Featured Post Via Labels

Instagram Photo Gallery

30 Agu 2015

Takeuchi: Kitab Terlarang Aurora [Episode 6]

Share & Comment

Yusril Takeuchi



Takeuchi – Kitab Terlarang Aurora



Diterbitkan secara mandiri
melalui blog.yusriltakeuchi.com




Credits

Oleh: Yusril Takeuchi
Copyright © 2015 by Yusril Takeuchi

Penerbit
Yusril Takeuchi
www.yusriltakeuchi.com
yusriltakeuchi@gmail.com

Download PDF:
Click Here

Desain Sampul:
Yusril Takeuchi

Diterbitkan melalui:
Blog.yusriltakeuchi.com




            Pada zaman dahulu disebuah planet Yurani terdapat peradaban suku Gypsy. Suku itu sendiri ialah salah satu suku yang dapat menggunakan berbagai macam sihir dan mantra. Suku Gypsy bersemayam di planet Yurani sudah semenjak ratusan tahun yang lalu. Suatu ketika seorang kepala komandan menemukan sebuah kitab yang bernama Aurora. Konon kitab itu dapat meningkatkan kekuatan hingga puluhan kali lipat dari kekuatan normalnya bagi seseorang yang mempelajarinya. Kepala komandan itu langsung memberikan kitab tersebut kepada pemimpin mereka, dan suatu saat terjadilah sebuah pertentangan. Dimana terdapat kelompok A yang menginginkan kitab tersebut diabadikan ditempatnya semula, mereka takut jika terjadi sebuah kutukan yang berbahaya jika mereka menggangu keberadaannya. Sedangkan kelompok B menginginkan untuk menguasai kitab tersebut. Terjadi pertentangan antar kedua belah pihak. Walaupun kedua kelompok sudah saling mempelajari kitab itu meski hanya sedikit, mereka sudah memiliki bekal sihir yang lumayan kuat. Dan karena hal itu pula suku Gypsy bisa menggunakan sihir hingga turun temurun. Namun kelompok B terlalu terbawa hasrat nafsunya. Hingga suatu malam kelompok B menyelinap untuk mengambil kitab tersebut, tapi upaya mereka tergagalkan. Mereka tertangkap basah oleh penjaga-penjaga pada saat ingin mengambil kitab Aurora. Dan pada akhirnya terjadilah peperangan antara kelompok A dan kelompok B.
            Kelompok A terdiri dari orang-orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi dibandingkan kelompok B, sehingga pada akhirnya kelompok B pun kalah. Dan kelompok A berjanji akan menyegel kitab sihir itu dan tidak akan pernah dibuka sampai kapanpun.

            Di galaxy yang begitu luas dipenuhi dengan bintang-bintang dan planet yang berterbaran dimana-mana. Terdapat 2 pesawat yang sedang mengejar-ngejar seseorang. Orang tersebut melarikan diri dengan cepat menggunakan permadani terbang miliknya. Disusul oleh 2 pesawat luar angkasa yang bersikeras untuk menangkap orang itu. Siapakah dia? Mungkinkah dia seorang buronan? Upaya pengejaran kedua pesawat penjaga membawakan hasil yang buruk, pengejaran mereka berlangsung hingga ke tumpukan asteroid. Namun salah satu tembakan pesawat penjaga behasil mengenai bagian belakang permadani terbangnya, membuat pengendalinya terkecoh dan kehilangan kendali. Dan saat disitu pula orang yang menggunakan permadani terbang itu menghilang lenyap seolah-olah ditelan oleh galaxy. 2 Penjaga tidak mau megambil resiko yang besar untuk memasuki kumpulan asteroid. Yang pada akhirnya membuat pesawat mereka hancur tertabrak bebatuan. Mereka kembali menuju planet mereka untuk melaporkan tugasnya kepada pemimpinnya.
            Wanita yang menggunakan permadani terbang itu melakukan warping, dan membawanya menuju bima sakti galaxy. Menuju planet bumi dalam keadaan permadani yang sudah rusak parah tertembak pesawat penjaga. Dia terjatuh dalam kecepatan tinggi membuatnya terjatuh dengan cukup keras diatas tanah disebuah taman yang dikelilingi banyak pohon-pohon besar. Permadani itu terus terseret hingga menabrak sebuah pohon besar yang membuat langkahnya terhenti. Pengemudinya terbaring lemas tak berdaya, wajahnya dipenuhi oleh luka-luka dan terus terbaring ditempatnya dalam waktu yang cukup lama.

            Hari ini adalah hari yang sangat special bagiku, mengapa demikian? Karena aku memiliki kesempatan untuk pergi kencan dengan Luna. Disaat ulang tahunku beberapa hari yang lalu aku berkata dengan terang-terangan kepadanya. Berkeinginan untuk mengajaknya kencan. Aku berpikir aksi tersebut cukup nekat, aku mengkhawatirkan bahwa Luna bisa saja membenciku karena ulah bodohku, tapi keadaannya berbalik dari yang kupikirkan. Luna menerimanya, dan sekaranglah waktunya untuk aku beraksi. Karena berhubung sekarang adalah hari special bagiku, aku mengenakan pakaian paling bagus yang aku miliki, biasanya aku menggunakan pakaian itu hanya untuk berpergian saja. Tapi berhubung aku ingin terlihat bagus didepan Luna, aku memakainya.
            Pakaian kukenakan dengan begitu rapih, dengan rambut yang kusisir rapih ditambah dengan wangi parfum yang membuat nyaman setiap orang yang menyiumnya. Sedari tadi Papeto terus saja memandangiku, nampaknya dia heran dengan diriku hari ini yang bersikap tidak seperti biasanya.
            “Nampaknya hari ini kamu sedikit berbeda.” ujar Papeto menatap seluruh tubuhku.
            “Tentu saja, ini adalah hari special bagiku.”
            Papeto mengambil toples yang berisikan kue untuk dimakannya.
            “Maksudmu special?” tanya Papeto.
            “Aku berharap kamu tidak mengganggu hari ini. Aku akan pergi berkencan dengan Luna.”
            “Ke…Keen…Kencan?” Papeto terbata-bata dalam perkataannya.
            “Bagaimana bisa?”
            “Kamu ingat permohonanku pada saat ulang tahunku yang beberapa hari yang lalu? Disana aku meminta untuk bisa berkencan dengan Luna, aku  berpikir dia akan menolaknya. Namun justru dengan senang hati dia menerimanya. Mungkin inilah takdirku untuk bisa bersamanya hahahaha.” Jawabku dengan nada tawa sedikit sombong.
            “Maka dari itu Papeto, aku tidak akan meminta bantuan alatmu pada saat ini.”
            “Jika memang itu keputusanmu, baiklah. Mungkin aku akan menghabiskan waktu-waktu luangku ini dengan diatas kasur yang empuk ditemani dengan kue-kue yang lezat.” Papeto terus saja mengemil kue miliknya sambil berbaring diatas kasur.

