hanya dialah satu-satunya yang mempunyai kulit berwarna hijau. Ia sendiri tidak tahu penyebabnya, padahal kedua orang tuanya mempunyai warna kulit seperti ras Arch normal. Professor Lupin pernah berkata, ketika ibunya mengandung, ia memakan salah satu tumbuhan terlarang yang berasal dari bukit Elenia. Sebuah tumbuhan berwarna hijau terlarang yang tidak boleh dimakan. Beberapa dugaan menyebutkan bahwa tumbuhan itu beracun, tapi setelah ibu Mantis memakannya, ia hanya mengalami sakit perut dan setelah diobati rasa sakitnya hilang. Berbulan-bulan ia mengandung Mantis dengan keadaan normal, tidak ada keanehan. Namun saat hari kelahirannya tiba, semua mata tertujukan pada sosok bayi berwarna hijau ditengah-tengah mereka. Bagai campuran dari gen Arch dengan Orc.
            Gosip mulai menyebar ke seantero kota, hingga terdengar sampai ke telinga Raja Hemis. Ia yang mengetahuinya memberikan perintah pada ibu Mantis untuk membunuh anaknya. Karena ia takut jika kelahirannya akan menjadi kutukan, dan membahayakan dirinya. Kasih sayang ibu yang besar, ia tetap mempertahankan anaknya itu, meskipun harus merelakan Titlenya sebagai kepala Komando Pasukan Militer Arch lenyap. Setelahnya, ia hanya bekerja sebagai petani di ladang. Ibunya Mantis tergolong vegetarian, tidak terlalu suka makan daging, sama seperti ayahnya.
            Hari silih berganti, Mantis telah tumbuh semakin besar. Ia mulai memasuki sekolah sebagai siswi yang cerdas. Hanya saja kelainan fisiknya itu menjadi penyebab Mantis sering dijauhi teman sebayanya, hanya Tikovak satu-satunya yang menemaninya dikala ia sendiri.
            Saat beranjak dewasa, Mantis mulai mengikuti pelatihan militer, awalnya hanya sekedar coba-coba. Mantis terinspirasi ingin menjadi seperti ibunya setelah melihat piagam penghargaan dan foto-foto yang berada di kamar ibunya. Berbekal kemampuan yang ia pelajari sendiri, Mantis lolos dalam ujian seleksi. Dan berhasil menjadi pasukan darat Arch. Disana ia berkembang dengan pesat, kemampuannya sangat hebat. Raja Hermis yang awalnya merendahkannya, kini telah mengakui kemampuan yang Mantis miliki. Hingga akhirnya, ia diangkat menjadi Pemimpin Komander Pasukan Utama Arch. Sebuah title yang sangat gagah.
            Itulah kisahnya bermula, seorang Jenderal tangguh yang awalnya dihina, kini telah dihormati dan ditinggikan derajatnya.
            Bersama dengan Hermis serta pasukannya, Mantis mendatangi berbagai planet yang kaya akan sumber daya alam, lalu membantai semua warganya dan mengambil apapun yang di perlukan dengan taktik licik seperti mengelabui dan mengadu domba.
            Dalam lubuk hatinya, Mantis tidak ingin melakukannya, ditambah ia telah menyaksikkan kekejaman kaumnya yang tengah mencabik dan memakan mayat kaum yang telah di jajah. Hal itu membuka pandangan baru bahwa ras Arch hanyalah sebuah ras sampah yang dibenci di antariksa. Keberadaannya sangat ditakuti, hal ini yang membuat Mantis tidak mempunyai teman selain ras Arch itu sendiri.
           
            Sebuah rencana yang ia pikirkan sejak lama, untuk menyudahi semua kebiadaban ini kembali muncul. Kepalanya sakit memikirkan beban ini, karena dia tidak mau jika harus mengkhianati kaumnya sendiri. Tapi dilainhal, apa yang sudah rasnya lakukan memang telah melebihi hukum alam. Sudah pantasnya Arch dihukum seberat-beratnya.
