Yusril Takeuchi
The Mermaid
Yasmine
Diterbitkan
secara mandiri
melalui
blog.yusriltakeuchi.com
Credits
Oleh: Yusril Takeuchi
Copyright © 2016
by Yusril Takeuchi
Penerbit
Yusril Takeuchi
www.yusriltakeuchi.com
yusriltakeuchi@gmail.com
Desain Sampul:
Yusril Takeuchi
Download Versi PDF:
Diterbitkan
melalui:
Blog.yusriltakeuchi.com
I
Sang Gadis
Disebuah pagi yang cerah, diiringi dengan
kicauan burung yang merdu. Berterbangan dengan begitu riang kesana kemari di seisi
kota. Bias keemasan dari matahari mulai meninggi, semakin menyilaukan dataran
yang dilanda kegelapan. Pada kota yang ramai akan penduduk, disebuah peradaban
yang cukup stabil. Hiduplah seorang pria bernama, Lunar. Pria bertubuh tinggi
dengan rambut hitam pekat berponi. Dia adalah keponakan dari paman Sam, yang
kini membantu dalam toko roti miliknya. Lunar memilih tinggal bersama pamannya
semenjak kematian kedua orang tuanya dulu, saat berusia lima belas tahun. Ia
sebatang kara, tak memiliki sanak saudara lagi. Dan kini, hanya paman Sam lah
yang dapat ia percayai. Lunar terbilang anak yang ramah. Terutama kepada
pengunjung di toko roti milik pamannya. Ia selalu melayani pelanggan dengan
sebaik mungkin, sehingga membuat pengunjung betah, dan seolah tercandu oleh
toko roti yang dikelolanya.
Dihari yang cerah ini, ia tak boleh
melewatkannya walau hanya semenit saja. Lunar seseorang yang pekerja keras,
disiplin akan waktu. Paman Sam sangat menyukai kepribadiannya itu. Yang
tentunya, akan membawa keuntungan besar bagi usahanya. Lunar mengangkat sebuah
box besar yang berisi roti-roti menuju toko. Menyisiri jalanan yang ramai akan penduduk
berlalu-lalang. Meski banyak penggunaan kendaraan pribadi, udara disini belum
tercemar sepenuhnya. Masih terdapat banyak udara segar. Karena pencemaran
polusi sangat ditangani dengan baik oleh pemerintah. Ia tinggal di sebuah kota,
yang berdampingan dengan lautan, dan pantai yang terbentang luas! Suasana
pantai di pagi hari sangat terasa nyaman, ditambah dengan suhu hangat dari sang
mentari, membuatnya tak pernah berhenti untuk kagum, akan tempat tinggalnya
kini. Di tokonya yang tak begitu besar, Lunar menghiasi dinding-dinding dengan
lukisan yang di buatnya. Banyak pengunjung yang takjub, setiap kali mengunjungi
tokonya. Meski tempatnya begitu sederhana, nampak sangat mewah ketika dihiasi
oleh lukisan karya Lunar. Ia tertarik dan menggeluti dunia melukis sejak
berumur sepuluh tahun, sebuah ilmu yang diperoleh dari sang ayah tercinta. Yang
telah mengajarinya dengan begitu ikhlas, dan penuh rasa kasih sayang. Toko roti
milik paman Sam terbilang yang paling murah ditempatnya. Untuk satu buah roti
berukuran sedang, hanya berkisaran seharga empat Peso. Sedangkan untuk yang
berukuran besar seharga sepuluh Peso. Dengan harganya yang begitu murah,
membuat tokonya tak pernah sepi akan pengunjung. Sehingga, hanya sampai sore
hari, semua roti-roti yang dijualnya telah ludes habis. Di beli oleh
pengunjung-pengunjung yang kelaparan.
“Lunar, bawakan roti ini untuk
pelanggan dimeja nomor lima!” panggil paman dari arah dapur.
“Siap paman! Aku segera datang.”
Lunar menghampiri sang paman untuk
mengambil roti yang telah matang, mengantarkannya ke pengunjung yang telah memesan.
Tak sabar untuk segera mencicipi roti buatan paman Sam yang sangat nikmat!
“Terima kasih atas hidangannya.”
“Selamat menikmati.” jawab Lunar
dengan senyuman manisnya.
Karena sikap ramahnya dengan
pengunjung, membuat Lunar menjadi bulan-bulanan gosip dari para wanita-wanita
muda yang berkunjung ke tokonya. Semuanya berunsur positif, dan takjub akan
diri seorang Lunar. Memiliki wajah yang manis, membuat setiap mata tak pernah
bosan untuk memandang. Hidung yang mancung, tinggi yang ideal. Membuat para
wanita-wanita pengunjung toko jatuh cinta. Semua mata berbinar-binar saat Lunar
menghidangkan roti ke meja para gadis. Tak sedikit pula dari mereka, yang
mencari kesempatan untuk berkenalan lebih dekat dengannya.
“Hai, na-nam-namaku, Vanny…” kata
seorang wanita yang kini dihadapannya. Berkata dengan malu, sambil menundukkan
kepala.