            Aku bergegas keluar dari rumah untuk menuju rumah Luna. Aku sungguh sudah tidak sabar agar bisa pergi dengannya. Sesampainya dirumah Luna, aku mengetuk pintunya dengan lembut. Sesaat beberapa detik setelah ketukan terdapat sautan dari dalam rumah.
            “Siapa diluar?”
            “Anu, ini aku Takeuchi.”
            “Oh Takeuchi! Tunggu sebentar, aku akan bersiap-siap terlebih dahulu.” Tampaknya Luna begitu terkejut dengan kedatanganku.
            Luna bersiap-siap untuk mengenakan pakaiannya dan berpenampilan baik. Saat pintu terbuka, mataku terbelalak kagum melihat dirinya yang begitu cantik bagaikan seorang putri kerajaan. Dia begitu anggun dengan setelan pakaian yang digunakannya. Hatiku berdebar-debar saat kami mulai berjalan bersama menuju tempat tujuan kita berdua.
            “Kita akan pergi kemana?” tanya Luna bingung.
            “Kamu suka menonton film? Hari ini sedang ada film yang cukup bagus.”
            “Wah menonton film? Aku sangat suka.”
            Luna menyetujuinya, sehingga keputusanpun telah dibuat. Kami berjalan bersama menuju Mall Mercury untuk pergi menonton film di bioskop. Rasanya benar-benar sulit untuk dipercaya, aku bisa berjalan berdua dan menonton film dengannya seperti layaknya seorang kekasih sungguhan. Mungkin inilah suatu keberuntungan yang didapatkan dari sebuah kenekatan. Kami tiba diloket untuk membeli tiket, kami sudah memutuskan untuk menonton sebuah Drama. Walau sebenarnya hatiku lebih memilih untuk menonton film action, tapi Luna lebih memilih untuk menonton Drama, aku harus menyesuaikannya. Bagiku film drama tidak buruk. Karena berhubung kita datang terlalu cepat dari jadwal tayang, film dimulai 1 jam lagi. Karena akan bosan jika harus menunggu diruang tunggu sampai film dimulai, aku meminta pada Luna untuk sekedar pergi makan disalah satu café disana.
            Makanan disini begitu lezat, namun harganya cukup mahal. Tapi kurasa itu sebanding dengan rasa dan fasilitas mewah yang dimilikinya. Kami mengobrol, tertawa, dan bercanda membicarakan suatu hal yang lucu. Aku begitu nyaman dengannya, Luna juga kurasa demikian. Disebuah kebahagiaan kita, aku merasa terdapat suatu hal yang janggal. Aku merasa seperti sedang ada yang memperhatikan kita berdua. Setiap aku menengok kearah 3 orang yang terus saja memperhatikan kita secara diam-diam, mereka mengalihkan pandangan dan menutupi wajah mereka dengan majalah yang dibacanya. Aku tidak terlalu memperdulikannya, mungkin dia hanya orang iseng. 1 Jam kemudian kami telah selesai makan di café tersebut dan menuju pintu teater pertama untuk menonton film drama yang akan kita tonton. Semua penonton sudah duduk ditempatnya masing-masing dengan begitu tenangnya. Suasana menjadi sunyi saat film diputar, lampu-lampu menjadi gelap. Kami semua menonton dengan begitu nyaman dan senang.
            Dipertengahan film aku telah dibuat kaget oleh Luna. Secara tiba-tiba dia memeluk tubuhku dari samping dengan penuh kehangatan. Aku benar-benar sulit untuk mengungkapkan rasa bahagia ini. Wajahku menjadi memerah, ditambahkan dengan wajah malu yang terpancarkan diwajahku. Luna menatapku tanpa kata, dan terus memelukku sambil menonton film yang sedang diputar. Ini adalah kesempatan yang bagus, sehingga aku melancarkan aksiku untuk membalasnya. Aku menggandengnya dengan penuh rasa kasih sayang. Nampaknya Luna menyukainya, sehingga kami menonton dengan keadaan seperti dalam sebuah perapian untuk saling memeluk menghangatkan tubuh. Apakah ini sebuah mimpi? Ini adalah momen-momen yang kutunggu-tunggu sekian lama.

            Dalam film yang kita tonton, terdapat adegan saling berciuman antara kedua pasangan tersebut. Aku merasa ini adalah saat yang tepat untuk melontarkan rayuanku padanya. Aku menatap wajah Luna sambil memegang kedua pipinya dengan kedua tanganku. Menatapnya dengan begitu serius seolah-olah ingin mengatakan sebuah kata cinta padanya.
            “Aku berjanji akan terus bersamamu, menjagamu, dan terus mencintaimu sampai kapanpun.”
            Dengan perlahan kumajukan wajahku menuju bibirnya, dengan tanpa perlawanan aku mecium Luna dengan penuh kemesraan. Nampaknya Luna begitu menyukainya, sebab tidak ada pemberontakan sedikitpun. Rasanya begitu tak kubayangkan, seperti terbang diangkasa menuju surga yang begitu indah. Melayang-layang diudara, bersama burung-burung cinta yang bernyanyi diangkasa. Saling bergerombol membentuk sebuah bentuk hati yang disinari oleh sinar mentari yang indah. Suasana ini akan terus kukenang sampai kapanpun. Sebab inilah ciuman pertamaku kepada seorang wanita.

            1 jam 30 menit telah berlalu dan filmpun telah usai ditonton, semua penonton mulai beranjak dari tempat duduknya untuk menuju pintu exit. Aku melihat jam ditangan dan ternyata baru pukul 7. Rasanya terlalu cepat untuk pulang kerumah, maka dari itu aku mencoba mengajak Luna untuk pergi ke taman hanya sekedar beristirahat sejenak sembari menikmati indahnya langit-langit malam yang dipenuhi dengan bintang-bintang.
            “Luna, bagaimana jika kita pergi ke taman terlebih dahulu? Sekarang masih terlalu sore untuk pulang.”
            “Aku rasa itu ide yang baik, kebetulan aku ingin beristirahat juga.”
            Kamipun berjalan menuju taman dibawah indahnya sinar bulan dimalam hari. Entah mengapa aku merasa sedikit aneh dengan taman disini, biasanya taman dipenuhi oleh remaja-remaja yang sedang berpacaran dengan kekasihnya. Tapi kali ini begitu sepi sekali, mungkin karena sekarang ialah malam jumat. Kami duduk berdua diatas bangku sambil memegang coca cola ditangan yang siap untuk disantap. Langit begitu indah, aku begitu sangat mengagumi maha pencipta alam, karena dengan melihat ciptaannya saja sudah dibuat kagum, bagaimana dengan dirinya? Kami mengobrol berbagai hal yang sedikit lucu untuk menghibur diri, agar suasana tidak menjadi hening dan sunyi. Namun diseling pembicaraan kita, aku merasakan suatu hal yang aneh. Mengapa semak-semak yang berada dihadapan kita bergerak-gerak? Padahal tidak ada angin kencang yang bertebaran. Selidik demi selidik, karena merasa penasaran aku menghampirinya. Namun saat kuhampiri goyakan semak-semak itu semakin kuat, apakah ada sesosok binatang disana? Aku mencoba untuk mengagetkan siapapun yang berada disemak-semak itu dengan berjalan secara perlahan lalu mengagetkannya dan berteriak sekeras-kerasnya. Apa yang kudapat? Rupanya aku mendapatkan 3 musang yang sedang mengintip orang sedang pacaran. Dia Papeto, Steve, dan Edward.
            “Tukang intiiip!” Luna berteriak kearah mereka bertiga.
            “Tttuunggu, kami tidak bermaksud melakukannya.”
            Luna menghampiri mereka dengan wajah kesal.
            “Sedang apa kalian disini? Mengintip hal-hal yang sulit untuk kalian dapatkan?” tanyaku pada mereka.
            Mereka terbangun dari keterbaringannya dengan kondisi celana yang kotor dipenuhi oleh tanah.
            “Anu, sebenarnya kami hanya penasaran apa yang kalian lakukan. Jadi kami membuntuti kalian semenjak kalian makan disebuah café dan didalam bioskop.”
            “Apaa?? Kalian juga mengintip ketika didalam bioskop? Melihat adegan yang aku dan Takeuchi lakukan?” Luna tersipu malu dan memalingkan wajahnya.
           