            Jenderal Mantis yang sedang menyerang pasukan militer Kasukabe, memilih untuk berbalik menyerang pasukannya sendiri hingga tewas tak tersisa. Pasukan Kasukabe yang melihat kejadian aneh itu dibuat heran, apa yang dia lakukan pada bangsanya sendiri?
            Ketika Jenderal Mantis ingin ditembak oleh delapan Pasukan Kasukabe, ia melemparkan bom asap kearah mereka. Membuat tempat itu menjadi dipenuhi asap dan gelap. Kesempatan ini diambilnya untuk melarikan diri, menuju arah pesawat utama, dan membunuh setiap ras Arch yang ia temui di jalan.
*********
            “Tak kusangka, kupikir aku sudah membantai semua kaummu. Ternyata masih ada orang Poa terakhir. Aku sangat bodoh, kenapa bisa terlewatkan satu ekor kutu Mars yang harusnya turut aku musnahkan.” kata Hermis yang menyambut kedatangan Ralphie dan Viola.
            “Tutup mulutmu, orang hina! Cukup sudah kebiadabanmu berakhir sampai disini.”
            “Hahaha, seekor kutu Mars ingin membunuhku? Jangan membuatku tertawa!”
            “Kau hanyalah seorang pengecut yang kerjanya memerintah dibalik layar.”
            Hermis merasa terejek dengan ucapannya, ia membalas kekesalan itu dengan menginjakkan kaki ke tanah dengan keras, membuat tanah yang menjadi pijakannya hancur.
            “Jadi kau sudah siap ingin menjadi fosil? Menghadapi kepunahan kaum Poa untuk selama-lamanya?” cibir Hermis pada Viola.
            “Lihat saja, kau akan menyesali segala perbuatanmu.”
            Satu buah kapsul berukuran medium mendarat dari pesawat utama, dengan berukuran oval dan air yang berada di dalamnya. Ralphie tiba-tiba syok melihat sosok yang berada dalam kapsul tersebut.
            “Airin?! Keparat! Lepaskan dia!” teriak Ralphie dari kejauhan.
            “Sepertinya kau yang akan menyesali tindakanmu, orang Poa!”
            Dari arah belakang kapsul, muncul seorang wanita dengan seragam SMA yang telah kotor dengan darah disekujur tubuhnya. Dilengan kanan menggenggam sebilah pisau tajam yang menjadi senjata utamanya. Dialah sosok wanita yang ditakuti di sekolahnya, seorang wanita yang telah membantai anggota geng berandalan di sekolah, Cindy.
            “Apa?! Cindy? Kenapa kau berada disana?!” Pria bertubuh seratus tujuh puluh delapan senti itu semakin syok dengan situasi ini.
            “Kau mengenalnya? Kurasa dia teman dekatmu.” Hermis memandang Cindy yang sedang mengayunkan pisaunya. “Tapi sekarang, sepertinya dia akan menjadi rivalmu!”
            Ralphie dibuat semakin geram dengannya, pergelangan tangan yang dikepal menunjukkan api kemarahan dengan kian bergejolak. Setelah Airin dijadikan sandera, sekarang Cindy turut menjadi korbannya. Inikah yang diceritakan Viola, salah satu makhluk yang bengis dan tak kenal ampun.
            Dia sendiri belum mengetahui apa kekuatan yang dimilikinya sehingga makhluk dengan corak warna ungu gelap ini, dapat menguasai berbagai planet pada antariksa.
            Berbagai pandangan muncul, Hermis pasti telah melakukan trik kotor, melihat caranya yang licik untuk menguasai ekosistem Bumi dengan memamerkan teknologinya, dan menjadikan sebagai alasan untuk memerdekakan manusia.
            “Cindy! Apa yang kau lakukan disana?” tanya Ralphie.
            “Maafkan aku, tapi aku bukanlah orang yang kau kenal lagi.” balasnya. “Aku sudah muak dengan manusia! Mereka semua hina, dan pantas dilenyapkan!”