“Hai. Perkenalankan, namaku,
Lunarian Sven. Kamu bisa memanggilku Lunar.” Jawabnya dengan senyuman manis.
Perkatannya yang lembut, dan begitu
menyentuh. Membuat sang wanita tersentak kaget, salah tingkah, wajahnya kini
memerah karena malu. Ia tak menduga, bahwa Lunar akan menjawab bersamaan dengan
nama lengkapnya.
“Apakah anda sering berkunjung
ketempat ini, nona?”
“Hampir setiap hari, aku selalu
menyempatkan waktu untuk mengisi perut disini.” jawab sang gadis.
Saking banyaknya pengunjung yang
datang, membuat Lunar tak ingat dengan wajah mereka satu persatu. Sehingga, ia
pun tak tahu, bahwa Vanny seorang pengunjung setia ditokonya. Semua orang telah
menyantap makanannya dengan begitu lahap, kini Lunar sedang menganggur. Dia
menyempatkan diri untuk beristirahat sebentar, sambil mengobrol dengan sang
gadis anggun, yang kini berada dihadapannya.
“Maaf, jika aku tak mengenalimu.
Meskipun anda telah berkunjung ketempat ini setiap hari. Karena—“
“Karena banyaknya pengunjung yang
datang ketempat ini. Aku tahu akan hal itu, dan aku bisa memahaminya.” sela Vanny
memotong pembicaraan.
“Yah, kau benar. Ngomong-ngomong,
dimanakah anda tinggal?”
“Di Jalan Leonardo, nomor seratus sepuluh. Tempatnya tak jauh dari
sini. Jika kau punya waktu, cobalah untuk menyempatkan diri berkunjung kesana.”
Keduanya kini semakin salah tingkah,
saling malu-malu untuk berkata. Seolah-olah harus memikirkan secara matang, apa
yang harus diucapkannya.
“Ba-baik. Jika aku punya waktu, aku
akan mencoba berkunjung kerumahmu. Kuharap, kau akan senang dengan
kehadiranku.”
“Tanpa kau berkata demikian pun, aku
sangat senang jika kamu bisa datang.”
Disela-sela pembicaraannya, seorang
pengunjung baru telah datang menuju meja kasir. Mencoba untuk memesan sebuah
roti. Dan Lunar, harus meninggalkan sang gadis dengan senyuman, untuk segera melayani
sang pelanggan.
“Selamat datang, tuan. Ada yang bisa
saya bantu?”
“Terima kasih. Saya ingin memesan
dua buah roti cokelat berukuran sedang, serta satu buah roti serikaya. Dan
juga, tolong dibungkus.”
“Baik tuan. Totalnya seharga tiga
belas Peso.”
Pembeli melihat kearah kantung baju,
dan merogoh uang yang berada di dalam sakunya.
“Harga yang sangat murah, inilah
mengapa, aku senang membeli roti ditempat ini.” sang paman memberikan uangnya
kemeja kasir.
Lunar mengambil satu bungkus roti
berukuran besar untuk menampung makanan yang di pesan paman tadi. Serta
memasukannya kedalam kantung. Ia menyerahkan barang itu kepada pengunjung yang
sedari tadi menunggu.
“Ini rotinya tuan. Terima kasih
karena telah membeli. Jangan lupa untuk datang kembali.” Lunar tersenyum, dan
mengambil uang dimeja.
“Hahaha, anak ini. Selalu saja
bersikap ramah seperti itu. Pertahankan kepribadianmu nak, kelak kau akan
menjadi orang sukses jika selalu membawanya.” sang paman pergi meninggalkan
toko, dengan bungkus roti yang dijinjingnya.
Dan Vanny kini terbangunkan dari
duduknya. Menghampiri Lunar yang berada di meja kasir. Ia pun menyadari akan
kedatangannya.
“Ada yang bisa kubantu untukmu,
Vanny?”
“Tidak, Lunar. Aku sudah selesai
hari ini. Aku ingin segera pulang.”
“Oh, kukira kamu akan memesan roti
kembali.”
Vanny tertawa. Apakah ia pikir, aku
akan membeli semua roti-roti yang ada disini? Akupun hanya membeli dengan
seperlunya saja.
“Tidak Lunar. Aku sudah kenyang
dengan jamuan kali ini. Sampai jumpa. Kutunggu kau di tempat peristirahatanku.
Di rumahku yang sangat sederhana.”
“Tentu. Jika aku punya waktu, aku
akan mencoba untuk berkunjung kesana.”
Dan kini sosok Vanny telah
menghilang, melewati pintu kaca yang tertutup dengan sendirinya.
Sore hari telah tiba, waktunya bagi
Lunar dan Paman Sam menutup toko rotinya. Hari ini cukup melelahkan, persis
seperti biasanya. Lunar sangat menyukai akan pekerjaannya ini, diapun sangat
menyukai roti. Dan ketika ia dapat bekerja di dalam toko roti, sudah memberi
nilai plus bagi dirinya.