            Ini benar-benar suatu hal yang tidak disangka-sangka, jadi selama ini mereka membuntuti aku dan Luna sejak awal kali perjalanan. Meski tidak terlalu berdampak buruk, jujur aku malu karena mereka mengetahui hal tersebut. Diperbincangan kami yang terus memojokkan Edward, Papeto, dan Steve itu terdengar suara rintihan dari balik pohon. Suara itu begitu jelas terdengar ditelinga kami, seperti suara orang yang kesakitan. Steve sudah parno duluan mendengar suara itu dan membawanya ke hal-hal gaib.
            “Jjjangan-jangan itu suara kuntilanak??”
            “Ngaco kamu, mana mungkin ada kuntilanak.” bantah Edward.
            “Mungkin saja, sekarang kan malam jumat.”
            Kami mencoba berjalan bersama-sama untuk mencari sumber bunyi tersebut. Dipencarian kami yang begitu misteri, kami harus mencari sumber suara itu dibagian pepohonan yang begitu gelap tanpa penerangan lampu taman. Dari kejauhan kami melihat sosok putih yang terbaring lemas dibawah pepohonan, merintih meminta pertolongan.
            “Kkkkuuuntilanaaaak!!!” teriak Steve ketakutan.
            Awalnya kami sudah bersiap untuk berlari sekencang-kencangnya, namun karena merasa sedikit penasaran kita mendekati sumber suaranya. Saat kami menghampirinya, ternyata itu seorang wanita nyata bukan hantu! Tubuhnya begitu banyak luka-luka, dan disampingnya terdapat permadani yang sedikit terbakar bagian belakangnya. Siapakah dia? Tubuhnya begitu langsing, berambut panjang berawarna hitam, dengan baju putih seperti layaknya hantu dimalam hari.
Karena merasa iba kami mencoba untuk membantunya, sejenak saat kami menjulurkan tangan untuk membantu, terdapat respon yang membuat kami kaget.
            “Toolong aku, aku sudah tidak sanggup laaagi.” rintih wanita itu.
            Setelah perkataannya tadi justru dia malah pingsan tak sadarkan diri. Kami kaget, apa yang harus kami perbuat untuknya?
            “Hei tolong sadar! Jangan membuat kami cemas dong!”
            “Jika keadaannya sudah seperti ini, mari kita bawa dia kerumahku. Disana kita akan mengobatinya.” Ajakku pada yang lain.
           
            Tanpa pikir panjang mereka menyujuinya sehingga dibawalah wanita itu menuju rumahku diatas gendongan Steve.
            “Tuhkan apa aku bilang Steve, jangan suka ngintip orang pacaran, nanti juga bakal dapat jatahnya.” ejekku pada Steve yang keberatan menggendong wanita itu.
            “Enak saja kamu!”

            Setiba dirumah kami langsung membaringkannya dikasur. Kebetulan aku memiliki kamar kosong yang tidak diisi, jadi kami menempatkan dia disana. Rasanya ini sudah menjadi tugas wanita untuk membersihkan seluruh tubuhnya yang penuh dengan luka. Sebab perlu dibuka semua pakaiannya untuk membersihkannya.
            “Laki-laki harap keluar!” ucap keras Luna
            Karena memang kami tidak dipersilahkan untuk melihat suatu kesempatan besar melihat wanita itu tanpa busana, jadi kami harus menunggu didepan dengan bosannya. Steve mencoba untuk membuka pintu sedikit demi sedikit guna mengintip wanita itu, tapi dengan lantang Luna mengetahuinya.
            “Dilarang ngintip! Tutup pintunya!”
            “Sudah kubilang Steve, kita memang sedang tidak beruntung.” sautku padanya.
            Pengobatan telah selesai dilakukan, Luna sudah memperbolehkan kita untuk masuk kembali. Wanita itu begitu cantik, rasanya tidak heran jika Steve begitu menyukainya. Aku masih bingung, sebenarnya permadani apa yang berada bersamanya? Apakah mungkin permadaninya terbakar dan dia pingsan karena menabrak sesuatu? Itu masih menjadi sebuah misteri.
Berhubung sudah malam, Steve, Luna, dan Edward memutuskan untuk pulang kerumah mereka, dan wanita misterius itu dibiarkan istirahat dikamar kosong sebelah kamarku.
            “Sampai ketemu besok.”
            “Sampai ketemu besok juga Luna”

            Dipagi hari yang cerah, diiringi dengan kicauan burung-burung yang merdu. Aku terbangunkan dari tidur panjangku yang membuat tubuhku begitu segar dan bugar. Aku langsung membangunkan Papeto untuk bergegas bersiap-siap memeriksa keadaan wanita misterius itu.
            “Papeto, bangun! Aku akan pergi mandi terlebih dahulu nanti aku menyusul ke kamar sebelah.”
            “Huu iya iya” saut Papeto dalam keadaan mata yang masih mengantuk.
            Aku bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sebersih mungkin. Mandiku memang terbilang cukup lama, terkadang aku suka mendapatkan gedoran pintu dari ibu sebab terlalu lama berada dikamar mandi. Seusai mandi dengan sigapnya memakai pakaian dikamar dan menuju Papeto yang sedang memeriksa keadaan wanita tersebut. Nampaknya dia sudah mulai siuman.
            “Rupanya kamu sudah sadar, jangan terlalu memaksakan diri. Banyak-banyaklah beristirahat.” sautku yang sedang menutup pintu.
            Lukanya mulai membaik, namun tubuhnya masih terasa begitu lemas. Rasanya dia masih perlu banyak beristirahat. Dia mencoba untuk terbangun dari tempat tidurnya, dia begitu keras kepala padahal sudah kuperingatkan untuk tidak banyak bergerak.
            “Tunggu, kondisimu belum sepenuhnya membaik.”
            “Laporanda imusku potana?”
            Kami sama sekali tidak mengerti apa yang dia katakan, maka dari itu Papeto mengeluarkan Telinga Penerjemah agar kami bisa memahami apa yang dikatakannya.
            “Dimana aku? Mengapa aku berada disini?” Tanya wanita itu dengan penuh rasa heran.
            “Sebenarnya kami tidak tahu pasti keadaan sebenarnya. Namun kami menemukanmu dalam keadaan tidak berdaya disebuah taman berada di bawah pohon. Nampaknya kamu menabrak sesuatu.”
            “Cih, ini pasti gara-gara penjaga sialan itu!”
            Wanita itu mencoba menenangkan dirinya, kurasa dia seperti baru saja mengalami suatu hal yang menyakitkan.
            “Apa maksudmu Penjaga?” Papeto menghampiri sisi kiri wanita itu.
            Wajahnya mulai berubah seolah-olah terdapat sebuah kebencian yang tersirat didirinya.
            “Apa kau akan berjanji tidak akan menyebarluaskan tentang planetku?”
            “Planet maksudmu? Jadi sebenarnya kamu alien?”
            Dia mencoba untuk duduk, agar pembicaraan bisa menjadi lebih nyaman.
            “Aku berasal dari planet Yurani. Terdapat suatu konflik yang menyebabkan aku terdampar disini.”
            “Diplanet tempatku berada sedang diterror oleh keberadaan perompak yang dipimpin oleh pemimpin bernama DeathMask. Sudah banyak planet yang telah dihancurkannya. Alasannya bermacam-macam mulai dari mengambil sumber daya, tambang, kekayaan alam, dan pembuatan markas.”
            “Lalu tujuan DeathMask datang ke planetmu apa?” aku mengambil bantal duduk agar posisiku terasa lebih nyaman.
            “Pada zaman dahulu di planet Yurani terdapat suku Gypsy. Pada suatu hari komandan suku itu menemukan sebuah buku sihir yang dapat meningkatkan kekuatan hingga puluhan kali lipat bagi orang yang mempelajarinya. Tapi justru buku itu membawa petaka. Terjadi peperangan dimana-mana hanya untuk menguasai buku terlarang itu. Maka dari itu suku Gypsy dan keturunannya bisa melakukan sihir. Aku juga termasuk dalam keturunannya. Tujuan DeathMask datang ke planetku tidak lain ialah untuk mendapatkan Kitab Aurora itu.”
           