            Ralphie terperanjat mendengarnya, kenapa Cindy menjadi seperti ini. Apa faktor asmara yang telah membuatnya menjadi gelap mata? Jika benar, rasa cinta yang dimilikinya sangat besar, sehingga ia tidak sanggup menahan rasa sakit yang dimiliki karena melihat Ralphie menjalin hubungan dengan Airin.
            “Apa maksudmu? Kau tidak sadar bahwa kau sendiri adalah bagian darinya?”
            “Sayangnya tidak, aku bukanlah manusia. Sosok Cindy telah tiada, ia telah lenyap bersamaan dengan cinta kelam yang dimiliki.” Cindy menjawab dengan wajah yang flat, tidak dipenuhi ekspresi.
            Hermis kemudian maju dua langkah berada disamping Cindy, membersihkan pakaiannya dari debu jalanan.
            “Aku menemukannya di jembatan yang menjadi penghubung antara dua kota. Ia sedang membunuh dan menyayat bangsanya sendiri dengan pisau. Melihat keadaan ini, aku menganggap kalau dia bukan lagi bagian dari bangsanya. Maka dari itu kuajak dia untuk bergabung.” Raja Hermis menepuk-nepuk pundah Cindy. “Dia pula yang akan menghabisimu, pria Bumi!”
            Hubungan asmara mereka nampaknya sangat serius, kalau saja Ralphie tahu semuanya akan jadi seperti ini, ia lebih memilih menembak Airin dirumahnya, atau pada gedung mall bertingkat, bukan disekolah.
            “Cepat habisi pria itu!” perintah Hermis padanya.
            Wanita itu dengan sigap langsung berjalan menghampiri Ralphie dan Viola. Disaat ia ingin mulai menghentakkan kakinya ketanah dan mulai berlari, muncul tembakkan dari arah timur berada tepat didepannya. Mementalkan Cindy beberapa meter karena radiasi ledakannya. Semua mata tertuju pada sumber tembakkan itu, berasal dari seorang yang sangat membenci bangsanya sendiri, sama seperti Cindy membenci manusia, terutama orang yang telah membuat hidupnya dipenuhi penderitaan.
            Jika memang Ralphie harus melawan temannya sendiri, lebih baik ia mengalah. Karena dia tidak mau menyakiti wanita. Itulah prinsipnya sejak kecil yang diajarkan orang tua. Mengalah itu bukan kalah, melainkan menang secara hakiki.
            “Jenderal Mantis! Apa yang kau lakukan?” Hermis terperangah melihat kehadirannya.
            “Cukup sudah permainan berakhir sampai disini!” Mantis beranjak kearah Viola dan Ralphie.
            “Dasar keparat! Berani-beraninya kau mengkhianatiku. Kau, cepat habisi dia!” Hermis memerintah pada Cindy.
            Awalnya Ralphie kira kalau Cindy akan melawannya, situasi telah berubah. Ia tidak perlu melawan temannya sendiri. Meskipun dia tidak tega jika temannya harus terluka melawan makhluk dengan bobot besar ini.
            Rasanya tidak adil jika Jenderal Mantis melawan makhluk jelata seperti Cindy yang memakai pisau, dengan sebilah pedang panjang. Derajatnya bisa turun saat Mantis melakukan itu.
            Ia mengambil sebilah pisau berwarna hitam dari saku celananya. Sebuah senjata yang terbuat dari Baja dengan paduan Nikel lima persen. Dari sebuah pertambangan di Dark Planet. Unsur bajanya sangat keras, membuat pisau itu sulit patah. Motifnya yang indah membuat Mantis jatuh cinta dengan benda ini, meskipun ia lebih suka mengenakan pedang.