Sesampainya di rumah, Lunar
membaringkan tubuhnya ke atas kasur yang empuk. Ia ingin melepas semua penak,
dan letih hari ini dengan tidur seharian. Besok adalah hari minggu. Waktunya
pula bagi Lunar untuk berlibur kerja. Mungkin, ia bisa mencoba mencari dimana
letak tempat tinggal Vanny berada. Karena dari perkataannya barusan, Lunar
sedikit hafal rute menuju tempat itu. Ia memandang ke arah kiri, melihat kedua
foto orang tuanya yang nampak ceria. Setiap kali Lunar memandangi foto itu,
semakin air matanya tak bisa berhenti untuk mengalir. Semakin membanjiri kedua
bola matanya. Sebab hal itu akan mengingatkan kembali, kepada kematian kedua
orang tuanya. Tapi, masa depannya masih panjang, hidupnya tidak hanya sebatas
sampai disini. Ia harus berjuang, mewujudkan impian ibunya, menjadi orang yang
sukses dan bisa membanggakan keluarga. Dan matanya kini telah terpejam pada
malam hari. Mencoba beristirahat menghilangkan penak.
II
Lunar Dan
Vanny
Di pagi hari yang cerah ini, Lunar
telah bergegas mengenakan pakaian. Mencoba menggunakan setelan baju sebaik
mungkin, agar tampil prima saat berada di hadapan wanita yang akan ditemuinya.
Ia pun tak tahu mengapa sampai bersikeras untuk mencari. Lunar hanya mengikuti
kata hati, dan kemana arah kakinya melangkah. Perempuan itu, sungguh membuatnya
penasaran. Lunar ingin mengetahui tentang gadis itu lebih banyak, mengenalnya
lebih dalam. Pasti tersirat suatu hal yang disembunyikan dibalik wajah manisnya
itu.
Lunar pergi keluar rumah, membuka
pintu kayu yang masih kokoh milik paman Sam Simon. Sebelumnya, ia pun meminta
izin dengan sang paman untuk pergi
kesuatu tempat. Dan orang itu menyetujui.
Pria
itu menaiki motor pribadi miliknya, sebuah sepeda motor peninggalan ayah
tercinta. Ia mengendarai kendaraan itu mengelilingi seisi kota. Bertanya
kesana-kemari pada setiap orang dimanakah letak alamat yang ditujunya kini.
Hingga suatu ketika, ia telah sampai disebuah gang sempit. Sepeda motor yang ia
pakai tak bisa memasuki tempat ini, dikarekan ruangan berbatu ini, begitu sempit
untuk dimasuki sepeda motor miliknya yang begitu besar. Lunar pun memarkir
kendaraannya diluar gang. Kemudian berjalan dengan perlahan, memasuki tempat
bak labirin kegelapan.
Semakin pria ini masuk kedalam,
semakin ia curiga akan tersesat. Tempat ini begitu sepi, apakah tidak ada yang
tinggal disini? Namun, jalan yang ia lalui tidak salah. Dihadapan ia kini telah
terpampang sebuah papan nama jalan bertuliskan Jalan Leonardo. Tugas ia selanjutnya kini, mencari rumah yang
memiliki nomor seratus sepuluh. Lunar berjalan perlahan memandangi setiap pintu
rumah yang dilewatinya. Melihat setiap nomor yang terpampang disana. Nomor
rumah ditempat ini ternyata berurutan. Ia telah sampai di depan pintu rumah
bernomorkan delapan puluh. Dan hanya perlu berjalan melewati tiga puluh rumah
lagi untuk bisa sampai di tempat tujuannya. Secara tiba-tiba, dari arah gang
yang berbelok muncul seorang kakek-kakek paruh baya. Memiliki rambut yang putih
karena uban, pakaian yang nampak sangat sederhana, serta tubuh yang bungkuk.
Sang kakek nampak risih, sekaligus asing melihat keberadaan Lunar disini.
“Hai pemuda, sedang apakah kau
berada ditempat ini? Melihat dari penampilanmu, nampaknya begitu asing.” ujar
sang kakek.
“Tidak ada yang perlu kau cemaskan
dariku kek. Aku hanya sedang mencari rumah temanku. Ia mengatakan bahwa
tempatnya berada disekitar sini.”
“Hmm. Seorang teman yah. Berapa
nomor rumah temanmu itu?” tanya sang kakek.
“Seratus sepuluh kek. Kira-kira,
apakah kakek tahu dimana tempat itu?”
“Rumah itu… Sebentar, kakek
ingat-ingat terlebih dahulu… Hmm… Kakek ingat! Dari sini kamu hanya perlu
berjalan beberapa meter kedepan. Ketika menemukan sebuah tiang listrik,
beloklah kearah kanan. Tempatnya tak jauh dari sana.” jawab kakek itu dengan
tersenyum.
“Baik kek. Terima kasih banyak. Saya
pergi dulu.”
Tak berlangsung lama, Lunar telah
sampai ditempat yang ia cari-cari. Disebuah rumah yang memiliki nomor seratus
sepuluh. Hatinya berdebar. Terdapat sedikit keraguan untuk bertemu dengan sang
pemilik rumah. Tapi, rasa penasarannya yang begitu besar, seolah mematahkan
atas segala keraguan yang ada pada dirinya. Dia sendiripun bingung, mengapa
wanita semanis Vanny, yang nampak seperti perempuan bangsawan. Tinggal ditempat
kumuh seperti ini.