            Seketika diseling pembicaraan kita Luna, Steve, dan Edward datang kerumahku. Akhirnya mereka datang juga, aku sudah menanti-nantinya.
            “Takeuchi ada teman-temanmu datang.” teriak ibu dari lantai 1
            Aku langsung bergegas menghampiri mereka, mereka pasti akan senang ketika mengetahui bahwa wanita itu sudah siuman.
            “Semuanya mari naik, ada kejutan untuk kalian.”
            Edward terheran-heran, kejutan apa yang akan kutunjukkan padanya. Saat mereka membuka pintu kamar, semua terkejutkan. Luna, Steve, dan Edward senang melihat keadaan wanita itu yang sudah sadar. Papeto memberikan mereka Telinga Penerjemah agar mengetahui bahasanya.
            “Rupanya kamu sudah sadar, bagaimana keadaanmu?” tanya Luna menghampirinya.
            “Kondisiku sudah mulai membaik.”
            “Syukurlah.” Luna sangat bersyukur akan keadaannya.

            Dari tadi kami berbincang-bincang dengannya sampai melupakan suatu hal, siapa namanya dan mengapa dia datang dengan permadani.
            “Tunggu sebentar, jadi kamu bisa menyihir? Lantas mengapa kamu datang dengan sebuah permadani yang rusak parah bagian belakangnya?”
            Semua keadaan menjadi sunyi, menanti jawaban dari wanita itu. Kami semua memiliki rasa ingin tahu yang sama.
            “Perkenalkan namaku Vivian. Kemarin aku berhasil menemukan salah satu pasukan DeathMask yang sedang menyelinap di planet Yurani. Aku memiliki siasat yang buruk dengan rencananya. Jadi aku mengikutinya hingga sampai ke markas koloni mereka berada yaitu diplanet Aquila. Aku menyelinap kedalam ruang kerja mereka untuk mengetahui apa rencana mereka sebenarnya. Dan pada saat kuketahui, aku sungguh terkejut. Mereka berniat untuk memasang bom besar untuk menghancurkan gerbang yang menjadi tempat penyimpanan kitab Aurora. Namun saat sudah mengetahui sedikit rencana mereka, aku tertangkap basah oleh penjaga sehingga aku harus melarikan diri dari mereka, saat berada di antariksa aku memiliki celah sehingga permadani terbangku tertembak dan menjatuhkanku hingga ke planet ini.” Vivian menjelaskan tentang keadaan dirinya.

            Vivian mengeluarkan mantra sihirnya dan membuat permadani yang tersender di dinding tiba-tiba melayang diatas udara. Semua dibuat takjub dengan aksinya. Ini pertama kalinya aku bertemu dengan seorang penyihir, rasanya ingin mempelajari bagaimana sihir untuk menebaskan rok seorang wanita.
            “Wah benda itu benar-benar melayang! Apa aku sedang bermimpi?” Edward terheran-heran merasa tidak percaya dengan semua itu.
            Vivian menjelaskan bahwa dengan permadani itu kita bisa terbang diangkasa bebas seperti layaknya mengendarai sebuah pesawat luar angkasa. Bahkan bisa menembus antariksa. Ini merupakan alat yang sangat praktis, terlihat hanya seperti sebuah karpet yang memiliki multifungsi. Jika aku memilikinya mungkin tidak akan pernah kenal lagi dengan yang namanya telat. Kami berbincang-bincang hingga lupa akan waktu. Benar-benar sebuah pengalaman yang sangat mengagumkan. Selain mendapatkan teman baru, aku bisa mengetahui bahwa sihir itu memang benar-benar nyata. Vivian begitu bersikeras ingin kembali ke planetnya walau dengan keadaan luka yang belum sembuh total. Dia begitu keras kepala, namun jiwanya patut di acungi jempol, berjuang mati-matian untuk menyelamatkan planetnya dan rakyatnya.
            “Tunggu dulu! Kamu mau kemana?” Luna begitu cemas dengan keadaannya.
            “Aku tidak bisa berlama-lama disini, aku harus memberitahukan rencana DeathMask kepada raja. Ini benar-benar situasi yang sangat genting!”
            “Aku mengetahui akan posisimu, tapi keadaanmu masih belum sanggup untuk bisa pergi kesana!” bentak Steve membantah akan kepergiannya.
            Memang sudah karakter alaminya Vivian seorang wanita yang keras kepala. Dia tetap bersikeras untuk kembal ke planetnya. Rasanya akan menjadi lepas tanggung jawab dan sangat kejam jika kami membiarkan Vivian kembali kesana dalam keadaan luka yang belum sembuh. Tanpa pikir panjang kami semua ikut serta untuk membantu Vivian.
            “Kalian, apa yang ingin kalian lakukan?” tanya Vivian heran.
            “Izinkan kami ikut membantu!”
            “Tidak! Aku tidak ingin kalian terbawa-bawa kedalam masalah planetku.” bantahnya
            “Akan lebih buruk lagi jika kami membiarkanmu pergi begitu saja dalam kondisimu yang masih seperti itu.”
            Walau terjadi perdebatan yang cukup rumit, hingga akhirnya Vivian menyetujui kami untuk bisa membantunya. Tapi untuk kesana kami harus menggunakan permadani terbang miliknya. Namun alat itu rusak, kami tidak tahu bagaimana cara memperbaikinya.
            “Oh iya, kita memiliki Papeto. Seorang Teknisi ahli dari masa depan, pasti kamu bisa bukan memperbaiki alat itu Papeto?” semua mata tertujukan pada Papeto.
            “Ak…Aku? Namun kurasa aku bisa mengusahakannya.”
           