            Kedua belah pihak telah bersiap untuk memulai serangan, api semangat telah berkobar di kedua bola matanya. Mengartikan rasa kebencian dari tiap pihak terhadap bangsanya sendiri. Mereka merasa seperti dikhianati, tapi mengapa harus ia yang mendapatkan julukan itu. Ia ingin hidup lebih layak, bersama dengan orang yang disayang tanpa ada pertikaian diantara mereka. Semua telah terjadi sesuai dengan alurnya, Tuhan telah menetapkan takdir mereka akan menjadi penghianat seperti ini. Meskipun apa yang mereka lakukan adalah benar, belum tentu bagi pihak lain perbuatannya disebut sebagai pahlawan.
            Cindy gadis berusia tujuh belas tahun dengan fisik yang kuat. Meskipun bobotnya hanya empat puluh lima kilogram, ia bisa melumpuhkan pria bertubuh besar dengan tendangan mautnya. Dari kesekian banyak ekskul disekolah, ia hanya fokus tertuju pada ekskul karate. Entah mengapa wanita secantik dia memilih kegiatan yang kasar seperti itu. Rasanya tak pantas jika wanita selembut Cindy mengikutinya, berlatih seperti layaknya atlet bela diri yang tangguh. Dua tahun semenjak awal dia memasuki kegiatan itu, kini Cindy telah mencapai gelar sabuk cokelat. Sebuah tingkatan yang hampir mencapai level sempurna. Hanya perlu satu kali ujian kenaikan sabuk lagi, ia bisa mendapatkan gelar sabuk hitamnya. Menandakan bahwa ia telah pantas menjadi ahli karate yang unggul.
            Beberapa orang yang tidak mengetahui kehidupan Cindy lebih dalam, membully Cindy hanya karena tingkah lakunya yang aneh. Tapi untuk yang mengetahuinya tidak pernah berani untuk menggangunya, karena jika harus dilakukan, sama saja seperti memasuki kandang singa. Siapapun yang berani berurusan dengannya, ia akan binasa. Syukur jika Cindy hanya melenyapkan orang itu dari pandangannya, tapi kalau ia sudah mencapai batas kesabarannya, bisa saja Cindy membinasakan orang tersebut dari dunia. Siapa sangka dari sosok Cindy Herdiana yang pendiam, tidak banyak bicara, dan kurang bergaul ini tersimpan sesosok makhluk menyeramkan yang sewaktu-waktu dapat bangkit untuk melahap habis para manusia-manusia sampah pembully dirinya.
             “Majulah! Jika kau sanggup mengalahkanku.” ajak Mantis pada Cindy.
            Meski dalam situasi seperti ini, ekspresi wajah Cindy tetap saja sama. Terlihat begitu tenang, seperti tidak terjadi apa-apa. Dari raut wajahnya pun tidak tampak rasa akan takut mati, ia seperti telah siap untuk menerima ajalnya. Ralphie sempat heran mengapa wanita Psikopat seperti dia bisa sampai suka dengan dirinya?
            Cindy mulai berlari menghampiri Mantis, menusukkan pisaunya kearah perut lawan. Dengan sigap Mantis menepis serangannya, menimbulkan bunyi desingan pisau yang beradu satu sama lain. Mereka saling menyerang menusuk lawannya dengan penuh emosi yang tak terbendungkan. Keduanya telah dipenuhi aura pembunuh, membuat mereka tidak pernah ragu untuk melakukan penyerangan terbaiknya. Meskipun bobot Jenderal Mantis dua kali lebih besar dari Cindy, ia bisa mengimbangi serangannya. Walau terkadang Cindy kewalahan menahan pukulan Mantis yang dilontarkan kearah wajahnya.
            Kedua insan ini sama hebatnya, pola serangan mereka sangat sempurna. Ralphie yang menyangka Cindy hanya orang lemah nyaris dibuat tidak percaya dengan kejadian yang turut terjadi hari ini antara mereka berdua. Semuanya berlangsung begitu cepat, terutama dengan korban yang terus berjatuhan, seolah hari ini adalah akhir dari dunia.
            Pada serangan Mantis berikutnya, Cindy berhasil menahan tusukan itu, lalu mengambil kesempatan untuk memukul perut lawan keras-keras. Membuat tubuhnya sedikit melemah, dan Cindy kembali melakukan serangan beruntun dari teknik beladiri Karate yang dikuasainya.