Tok.
Tok.
Tok.
Lunar mengetuk pintu rumah sebanyak
tiga kali. Tak ada jawaban untuk beberapa saat. Namun, setelah menunggu
kesekian detik. Terdengar suara seorang wanita dari dalam.
“Siapa diluar?” tanya si gadis dari
dalam rumah.
“Anu, seseorang yang mungkin kau
kenal. Aku, Lunar!”
“Oh, Lunar! Ternyata kau benar-benar
datang. Tunggulah sebentar, aku akan bersiap-siap merapihkan penampilanku
terlebih dahulu.”
Vanny benar-benar tidak menduga.
Bahwa pria tampan yang ia ajak bicara kemarin, menganggap serius akan tawaran
yang diberikannya. Kini Vanny berjalan menuju kamar tidurnya, mencari pakaian
terbaik. Ia tidak ingin terlihat buruk dan tidak cantik ketika berhadapan
dengan Lunar. Disisirnya rambut indah yang menjadi mahkota bagi kepalanya,
memakai penghias wajah di depan cermin dengan sebaik mungkin. Dirinya sedikit
malu, karena akan bertemu dengan seseorang laki-laki tampan seperti seorang
Lunar. Dan suatu hal yang janggal dalam pikirannya kini, apakah Lunar akan
tetap ingin menjadi temanku setelah ia telah mengetahui rumahku yang sangat
kumuh seperti ini.
Vanny membuka pintu rumahnya, Lunar
nampak telah sedikit tak nyaman menunggu begitu lama. Sebab, otot-otot kakinya
mungkin telah pegal karena harus berdiri terlalu lama.
“Maaf sedikit lama. Apakah kau
baik-baik saja selagi menungguku diluar?”
Lunar hanya bisa tersenyum. Menyembunyikan
rasa pegal-pegal di kedua kakinya karena menunggu cukup lama.
“Tidak ada yang perlu kau cemaskan.
Tempat ini tidak berbahaya. Hanya saja, begitu sepi akan penghuni.”
“Perumahan ini memang tidak begitu
ramai. Banyak pemilik rumah yang memilih untuk meninggalkan tempat tinggal
mereka, menuju tempat yang baru. Dan mungkin lebih layak huni.” Vanny melirik
kearah kiri dan kanan.
“Masuklah, kita bicara didalam.”
Mereka mulai berjalan memasuki rumah
yang kumuh. Tidak terlalu besar, namun sangat bersih! Wanita ini pasti sering
membersihkan rumahnya setiap hari. Berbeda dengan tempat diluar sana. Sangat
kotor, tak terurus dan tidak terawat. Banyak sampah yang berserakan
dimana-mana, debu jalanan yang mengganggu pernapasan. Tempat ini, begitu kecil
untuk ditinggali satu keluarga penuh. Dan pula, dimanakah mereka?
“Dimanakah keluargamu berada?
Seperti ibumu, dan ayahmu. Atau mungkin, adik dan kakakmu.”
“Ayahku telah meninggal. Sedangkan
ibuku, lebih memilih menikah dengan laki-laki lain. Dikarenakan perusahaan
ayahku bangkrut. Dan kami jatuh miskin.”
“Maaf, aku tidak bermaksud.” wajah
Lunar menjadi iba.
“Lalu, kau tinggal disini
sendirian?”
“Tidak, aku hidup disini bersama
adik laki-lakiku.”
Vanny melirik kearah kamar diujung
koridor.
“Evan! Kemarilah sebentar.” teriak
vanny dari ruang tamu.
“Ada apa kak??” jawab seseorang dari
dalam kamar.
“Kemarilah sebentar, cepat!”
Pintu kamar telah terbuka, keluarlah
sesosok bocah kecil berusia delapan tahun yang sedang memegang mainan
mobil-mobilan ditangannya. Mainan itu digenggam sangat erat, wajahnya
memancarkan sejuta pertanyaan saat melihat sosok Lunar di hadapan bocah kecil
itu.
“Siapa dia, kak?” tanya sang bocah.
“Perkenalkan, dia teman kakak. Ia bernama,
Lunar. Berilah salam padanya.”
“Waah, teman kakak sangat tampan
sekali. Kakak memang pintar dalam memilih teman.”
Semuanya tersenyum. Lunar dan Vanny
hanya bisa tersipu malu sambil menggaruk kepala mereka masing-masing.
“Perkenalkan kak, namaku Evan
Chandra. Anda bisa memanggil saya, Evan.” sang anak menjulurkan tangannya.
“Anak yang pintar. Nama kakak,
Lunarian Sven. Kamu juga dapat memanggilku Lunar.”
Evan kecil pergi menuju bangku yang
berada disebelah kakaknya, Vanny. Terduduk di bangku kayu yang cukup nyaman,
sambil memancarkan sejuta senyuman pada Lunar.
“Kakak tinggal dimana? Dilihat dari
penampilannya, kakak pasti orang baik, kan?”
“Kakak tinggal di Jalan Arthur. Berada disebelah pantai,
berdekatan dengan Toko Roti Sam Simon. Dan tempat itu adalah milik pamanku. Aku
bekerja disana.”