            Dengan kemampuannya itulah Papeto memperbaiki permadani Vivian yang sempat rusak. Dalam hitungan menit alatnya berhasil kembali seperti semula. Sungguh ajaib, Papeto benar-benar Teknisi yang patut diacungi jempol. Kami semua bersiap-siap untuk melakukan penerbangan. Kami saling berpegangan tangan, dalam hitungan ke tiga kami terbang melesat ke angkasa dengan kecepatan yang luar biasa. Terus terbang menerobos atmosfir bumi sehingga berhasil membuat kami terombang-ambing di luar angkasa raya! Ada suatu hal yang membuatku bingung, bagaimana kita bisa bernapas di luar angkasa tanpa tabung oksigen?
            “Kalian tidak perlu takut, permadani ini dilengkapi dengan radius oksigen. Jadi, selama kita berada didalamnya maka kita akan bisa bernapas walaupun berada diluar angkasa.” jelas Vivian.
            “Benarkah? Canggihnya!” jawab Steve dengan penuh kekaguman.
            Galaxy ini benar-benar hebat, ini adalah perjalanan pertamaku menjelajahi galaxy yang sangat luas! Begitu banyak planet yang kami temukan diperjalanan. Mulai dari yang paling kecil, hingga paling besar. Kami terus terombang-ambing di luar angkasa hingga akhirnya kami telah sampai di planet Yurani.
            “Itukah planetmu?” Edward menunjuk-nunjuk kearah planet yang berada didepannya.
            “Benar, indah bukan?”
            “Sangat indah!”
            Kami mulai mendarat di planet Yurani. Betapa takjubnya diriku saat melihat keadaan planet ini. Bentuknya, isinya, tidak kalah indah dengan planet bumi. Begitu banyak rumput, pepohonan, hutan, pegunungan yang kian membentang. Serta hewan-hewan yang bergembira riang berlarian dimana-mana. Apakah ini planet duplikasi bumi?

            Vivian berniat untuk melaporkan hal yang dialami kepada raja, maka dari itu tujuan pertama kita adalah istana raja. Saat kami memasukinya, tempat ini begitu megah! Banyak penjaga yang menjaga disana-sini. Bangunan tinggi yang ditemani dengan rumah-rumah warga sekitar yang begitu sederhana. Benar-benar suasana yang begitu nyaman. Saat ini kami sedang berhadapan dengan paduka raja, rasa hormat kami harus dikeluarkan seutuhnya disini. Kami berjalan perlahan menuju raja, lalu membungkukkan badan memberi rasa hormat. Vivian menjelaskan semuanya secara detail tentang apa yang dialaminya pada raja. Awalnya memang raja tidak mempercayai Vivian, namun dia terus bersikeras meyakinkan raja sehingga mendapatkan izin untuk pergi ke planet Aquila. Untuk menjadi mata-mata dan mengetahui rencana jahat mereka. Raja begitu sangat dermawan dan baik hati. Kami semua diberi makanan-makanan mewah sebagai sumber tenaga kami. Makanan disini sangat lezat! Rasanya jika tinggal disini begitu lama, akan membuatku sangat senang. Edward memakan ayam goring dengan begitu lahap, jiwa rakusnya telah keluar dan tidak mementingkan sekitar.
            “Cara makanmu jangan seperti itu Edward, itu sungguh memalukan.”
            “Maafkan aku, secara tak sadar aku telah menjadi seperti ini.” Edward tersipu malu karena perbuatannya.
           