            “Boleh juga, ternyata kau cukup tangguh.” Jenderal Mantis mengusap darah yang keluar dari bibirnya.
            “Kau tidak ada apa-apanya bagiku. Meskipun kau sangat besar, hal itu tak akan membuatku gentar sedikitpun.”
            “Sombong sekali! Perkataanmu harus dijadikan apresiasi. Haha.”
            Karena merasa sangat percaya diri, Cindy kembali menyerang Mantis tanpa perencanaan terlebih dahulu. Ia sangat gegabah dalam mengambil pola serangan, semua didasarkan atas aura pembunuhnya. Dan hal ini membuka peluang bagi Mantis untuk melakukan serangan terakhir.
            Mantis menepis lengan kanan tempat Cindy memegang pisaunya dengan keras. Pisau yang berada digenggamannya turut terlempar dan Mantis memukul wajah Cindy teramat sangat keras tepat mengenai batang hidungnya. Wajahnya mengeluarkan darah, ia pun terpental lalu tersungkur ke tanah. Sosok Cindy yang sombong itu kini telah tumbang hanya dengan satu pukulan saja. Siapa sangka kalau perkataannya barusan adalah kunci akan kekalahannya. Ia telah terjerumus kedalam egonya sendiri, mengakibatkan batinnya menjadi lemah, dan mudah untuk di kalahkan. Kesombongan hanya akan membawa kekalahan, mereka akan lengah karena terlalu percaya diri dan menganggap musuh hanyalah seekor tikus kecil yang mudah untuk dibunuh. Mereka yang menyaksikan pertarungan dibuat diam tak berkata. Hermis tidak menyangka jika jagoannya tumbang dengan cara memalukan seperti itu. Dia orang yang bodoh, tidak memikirkan seperti apa kemampuan Mantis. Tentu saja Cindy bukanlah tandingannya. Karena Mantis adalah pasukan terbaik dari kesekian banyak prajurit andalannya.
            “Aku tidak bisa tinggal diam. Terpaksa harus turun tangan melawan makhluk lemah seperti kalian.” Hermis mulai maju, menyingkirkan Cindy dari arena tanpa menyentuhnya.
            “Kau, makhluk berwarna hijau. Minggirlah. Biar aku yang menghadapinya.” Ralphie melangkah maju memasuki arena.
            “Kau yakin dengan pilihanmu? Hermis bukanlah tandinganmu.” kata Mantis meyakinkan.
            “Jangan cemas, Dewa Arceus selalu melindungiku.”
            Tanpa penolakan lagi, Mantis kini mundur menuju Viola, dan Ralphie kini menghadapi ajalnya. Meskipun ia memiliki Pedang Gram pemberian Dewa Arceus, tidak membuat fisiknya menjadi kuat dan menjadi tangguh dalam pertarungan. Sumber kekuatannya hanya berada di lengannya, bersama dengan sebilah pedang panjang pemberian Dewa alam semesta.
            “Kau akan menyesali tindakanmu ini, makhluk jelata! Beriaplah menghadapi kematianmu.” Hermis sama sombongnya dengan Cindy. Mungkinkah ia akan termakan oleh ucapannya sendiri juga?
            Ralphie merapihkan penutup kepalanya, ia tidak mau jika matahari membuatnya lemah saat melawan Hermis. Karena disaat ia tengah terbakar oleh panas sinar mentari, ia tidak bisa bergerak banyak, kemampuannya melemah, dan hal ini membuka celah bagi musuh untuk membunuhnya.
            Dia mengunuskan pedangnya kearah Hermis, menembakkan satu sinar cahaya panas kearah musuh. Hermis mengulurkan lengannya kedepan, menciptakan sebuah perisai transparan yang kokoh. Tembakan itu tidak bisa sedikitpun menyentuh tubuhnya.