Vanny menatap kearah Lunar dengan
seksama.
“Aku ingin pergi ke dapur sebentar,
kamu berbincang saja terlebih dahulu dengan adikku.”
“Oh tentu. Anak ini cukup pintar dan
ramah. Aku suka dengannya.”
Sesosok gadis bertubuh langsing itu
mulai menghilang, memasuki sebuah dapur yang berada disebelah kamar mandi.
“Waah! Kakak bekerja di toko roti? Pasti
sangat menyenangkan sekali yah. Aku sangat suka dengan roti. Terkadang, kak
Vanny sering membawakan roti padaku ketika ia pulang bekerja.” ujar Evan dengan
takjub.
“Lumayanlah. Sebenarnya, kakakmu
membeli roti-roti itu dari toko tempatku bekerja loh.”
“Benarkah?? Roti buatan kakak sangat
enak sekali! Aku sangat suka roti yang memiliki rasa serikaya.”
“Kamu ini bisa saja, sebenarnya aku
hanya menjadi pelayan sekaligus kasir disana. Roti-roti itu, pamanku yang
membuatnya.”
“Mungkin dilain waktu, kamu bisa
berkunjung ke tempatku bekerja, bersama dengan kakakmu.” kata Lunar, memberikan
sebuah tawaran.
Sang bocah mengangguk kecil,
menandakan ia setuju dengan tawarannya.
“Tentu kak! Aku pasti akan
berkunjung kesana. Dan membeli roti paling enak di tempat kakak bekerja.”
“Hahaha, anak ini. Sangat
bersemangat sekali.” Lunar hanya bisa tertawa sekaligus kagum.
Dan tiba-tiba, datanglah Vanny dari
arah dapur sambil membawa nampan makanan yang berisikan dengan sirup merah, dan
kue-kue kering. Ia berjalan menuju ruang tamu, dan meletakkan barang itu diatas
meja. Semuanya datang menghampiri, dan mulai duduk bersama. Suasana ini, begitu
sangat nyaman untukku.
“Evan, kamu bisa kembali ke kamarmu.
Kakak ingin berbicara dengan Kak Lunar disini.” perintah Vanny.
“Baik kak.”
Beruntungnya ia memiliki adik yang
penurut seperti Evan. Patuh, dan tidak membantah perintah dari kakaknya.
Sehingga ia langsung mengangguk kemudian berjalan menuju kamar pribadinya. Kini
suasana menjadi sunyi. Mereka saling bertatapan, saling tersipu malu. Tak tahu
apa yang harus di bicarakan terlebih dahulu. Mereka seolah menunggu, siapa yang
akan membuka pembicaraan terlebih dahulu. Vanny menuangkan sirup merah yang
terdapat di dalam teko cokelat miliknya ke gelas beling Lunar. Ia pun membuka
tutup toples yang berisikan berbagai makanan kue-kue kering. Menyodorkan
makanan itu pada tamunya kini.
“Kau sangat beruntung bisa memiliki
adik seperti Evan. Dia anak yang penurut, ramah, sopan, serta cerdas.” ujar
Lunar membuka pembicaraan.
“Kamu benar. Aku sangat
menyayanginya. Itulah mengapa, aku yang kini merawat Evan sendirian.” Vanny
menghela nafas sebentar “Bagaimana dengan adikmu?”
“Aku? Aku tidak memiliki adik,
ataupun seorang kakak. Aku anak tunggal.”
“Kalau orang tuamu? Apakah mereka
masih ada?” tanya Vanny lagi.
“Mereka telah tiada. Ibuku sudah meninggal,
disaat aku berusia delapan tahun karena sebuah kecelakaan. Hatiku benar-benar
miris saat itu. Sangat sedih, hidup ini seolah tak ada artinya lagi, bila harus
kehilangan seseorang yang sangat kusayangi. Sedangkan ayahku, meninggal dunia
karena keracunan pada saat aku berumur lima belas tahun. Akupun masih bingung,
siapa yang telah tega membunuh ayahku dengan cara seperti itu. Dan kini aku
tinggal bersama pamanku, sambil bekerja membantu bisnisnya.”
Menyadari akan hal itu, wajah Vanny
kini sedikit menunduk. Ia tak mengira bahwa pertanyaannya mungkin, akan
memanggil kembali rasa kesepian dan kesedihan dari pria ini.
“Maafkan aku, Lunar. Aku tak
bermaksud untuk—“
“Tak apa Vanny. Keluargamu juga sama
bukan sepertiku? Bisakah kau ceritakan padaku?” sela Lunar memotong
pembicaraan.
Vanny memegang dadanya, menghela
nafas panjang. Hatinya sedikit ragu untuk menceritakan hal itu. Sebab akan
membuat ia kembali teringat dengan kejadian-kejadian pahit pada masa lalu.
Walau bagaimanapun juga, ia terlanjur membuka pembicaraan tentang keluarga
Lunar. Maka, ia pun harus bercerita juga.
“Dahulu, ayahku mempunyai sebuah
perusahaan sepatu. Perusahaannya banyak memproduksi sepatu-sepatu berkualitas.