            Kami sangat senang dengan hidangan makanan disini, membuat energy kami terisi penuh kembali. Kami telah bersiap-siap menuju planet Aquila. Dengan persenjataan yang sangat seadanya, dibantu dengan sihir milik Vivian kurasa kami bisa mengalahkan mereka. Mungkin ini akan menjadi misi yang cukup rahasia. Raja tidak ingin semua warganya dibuat panik akan misi ini. Maka dari itu, penerbangan kami hanya disambut oleh raja, dan prajurit-prajuritnya. Dengan teriakan prajurit yang menyemangati kami untuk memulai misi mulia, kami terbang melesat dengan sangat cepat kembali menuju luar angkasa, menuju planet Aquila. Tak lama kami telah sampai disana. Planet ini tak seindah planet Yurani. Isinya begitu kelam, seolah-olah dipenuhi oleh jiwa yang tersiksa. Kami harus berhati-hati agar tidak tertangkap basah oleh penjaga.
            “Apa rencana kita sekarang?” Steve memperhatikan sekelilingnya.
            “Bagaimana jika kita langsung menuju DeathMask agar misi kita menjadi lebih cepat terselesaikan. Biasanya jika pemimpin suatu kelompok dikalahkan, pengikutnya akan kebingungan. Dan ada kemungkinan rencana mereka gagal.” jawabku
            “Kurasa itu ide yang bagus. Aku akan menggunakan mantra tembus pandang kepada kalian untuk kita menyusup menuju istana DeathMask. Tapi efeknya hanya bertahan 20 menit. Jadi kita harus cepat!” Vivian mengeluarkan sihirnya pada kami semua.
            Dengan mantra sihirnya, kami menjadi tak terlihat! Sungguh menakjubkan. Dan kurasa dengan ini pula kita bisa menjadi lebih mudah menuju singga sana DeathMask yang kejam. Kami melanjutkan perjalanan menuju tempat DeathMask berada, dalam waktu yang singkat kami telah tiba di istana mereka. Permadani terbang ini memang sangat hebat,  kecepatannya bisa melebihi kereta listrik. Saat kami berada di istana yang begitu luas dan megah, kami bingung yang manakah ruangan tempat DeathMask berada. Sehingga langkah yang kami ambil yaitu mengikuti kemanapun prajurit musuh berjalan, dan kami berharap mereka menuju tempat DeathMask. Ternyata dugaan kami memang sangat tepat. Kami telah sampai diruangan DeathMask berjaya, tempat ini begitu sangat luas, ukurannya bahkan bisa melebihi 10 kali dari rumahku.
            Kami menguping pembicaraan mereka dan tanpa sengaja kami mengetahui rencana mereka selanjutnya. Mereka ingin pergi ke planet Yurani untuk melakukan pengeboman untuk mengambil kitab Aurora besok! Itu adalah waktu yang sangat singkat, dan bahkan kami belum sempat memberitahukan raja akan rencananya agar mereka bisa bersiap-siap sebelum kedatangannya. Awalnya kami mengira persembuyian kami benar-benar aman. Tapi ternyata itu bersifat sementara. DeathMask telah mengetahui keberadaan kita, dia bisa melihat kami semua meskipun dilindungi oleh mantra tembus pandang.
            “Hahahaha.. Rupanya kita kedatangan tikus-tikus yang ingin mati.” ejek DeathMask
            Karena sudah ketauan Vivian melepaskan sihirnya dari kami, sehingga kami langsung diserbu oleh prajurit-prajurit DeathMask. Dengan persenjataan kami yang cukup memadai, kami melawan mereka dengan penuh jiwa pejuang.
Tebasan, demi tebasan kulontarkan kearah tubuh mereka, rasanya ini akan menjadi pertarunganku selanjutnya. Vivian mengeluarkan sihir api yang sangat panas, sehingga melumpuhkan banyak prajurit musuh.
            “Firelamoska!” Vivian mengeluarkan mantra sihirnya.
            Semua prajurit yang terkena kobaran apinya begitu menderita kepanasan. Sehingga membuat tubuh mereka gosong seperti layaknya ayam yang dibakar. Kami terlalu asik dan terlalu yakin akan memenangkan pertarungan ini, sehingga melupakan keberadaan DeathMask yang bersiap-siap menyerang kami dengan mantra sihirnya.
            “Lightning Bolt!” DeathMask menjulurkan tangannya ke arah kami.
            “Semuanya menghindar!”
            Semua mencoba menyelamatkan diri agar tidak terkena sengatan listriknya. Hampir saja kami menjadi ayam panggang olehnya. Tapi, apakah dia seorang penyihir juga? Dia terlihat bisa melakukan sihir dengan sangat professional.
            “Vivian, apakah dia seorang penyihir juga?” tanyaku.
            “Aku rasa memang seperti itu.”
            Semua suasana menjadi hening saat DeathMask tertawa dan menghampiri kami.
            “Kalian baru menyadarinya? Aku memang seorang penyihir. Aku telah mempelajari berbagai macam kitab sihir yang ada di galaxy ini. Dan konon kitab Aurora adalah kita yang terkuat! Yang bisa membuatku menjadi tak tertandingi di alam semesta ini. Maka dari itu, kitab itu akan menjadi milikku!” DeathMask tertawa keras dengan sepenuh kepercayaananya.
            “Cih, orang jahat tak akan kubiarkan menyentuh kitab itu!” Vivian mengeluarkan mantra sihirnya.
            Kami semua langsung berlari menyerang DeathMask. Dia begitu kuat, serangan kami bisa ditepisnya dengan sangat mudah. Seolah-olah kami seperti nyamuk yang ingin menggigit.
            “Kekuatan kalian tidak ada tandingannya denganku!”
            Kami kebingungan bagaimana cara mengalahkannya. Selidik demi selidik, aku melihat sebuah Kristal ditubuhnya. Mungkinkah itu sebuah kelemahannya? Mungkin saja. Kami bersiap untuk melakukan penyerangan berikutnya, target kami kali ini adalah Kristal yang berada ditubuhnya.
            “Vivian serang Kristal yang berada ditubuhnya!” saranku yang sambil berlari kearahnya.
            “Kristal? Kamu yakin itu adalah kelemahannya?” Vivian merasa ragu akan hal itu.
            “Aku tidak tahu pasti, tapi kita coba saja terlebih dahulu.”
            Kami berlari dengan cepat agar dia tidak mengetahui pergerakan kami. Dan dengan sepenuh tenaga Vivian mengeluarkan sihirnya untuk membakar Kristal yang berada di tubuh DeathMask. Dengan serangan yang begitu cepat, sihirnya berhasil mengenai tubuhnya dan membuat DeathMask tersungkur kesakitan. Ternyata memang benar, itulah salah satu kelemahannya. DeathMask terlihat begitu sangat marah, dia mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk menghancurkan kami.
            “Giant Bolt!!” DeathMask mengeluarkan salah satu sihirnya lagi.
            Kami hanya bisa menghindar sedikit dari serangannya, sehingga membuat kami terpental keluar istana begitu jauh. Untungnya kami tidak terkena serangannya, hanya terkena radius dorongannya saja. Namun badanku sakit-sakit semua sebab dipentalkan begitu jauh dari istana. Setidaknya kami sudah mengetahui salah satu kelemahannya. Kami berniat untuk menggagalkan rencana mereka dikeesokan hari, maka dari itu kami semua beristirahat didalam sebuah gua yang begitu lembab. Setidaknya kami memilik tempat persembunyian. Luna juga terlihat begitu kesakitan. Aku harus mengobatinya. Diplanet Aquila terdapat satu matahari yang bernama Palmas. Palmas berfungsi untuk menjadi penerang bagi planet Aquila, namun kurasa ada suatu hal yang tersembunyi dibalik matahari itu.
            “Aku baru teringat, Palmas adalah sumber jantung DeathMask. Kristal ditubuhnya hanya membuat kekuatannya menjadi sedikit lebih kuat. Tapi nyawanya berada di dalam Palmas itu. Jadi, untuk bisa mengalahkannya kita harus menghancurkan Palmas.” saran Vivian

            Semua informasi telah terkumpul, sehingga kami memiliki bekal untuk besok. Kami beristirahat di dalam gua yang lembab hingga esok hari. Luna tidur berdampingan dengan Vivian, aku dengan Papeto, sedangkan Steve dengan Edward. Hari ini begitu melelahkan, aku ingin melepaskan semua rasa lelah dan penakku dengan tidur ini.

            Keesokan hari telah tiba! Waktunya bagi kami untuk bersiap-siap menggagalkan rencana jahat mereka! Keadaan kami sudah kembali pulih, luka-luka yang ditubuh kamipun telah sembuh berkat obat-obat yang diberikan Papeto. Kami siap untuk memberikan perlawanan! Terlihat semua pasukan DeathMask telah bersiap untuk melakukan penyerangan. Kami harus membuat sebuah rencana untuk bisa mengalahkan mereka semua.
            “Apa rencana kita kali ini Papeto?” tanya Luna.
            “Kita harus mengalahkan prajuritnya terlebih dahulu untuk membuat mereka panik. Kami semua akan menggunakan Jubah Superman milikku, sedangkan Vivian tetap dengan permadani terbangnya. Kalian kuberikan masing-masing Pistol Laser untuk senjata kalian. Tugas kalian ialah berpencar mengalahkan pasukan mereka sehingga membuat mereka terpecah belah. Dan itulah peluang kita.”
            “Sebuah rencana yang sangat mengagumkan.” Steve tertawa jahat mendengarnya.
            Kami diberikan Jubah Superman dan Pistol Laser oleh Papeto. Dan kami semua sudah siap untuk melakukan penyerangan. Saat pasukan DeathMask telah terbang menggunakan naga-naga yang ditungganginya, kami langsung melontarkan serangan pertama dan berhasil membuat pasukan musuh terkecoh. Semua menjadi panik, formasi mereka menjadi berantakan. Dan saat nya bagi kami memisahkan mereka dari kelompok. Aku pergi bersama Luna membawa pasukan itu terpisah dari kelompoknya lalu mengalahkannya. Walau bagaimanapun juga, aku harus melindungi Luna. Aku tidak mau jika terjadi sesuatu dengannya.