            Sambil menahan serangan beruntun Ralphie, Hermis menggerakkan bebatuan besar lalu melemparkannya dengan kecepatan penuh kearah lawan. Dengan reflek yang bagus, Ralphie menembakkan bebatuan itu lalu menghancurkannya berkeping-keping.
            “Telekinesis, ya. Aku tidak percaya kemampuan itu nyata. Kupikir hanya sebatas buaian belaka.” ujar Ralphie yang menatap lawannnya dengan tatapan dingin.
            “Tak ada yang bisa mengalahkanku dengan kemampuan ini, meskipun ia orang yang paling kuat di alam semesta.”
            “Oh, bagaimana jika lawanmu orang yang menciptakan alam semesta ini?”
            “Apa maksudmu?” tanya Hermis heran.
            “Kau tahu, pedang yang kugenggam ini adalah sebuah senjata terkuat di alam semesta? Sebuah senjata suci pemberian Dewa Arceus sang penguasa alam semesta.”
            “Apa?? Jadi itukah, senjata legendaris yang diceritakan sejarah, Pedang Gram?!” Hermis terbelalak, kedua bola matanya membesar. “Bagaimana bisa makhluk lemah sepertimu memilikinya?”
            “Dewa Arceus tidak memberikan pedang ini pada orang terkuat di dunia, melainkan pada makhluk yang akan menggunakannya untuk kedamaian galaksi. Jika kau menginginkan benda ini, lebih baik berkaca terlebih dahulu. Kau terlalu hina untuk bisa mengenakannya.”
            “Cih! Sombong sekali. Akan kurebut pedang itu sekarang juga!”
            Hermis meningkatkan kemampuannya. Bergerak dengan cepat melemparkan benda-benda disekitar kearah Ralphie. Mencari celah ke berbagai arah untuk melumpuhkan lawannya dengan satu hantaman saja. Siapa sangka, kemamuan bertarung yang Ralphie pelajari dari video game, sangat berguna kini. Ia bisa mengetahui taktik pergerakkan musuh hanya melalui hentakkan kakinya.
            “Kena kau!”
            Ralphie menebas pinggul Hermis dengan pedangnya. Gerakan Hermis yang sangat cepat dapat dibaca olehnya.
            “Sial! Bagaimana kau bisa membaca pergerakkanku.” sang raja meringis menahan luka di pinggulnya.
            “Pengguna Telekinesis hanya menggunakan kekuatannya dalam bertarung. Ia sangat mengandalkan kemampuannya itu. Terlalu percaya diri, dan biasanya fisik para Esper sangat lemah. Meskipun kau terlihat gagah dengan tubuh besarmu, tidak menutup kemungkinan kalau kau makhluk yang lemah!”
            “Haha. Aku hanya bermain-main tadi, sepertinya harus kutunjukkan kekuatanku yang sebenarnya.”
            Suasana menjadi dingin, angin mulai berhembus dengan kencang. Berbagai objek yang berada di sekitar berterbangan kedalam pusaran angin topan yang mengelilingi sang Esper. Dalam hitungan ketiga, Hermis melontarkan objek-objek itu kearah Ralphie. Dengan sigap Ralphie melakukan serangan yang sama ketika melawan Gigantes. Dia menahan tombol pada Pummel, lalu menembakkan sinar cahaya panas dengan kekuatan besar kearah makhluk itu. Secepat kilat Hermis berada di belakang Ralphie, pria itu terkejut dan langsung menghentikan tembakkannya, kemudian berbalik lalu memukul wajah Hermis sangat keras. Mementalkannya dengan jarak yang sangat jauh.
            Siapa sangka ternyata sihir yang diberikan Viola pada Ralphie bisa sekuat ini. Lengannya seolah menjadi senjata paling mematikan. Hanya dengan satu pukulan saja Hermis tumbang.
            Semua warga yang menyaksikkan pertarungan ini mulai keluar dari persembunyiannya. Suasana yang sunyi kini menjadi riuh. Bersamaan dengan pesawat jet pasukan Militer Kasukabe yang turut serta merayakan kemenangan ini.