Bisnis ayahku selalu berjalan maju, sebab ia orang yang jujur dalam berkerja.
Tapi suatu hari, bisnisnya tak lagi bisa berdiri kokoh. Ia jatuh bangkrut,
bisnisnya hancur total! Semua pegawai memilih untuk berhenti bekerja karena
sudah tidak mendapatkan gaji. Banyak dari mereka yang berdemo. Sehingga, ayahku
membayar gaji mereka dengan beberapa uang yang tersisa.”
Vanny menghelas nafas sebentar,
kemudian melanjutkan kembali ceritanya.
“Mengetahui akan hal itu, ibuku
justru berpaling dengan laki-laki lain. Ia tak sanggup, bila harus hidup dalam
kemiskinan. Hal itu membuat ayahku semakin sakit hati. Hatinya serasa hancur,
tercabik-cabik sangat pedih. Semenjak kepergian ibu, ayah sering sakit-sakitan.
Begitu banyak uang yang dikeluarkan untuk biaya rumah sakit. Hampir semua
tabungan, harta miliknya telah dijual. Tapi tuhan berkata lain. Nyawanya tak
selamat. Ia telah tiada, meninggalkan aku dan Evan berdua. Dari situlah aku
harus berpikir lebih dewasa, bagaimana agar kami bisa tetap hidup. Aku memakai
sisa uang milik ayah, untuk membeli rumah disini. Dan sebagai modal kami
hidup.”
Ceritanya begitu pedih, bahkan lebih
perih dari yang Lunar pernah alami. Mengapa tuhan memberikan cobaan yang tak
sanggup untuk dipikul hambanya. Tapi ini semua adalah takdir. Setiap orang
memiliki takdirnya masing-masing. Semuanya memiliki alur cerita yang berbeda,
dan itu semua sudah diatur oleh tuhan.
“Pantas saja, setiap kali kamu
datang ke toko roti milik pamanku, kamu selalu berpakaian layaknya seorang
bangsawan. Kupikir kamu seseorang yang kaya raya.” kata Lunar.
“Apa yang kamu katakan itu benar,
Lunar. Tapi itu semua hanyalah masa lalu. Dan inilah aku sekarang. Aku seolah,
memulai hidup kembali dari nol. Dan harus berjuang secara mati-matian untuk
bisa bertahan hidup, di dalam rumah gubuk yang kecil ini.”
Matanya kini telah berlinang air
mata. Semakin deras, semakin membanjiri kedua matanya. Lunar semakin iba, ia
tak sanggup melihat seorang wanita menangis tersedu-sedu. Lunar berpindah duduk
kesamping wanita itu. Menepuk-nepuk punggungnya, berusaha untuk tidak
membuatnya terjatuh terlalu dalam. Tapi usahanya tak berhasil. Tangisan itu
justru semakin membesar. Air matanya semakin membanjiri matanya. Lunar memeluk
wanita itu, biarlah kini ia menjadi tempat pelampiasan atas segala kesedihan
yang Vanny alami.
“Kau boleh menangis sepuasmu. Tapi
setelah ini, aku tidak ingin melihatmu menangis lagi.” ujar Lunar mencoba
menenangkan Vanny.
Alam seperti mendukung dengan suasana
haru ini. Keadaannya sangat tenang dan sunyi. Mengibaskan angin-angin sejuk
yang menusuk ke pori-pori kedua orang itu. Mereka telah larut dalam
kesedihannya masing-masing. Setiap orang memiliki hal pahitnya sendiri. Dan itu
semua tergantung kepada orang tersebut, apakah bisa menjalaninya dengan sabar,
atau justru mengambil jalan pintas. Di dunia ini tak ada yang kekal, setiap
yang bernyawa pasti akan mengalami kematian. Kita sebagai manusia, harus siap
akan kedatangan hari itu. Kita perlu memiliki bekal sebanyak-banyaknya, untuk persiapan
di akhirat nanti.
Dalam beberapa jam mereka
berbincang-bincang. Saling tertawa, bercanda bersama membicarakan suatu hal
yang lucu. Agar mereka tidak lagi mengingat hal pahit yang pernah dialami.
Semua kesedihan itu telah mereda. Evan pun turut serta bergabung dengan mereka.
Anak ini, sangat pintar memainkan piano. Setiap note yang di tekannya mengalunkan
sebuah nada-nada indah. Yang membuat hati tenang, dan damai. Lunar sangat
merindukan momen seperti ini, dimana ia dapat berkumpul bersama seseorang, yang
dapat membuatnya serasa telah dirumah.
Malam hari telah tiba, waktu menunjukkan
pukul tujuh. Dan saatnya bagi Lunar untuk berpamitan pulang. Ia merasa puas
dengan kunjungan kali ini. Sebab mereka, dapat menghibur hati Lunar yang sepi.
Mereka bertiga berjalan menuju pintu. Lunar memakai kembali sepatu hitam yang
dikenakannya. Kemudian mengucapkan beberapa patah kata terima kasih pada
mereka.
“Hari ini terasa begitu cepat. Aku
sangat senang dapat mengunjungimu, Vanny. Jika aku punya waktu lagi, aku akan
mencoba untuk datang kembali kesini.”