            Kami adalah tim yang hebat, semua mengerjakan tugasnya dengan sebaik mungkin. Rencana kami berhasil, banyak pasukan-pasukan DeathMask yang gugur. Waktunya bagi kami semua berkumpul kembali untuk mensiasati penyerangan selanjutnya. Saat beberapa pasukan yang tersisa kembali menyerang kami, kami juga melakukan hal yang sama untuk memisahkan mereka. Tiba-tiba, datang pasukan tambahan dari balik bukit dan membuat mereka berhasil melewati kita.
            “Gawat! Kita telah terkecoh, pasukan ini adalah umpan!!”
            Sementara kami telah dibuat sibuk oleh pasukan musuh, DeatMask dan pasukan tambahannya berhasil melarikan diri menuju planet Yurani.
Setelah beberapa menit dibuat sibuk oleh pasukan-pasukan yang tiada gunanya ini, kami berhasil mengalahkan mereka semua. Kami berkumpul kembali untuk segera kembali menuju planet Yurani. Kami bergegas terbang menuju planet Yurani dengan kecepatan yang cepat. Namun saat kami telah sampai disana, semua sudah terlambat. Kota Altera telah dibuat porak-poranda oleh DeathMask dan pasukannya. Ini benar-benar mimpi buruk! Saat kami memperhatikan keadaan sekeliling, kami melihat raja yang tertimbun bebatuan tak berdaya.
            “Itu raja! Kita harus menyelamatkannya.” teriakku menunjuk kearah raja berada.
            Saat kami menghampirinya, kondisi tubuhnya sudah sangat buruk penuh luka. Tubuhnya tertimbun oleh bebatuan besar, kami berusaha untuk memindahkan bebatuan itu, dengan harapan raja bisa selamat. Namun, nasibnya tidak sebaik perkiraanku.
            “Tuan  raja, maafkan aku… Maafkan karena aku telah gagal dalam misi ini, sehingga membuat mereka berhasil menghancurkan kota Altera.” Vivian menangis mengeluarkan begitu banyak air mata yang berceceran di tanah.
            “Tidak perlu berpikir seperti itu Vivian, kamu sudah berusaha dengan semampumu. Kamu tetap menjadi pahlawan bagi kota ini. Uhuk.. uhuk..”
            “Maaf tuan raja, kemanakah DeathMask pergi sekarang?” tanyaku
            “Mereka menuju tempat penyimpanan kitab Aurora, kalian harus cepat. Selamatkan kitab Aurora dari genggaman DeathMask. Uhuk.. Uhuk.. Uhuk..” raja menunjukkan tangannya ke arah tempat penyimpanan kitab Aurora
           
            Dan saat setelah pembicaraan tadi, raja telah menghembuskan nafas terakhirnya. Dia telah pergi meninggalkan rakyat-rakyatnya yang masih dalam penderitaan.
            “TIDAAAAK!!! TUAAN RAJA!!!” Vivian begitu histeris. Tangisnya tak henti dan kian membesar.
            Kami semua begitu sedih karena kematiannya, air mata kami telah keluar begitu deras. Suasana menjadi sangat menyedihkan. Vivian bangkit dari kesedihannya, dia berniat untuk membalaskan dendamnya pada DeathMask. Dia telah dipenuhi api amarah yang kian berkobar.
            “Aku berjanji, DeathMask! Kau akan menyesali perbuatanmu.”

            Kami langsung bergegas menuju tempat penyimpanan kitab Aurora. Saat kami berada disana, tempat itupun telah hancur. Gerbang telah hancur lebur dibom oleh pasukan DeathMask.
            “Mari kita masuk kedalam untuk mengetahui keadaan disana.” saran Papeto.
            Kami memasuki ruangan itu dengan pelan-pelan, berharap tidak ketauan oleh musuh. Dan saat kami telah sampai diruangan kitab Aurora berada yang begitu besar. Keputusasaan kami telah tumbuh, kitab itu berhasil didapatkan DeathMask. Tubuhnya sudah mulai menyerap kekuatan dari kitab sihir itu.
            “Hahahaha. Kalian nyamuk-nyamuk telah terlambat! Aku telah berhasil menyerap kekuatan kitab ini.” tawa jahat DeathMask
            “Kejaaaam!!” Vivian berlari menyerang dengan mantra sihirnya.
            Namun, saat ini kekuatan Vivian tidak ada tandingannya, dia telah menyerap kekuatan kitab Aurora yang begitu sangat kuat. Serangan Vivian pun bisa dipantulkan dengan begitu mudahnya, sehingga membuat Vivian terjatuh terkena sihirnya sendiri.
Kami bersama-sama menyatukan kekuatan untuk mengalahkannya, serangan demi serangan kami lontarkan, tak ada satupun yang berhasil melukai tubuhnya. Disana Vivian berdoa kepada Dewi Fortuna agar bisa memberikan dia kekuatan untuk mengalahkannya. Kami benar-benar tidak menyangka, doa Vivian ternyata terkabulkan. Tiba-tiba seluruh tubuh Vivian menjadi bercahaya yang begitu menyilaukan begitupun dengan kami, aku tidak tahu cahaya apakah ini. Namun sesaat setelah cahaya itu menghilang, aku merasakan suatu hal yang berbeda. Seperti, memiliki kekuatan tambahan.
            “Terima kasih Dewi Fortuna.” puja syukur Vivian.
            Dan dengan kekuatan tambahan kami itulah, kami menjadi sangat yakin bisa mengalahkannya. Kami berlari dengan sekuat tenaga mengeluarkan berbagai macam serangan padanya. Aku mendapatkan sebuah senjata yang mengagumkan, sebuah pedang emas yang sangat bersinar terang berada digenggamanku. Sedangkan Papeto, Steve, Luna, dan Edward memiliki kekuatan sihir. Mengapa aku tidak mendapatkan kekuatan sihir juga? Padahal aku menginginkannya. Mungkin Dewi Fortuna telah memahami bahwa sebenarnya aku lebih pandai dalam menggunakan pedang.
Teman-teman terlihat begitu sangat gembira dengan kekuatan barunya. Mereka bersama-sama mengeluarkan serangan sihir kearah DeathMask.
            “Avadakedavra!!” teman-teman bersama-sama mengeluarkan sihir pembunuh menuju DeathMask.
            Serangannya berhasil sedikit melumpuhkannya. Tubuhnya kesakitan terpuruk begitu kesakitan. Ini kesempatanku, aku berlari dengan sekencang-kencangnya dan menebaskan pedangku kearah topengnya dan berhasil membelah topeng miliknya serta memberikan sebuah sayatan di mata kanannya. Namun saat aku mengetahui siapa sebenarnya dia, aku sungguh kaget.
            “ASAJIN??” ucap serentak kami semua.
            Kami benar-benar tidak menyangka, ternyata selama ini DeathMask adalah Asajin. Seorang penjahat yang kami cari-cari sejak dulu. Yang telah menhancurkan kota Rabiti, tempat Axel, Vaako dan rakyatnya berada.
            “KEPARAT!! Ternyata kamulah sosok dibalik topeng DeathMask. Yang telah menghancurkan kota Rabiti, tempat teman-temanku berada.” Kecamku.
            “Hahahaha… Rupanya kalian masih mengingatnya. Dan kurasa pertarungan kita baru saja dimulai.”
            “Baru dimulai? Apa maksudmu?!” jawab Steve bingung.
            “Kalian saksikan saja! Hahaha..”
           