Kini bumi telah aman, sang pengganggu telah lenyap.
            Kota Java seolah memiliki pahlawan baru, seorang pengidap Heliophobia akut yang takut dengan solar sistemnya sendiri. Ralphie beruntung bisa bertemu dengan Viola, seorang Dryad cantik dengan kulitnya yang putih pucat.
           
            Ralphie bergegas menghampiri kapsul tempat menyimpan Airin, lalu mengeluarkan pasangannya itu dari dalam. Airin berada di pangkuan kekasihnya, ia telah aman kini. Bersamaan dengan suara tepukkan warga sipil, dengan perlahan ia membuka matanya, lalu mengeluarkan air mata karena terharu ia bisa diselamatkan oleh kekasihnya sendiri. Betapa bahagianya dia memiliki Ralphie. Seorang pria yang biasa saja, namun terlihat spesial di hati Airin.
            Mereka berpelukan dalam suasana haru, dan mereka kini dapat kembali bersama menjalin hubungan cintanya tanpa ada pengganggu lagi.
           
8
Penghargaan


            Semuanya telah berakhir, walaupun harus mengorbankan sekian banyak nyawa yang berjatuhan. Mereka telah sadar bahwa kota ini perlu dibangun kembali menjadi kota yang lebih berbobot. Bersama dengan warganya yang lebih taat akan peraturan, dan melahirkan generasi penerus bangsa cerdas, mampu membawa negeri ini menjadi pusat panutan bagi negara lainnya.
            Di tengah kerumunan orang banyak dan pasukan Militer Kasukabe, Presiden Celt memberikan sebuah piagam penghargaan pada Ralphie dan Viola sebagai apresiasi atas tindakannya yang mulia. Namanya harum dan terkenal sebagai sosok pahlawan Bumi. Ralphie yang awalnya pria biasa saja, kini telah mendapatkan julukan seorang pahlawan. Disenangi orang banyak, merasa di perlukan, dan di idolakan oleh banyak wanita.
            Meskipun kini mereka tengah menjadi Selebriti, tidak membuat Ralphie sombong dan melupakkan Airin sebagai kekasihnya. Ia tetap setia pada pasangannya itu. Kini mereka menatap langit bersama, menyongsong kehidupan baru yang lebih baik. Kematian ibunya adalah akhir dari penderitaan ini. Membawa manusia kepintu gerbang menuju antariksa.
            Bertahun-tahun setelah penyerangan itu terjadi, kini Bumi telah berubah menjadi planet yang sangat maju dalam bidang teknologi. Para astronot telah diberangkatkan ke berbagai planet untuk mencari planet baru yang layak huni. Dan planet merah, Mars. Telah terbuka oleh umum dan layak untuk dihuni. Hanya dikenakan biaya tiga milyar untuk orang yang ingin tinggal disana. Pada Kota Argadia di Mars, terdapat sebuah kubah transparan yang melindungi kota dari jahatnya siklus diluar. Dan kini Mars telah menjadi tempat baru bagi warga sipil pindahan dari Bumi.
            Keadaan planet Bumi terlihat semakin biru dari planet Mars. Terlihat lebih indah karena perkembangan teknologinya yang sudah maju. Ejekkan dari ras Arch pada beberapa tahun lalu menjadi motivasi bagi manusia, membawakan hasil dan membuat ras yang awalnya di ejek sebagai makhluk primitif, berubah menjadi makhluk cerdas dengan teknologi maju. Terbang kesana kemari mengitari antariksa. Karena mereka, akan terus berusaha membangun bangsanya, hingga dapat menciptakan sebuah gerbang yang dapat membuat mereka melakukan perjalanan Antariksa dengan waktu yang singkat.


-          The End
Tags: ,

Written by

Seorang penulis novel fantasi yang memiliki minat dalam berbagai hal seperti programming dan game making.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fantasy

Fiksi Ilmiah

Wattpad: @yusriltakeuchi

Copyright © Yurani Takeuchi | Thanks to Yusril Takeuchi