“Terima kasih juga karena telah
datang menerima tawaranku. Kau orang yang sangat baik, mampu mengisi kesepianku
disini.” wajah vanny tersenyum.
“Kak Lunar nanti harus datang lagi
yah! Jangan sampai lupa!” kata Evan penuh semangat.
Lunar tersenyum, menepuk-nepuk
kepala anak kecil itu.
“Tentu Evan. Kau anak yang hebat.
Kamu harus mengasah bakat yang kau miliki. kelak kau akan menjadi orang yang
terpandang.” Lunar merapihkan pakaiannya kembali. “Aku pergi dulu. Terima kasih
untuk hari ini.”
Pria ini mulai pergi, menuju
gang-gang yang gelap dimalam hari. Vanny dan Evan melambaikan tangan mereka
dari kejauhan. Tempat ini sangat minim penerangan dan lampu jalan. Lunar
sedikit cemas, akankah ia bertemu dengan seorang penjahat disini? Kurasa dia
harus membuang jauh-jauh pikiran itu, agar membuatnya bisa tetap tenang. Ia
menghidupkan sepeda motor pribadi miliknya untuk langsung berjalan pergi,
menuju rumah yang sebenarnya. Di kediaman paman Sam Simon. Udara malam hari ini
terasa begitu sejuk, ia dapat merasakan angin sepoi-sepoi yang menabrak setiap
tubuhnya. Jarang sekali Lunar pergi pada malam hari, terkecuali terdapat suatu
kepentingan yang harus membuatnya pergi.
Saat berada di pinggir pantai, Lunar
melihat sesosok wanita yang terduduk diam dibawah jembatan pantai. Ia sendiri
bingung, siapa perempuan itu dan apa yang dilakukannya ditempat seperti itu.
Pria ini semakin penasaran, ia memarkirkan kendaraannya serta langsung menuruni
tangga-tangga menuju pasir putih. Lunar mencoba berjalan dengan setenang
mungkin, dia tidak ingin jika kehadirannya justru membuat perempuan itu merasa
ketakutan.
“Hei nona, apa yang sedang kau
lakukan disana?” saut Lunar dari kejauhan.
Mendengar akan suara itu, bukannya
membalas ucapan Lunar, wanita itu justru lari ketakutan. Seolah melihat sesosok
penjahat yang ingin menyakitinya. Lunar mencoba berlari menyusulnya, namun
upayanya tak berhasil.
“Nona! Aku bukan orang jahat.
Bisakah kita berbicara?”
Ucapannya telah sia-sia. Betapa
kagetnya Lunar, saat melihat wanita itu justru berlari menuju laut. Menyelam
kedalam laut yang dalam. Lunar semakin panik, ia mengira wanita itu akan
menyelesaikan hidupnya dengan bunuh diri. Lunar berlari mendekati air,
berlarian kesana-kemari memanggil sang gadis.
“Nona! Dimanakah kau? Aku bukan
orang jahat. Aku hanya ingin, berkenalan denganmu.”
“Semua
usahaku tiada gunanya. Sia-sia kucari wanita yang tak jelas identitasnya. Wanita
itu, benar-benar orang yang aneh.” ujarnya dalam hati.
Merasa lelah dengan usahanya, Lunar
memilih untuk menyerah. Dan kembali menuju sepeda motornya. Ketika ia menaiki
anak tangga, sosok itu kembali terlihat dari dalam air. Namun hanya menampakkan
kepalanya yang kecil saja. Sang pria kembali melanjutkan perjalanan pulang,
dengan hati yang masih penasaran, siapa perempuan yang ditemuinya tadi.
Benar-benar wanita yang sangat misterius.
III
Wanita
Misterius
Hal yang dialami Lunar kemarin malam
masih terngiang-ngiang dalam pikirannya. Baru kali ini ia bertemu dengan
seorang wanita, yang aneh seperti sosok kemarin. Walau bagaimanapun juga, ia
hanya ingin bertanya, kenapa? Dan sedang apa disini? Keinginan itu tak
terpenuhi, melihat dari usahanya yang sia-sia. Dihari senin ini, Lunar kembali
bekerja seperti biasanya di Toko Roti Sam Simon. Yang ramai akan pengunjung
setia setiap harinya. Seisi ruangan diisi oleh pengunjung yang berbeda pada
setiap waktunya. Yang lama telah pergi, lalu datang kembali yang baru. Hampir
persis dengan cinta seseorang. Dimana yang lama telah pergi untuk selamanya,
timbul sosok baru, mengisi sebuah ruang hati yang kosong. Lunar hanya bisa
melamun, memikirkan wanita yang dilihatnya semalam. Walau terbilang singkat, ia
sempat melihat wajah dari perempuan itu. Sangat cantik dan manis. Wajahnya
seperti seorang putri kerajaan. Sangat anggun, dan terlihat lemah lembut.
Di tengah lamunannya, muncul lah sesosok
anak kecil yang membuyarkan lamunan itu. Dialah seorang bocah yang ia kenal,
Evan. Lunar sendiri kaget dengan aksinya yang tiba-tiba seperti itu. Sehingga
mereka berdua hanya bisa tertawa, sekaligus malu.