            Tiba-tiba Asajin berteriak kesakitan, matanya menjadi merah, seluruh tubuhnya menjadi besar seperti monster! Kondisi tubuhnya berubah menjadi monster yang sangat menyeramkan! Dia telah berubah menjadi seekor naga yang sangat besar dan ganas.
            “Dia… Begitu menyeramkan.” Edward dibuat terbelalak olehnya.
            Setelah perubahan bentuknya telah menjadi sempurna, Asajin mengeluarkan semburan api yang sangat besar kearah kami. Lantas kami langsung menghindar agar tidak terkena apinya. Asajin telah menjadi sangat ganas, berbagai semburan api dikeluarkannya, menghancurkan apapun yang menghalanginya. Kami sudah melakukan berbagai macam penyerangan, sayatan yang telah melukai tubuhnya. Tapi dia begitu kuat, rasanya serangan kami tidak ada apa-apanya baginya.
            “Vivian! Kristalnya! Hancurkan krisal yang berada ditubuhnya.” Teriakku dari arah kejauhan.
            Kami memiliki rencana baru, hancurkan kristalnya! Dengan sepenuh tenaga kami berjuang mati-matian untuk menghancurkan Kristal itu, meskipun kami terus mendapatkan berbagai serangan darinya. Tubuh kami mulai lelah, sulit sekali mengalahkannya. Dan dengan kekuatan kebersamaan, kami menyatukan semua kekuatan kedalam pedang emasku. Yang akan membuat pedangku seperti senjata paling mematikan didunia. Pedang yang kugenggam telah menyala-nyala dengan aura kekuatan yang telah kami kumpulkan menjadi satu. Aku terbang dengan cepat menuju dada naga itu untuk menancapkan pedang ini. Asajin menyemburkan apinya kearahku, namun aku berhasil menahannya dengan pedang yang kugenggam dan terus bersikeras maju untuk menusukkan pedang ini ke dadanya.
            “Kyyyaaaa!!!!!”
            Dengan teriakan yang keras serta kekuatan yang sangat besar aku berhasil menusukkan pedang itu ke Kristal didadanya. Sehingga membuat naga besar itu terjatuh, kristalnya pun telah hancur. Tubuhnya menjadi lemah, kekuatannya telah banyak yang hilang. Tapi mengapa dia masih belum mati juga? Setelah beberapa saat berpikir, kami telah menemukan jawabannya. Palmas! Kita harus kembali menuju planet Aquila dan menghancurkan Palmas. Aku mengambil kembali pedangku yang tertancap didada Asajin. Dan langsung bergegas menuju Aquila. Asajin sangat panik, dia mengikuti kami sambil menyemburkan berbagai api dan petir kearah kami. Kami semua berkumpul diatas permadani Vivian. Kami telah sampai di planet Aquila, dimana kah Palmas itu berada? Kami menemukannya! Dia berada di bagian selatan planet Aquila. Namun untuk dapat kesana memakan waktu yang cukup lama ditambah dengan Asajin yang terus menyerang kami.
Dengan serangan terakhir Asajin, dengan seluruh kekuatannya dia menyemburkan kekuatan yang sangat besar kearah kami, namun saat serangan itu hampir mengenai kami, Vivian melakukan Warping yang membuat kami langsung berada dilokasi Palmas.
            “Tidaak! Kemana mereka?” Asajin kebingungan mencari keberadaan kami.

            Kami bersama-sama mengumpulkan kekuatan kedalam pedang emas pemberian Dewi Fortuna itu, melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Dengan lantangnya aku melemparkan pedang itu tepat berada dipusat Palmas. Namun saat kejadian itu, pedang itu menjadi besar. Aku tidak tahu mengapa pedang itu berubah menjadi sedemikian besar. Mungkinkah ini bantuan dari Dewi Fortuna? Saat pedang itu hamper menancapkan dirinya dipusat Palmas, Asajin berhasil menemukan kami. Tapi kurasa dia sudah terlambat. Dalam hitungan detik, pedang itu berhasil menancap pusat Palmas. Dan Asajin langsung kesakitan tiada henti. Tubuhnya semakin lama mulai hancur menjadi debu. Dan saat itulah, Asajin telah musnah.
            “Semuanya, kita harus pergi dari sini! Akan ada ledakan besar!” ujar Vivian memperingatkan kami.
            Dan kami langsung melakukan Warping menuju planet Yurani. Kemudian Palmaspun akhirnya meledak, hancur berkeping-keping menciptakan ledakan yang sangat luar biasa sehingga ikut menghancurkan planet Aquila juga. Sedangkan kami dari planet Yurani seperti sedang melihat sebuah pertunjukkan kembang api yang sangat meriah. Misi kami telah berhasil! Asajin telah berhasil dimusnakan. Tidak ada lagi penggangu planet Yurani, tidak ada lagi penggangu kota Altera! Seusai ledakan itu munculah cahaya dari langit-langit, menurunkan seorang dewi yang sangat cantik.
            “Si..siapa dia?” tanyaku bingung
            “Mungkinkah dia.. Dewi Fortuna!”
            Benar sekali, dia adalah Dewi Fortuna. Tak kusangka, aku melihat sesosok Dewi, dan mereka benar-benar nyata. Dewi Fortuna menghampiri kami sambil membawa sebuah buku ditangannya.
            “Vivian, Takeuchi, Papeto, Luna, Steve, Edward. Kalian adalah pahlawan galaxy. Kalian telah menyelamatkan galaxy ini dari kejahatan dan kebiadaban Asajin. Dengan begitu aku sangat berterima kasih kepada kalian.”
            “Justru kami yang harus berterima kasih kepadamu karena telah banyak membantu kami.” wajah Vivian menjadi memerah.
            Sesaat, Dewi Fortuna mengeluarkan sesuatu dari tangannya.
            “Apa itu?” tanya Luna
            “Karena telah berjasa membantu galaxy ini, aku memberikan kalian sebuah penghargaan. Ini adalah Kalung Surga. Saat kalian menekan bagian tengahnya, kalian akan seolah-olah berada disurga. Dipenuhi dengan berbagai macam keindahan. Tapi efeknya hanya bertahan selama 5 menit.”
            Dan Dewi Fortuna memasangkan kalung itu kepada kami semua, ini adalah sebuah penghargaan yang luar biasa. Misi kami berhasil dan mendapatkan sebuah hadiah yang sangat luar biasa.
Dewi Fortuna menyegel kembali kekuatan dari kitab Aurora dan dilarang bagi siapapun yang ingin mendekatinya untuk selamanya.
Tugas kami disini sudah selesai, waktunya bagi kami untuk pulang. Kami diantar oleh Vivian menuju bumi tempat kami tinggal, dimeriahkan oleh tepukan warga yang ikut berterima kasih pada kami. Dan sejak saat itu pula juga, Vivian menjadi pemimpin baru kota Altera. Dia akan menjadi ratu yang sangat bijaksana dan tegas. Kami telah sampai dibumi, mendarat ditaman tempat kami bertemu dengan Vivian pertama kali. Suasana menjadi haru karena kami harus berpisah dengannya.
            “Berjanjilah untuk mengunjungi kami lagi.” Isak tangis tak terbendungkan di mata Steve.
            “Aku berjanji, kita akan bertemu kembali.” Vivian tersenyum kepada kami.
           
            Dan itulah perpisahan kita, kami kembali menuju rumah masing-masing untuk pergi tidur beristirahat. Kami sangat kelelahan hari ini, sebab telah melakukan petualangan yang sangat fantastic!
Aku berharap akan bisa menghadapi petualangan-petualangan seru lagi nantinya. Tentunya tetap ditemani oleh teman-temanku, sahabatku.

-End



            Tunggu sebentar, aku lupa meminta nomor ponsel Vivian! Tidaak!! Yasudahlah, yang terpenting semoga saja ibu memasak rendang hari ini. Rendaang! Aku datang!

-End

            
Tags: ,

Written by

Seorang penulis novel fantasi yang memiliki minat dalam berbagai hal seperti programming dan game making.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fantasy

Fiksi Ilmiah

Wattpad: @yusriltakeuchi

Copyright © Yurani Takeuchi | Thanks to Yusril Takeuchi