“Evan! Ternyata kau benar-benar
datang. Dan tentunya, bersama kakakmu juga.” kata Lunar dengan senang.
“Aku sudah berjanji akan pergi
ketempat ini kemarin. Walau bagaimanapun juga, aku harus menepatinya, Kak.”
Sang Lunar tertawa, diikuti dengan
kakaknya Vanny.
“Anak ini, tak pernah berhenti
membuatku kagum.”
Mendengar akan obrolan mereka, paman
Sam yang sedang menganggur datang menghampiri mereka. Mencoba untuk bergabung,
dengan perkumpulan yang sangat bahagia itu.
“Lunar, siapa mereka? Nampaknya
kalian begitu sangat akrab.” tanya sang paman.
“Ini paman, mereka temanku.
Perempuan yang manis ini bernama, Vanny. Sedangkan yang kecil ini adalah
adiknya, Evan.”
Mendengar akan pujian Lunar tadi,
Vanny hanya bisa tersipu malu.
“Ngomong apa sih kamu, Lunar! Oh iya
paman. Perkenalkan, saya temannya Lunar.”
“Hahaha, kamu sangat pintar dalam
memilih teman. Paman sangat setuju jika kamu memilih hubungan yang lebih serius
dengannya.”
Dan semuanya tertawa bersama akan
perkataan tadi. Vanny senang dengan keluarga Lunar. Sangat ramah, dan mudah
membaur dengan orang baru. Mereka memesan 2 buah roti serikaya yang masih
hangat. Sangat lezat untuk disantap bersama. Evan sangat menyukai roti
serikaya, makanan itu seolah menjadi menu kesukaannya. Bocah kecil itu sangat
lahap memakan roti-roti buatan Sam Simon, membuat mulutnya belepotan dengan
serikaya yang berceceran di seisi wajahnya. Anak ini, mengingatkan akan diriku
dulu. Yang sangat ceria dan ramah. Ujar Lunar dalam hati.
“Ngomong-ngomong, Vanny. Kau pernah
pergi melewati jembatan yang berada di bibir pantai saat malam hari?”
“Tentu saja pernah. Mengapa tiba-tiba
kau bertanya seperti itu?”
“Semalam, aku bertemu dengan seorang
wanita misterius yang berada di kolong jembatan itu. Sesosok perempuan yang
aneh. Ketika kuhampiri, ia justru melarikan diri. Begitu sangat ketakutan. Dari
cara ia memandangku, seperti melihat sesosok monster buas yang siap
menerkamnya.” jawab Lunar sambil mengingat kembali kejadian semalam.
“Kau bertemu dengannya juga?? Hei,
akupun pernah melihat wanita aneh itu!” mata Vanny membesar mendengar cerita
Lunar tadi.
“Benarkah? Apa yang kau lakukan
ketika bertemu wanita itu, Vanny?”
Wanita ini menggenggam gelas air
putih yang berada di sisi kirinya. Memegangnya erat dan langsung meminum dengan
sangat haus.
“Sama halnya seperti dirimu. Ketika
kuhampiri, ia justru melarikan diri. Namun suatu hal yang aneh terjadi, saat
wanita itu mulai memasuki air. Secara perlahan, kedua kakinya berubah menjadi
ekor ikan!”
“Ekor ikan? Bagaimana mungkin! Kau
pasti bercanda bukan?” kata Lunar tak percaya.
“Percayalah padaku Lunar. Aku
melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Ketika sosok itu mulai menampakkan
ekor ikannya, ia berenang semakin jauh ketengah laut. Kemudian menghilang.”
“Mungkinkah ia seorang, Duyung?”
ujar pria itu mengambil kesimpulan.
Rasanya tak mungkin, terdapat
makhluk mitos seperti itu di dunia ini. Duyung hanyalah sebuah mitos, dan
cerita belaka. Sosok itu hanya terdapat dalam sebuah dongeng. Tidak mungkin ada
di dalam dunia nyata! Mendengar perkataan tadi membuat Lunar tidak sepenuhnya
percaya. Ia harus memastikan sendiri, apakah yang dibicarakan Vanny benar atau
tidak. Dan mengetahui akan hal itu, seolah semakin membuka lebar rasa penasaran
yang tersirat di pikirannya. Penggambaran yang mereka lihat, jika di gabungkan
mungkin akan cocok. Lunar melihat sesosok wanita cantik seperti layaknya putri
kerajaan. Sedangkan Vanny, melihat wanita berekor ikan di laut. Mungkinkah?
“Entahlah Lunar. Semoga saja aku
tidak salah lihat saat itu.”
Pada malam hari yang begitu gelap,
Lunar terbawa hasrat penasarannya untuk memastikan apa yang dibicarakan Vanny
tadi siang. Sehingga langkah kakinya tak bisa berhenti, untuk menyelidiki
keberadaan makhluk mitos itu. Ia kembali menuju pantai putih yang dilaluinya
kemarin. Menengok kearah kiri dan kanan, berlari kesana-kemari mencari sang
gadis. Hasilnya nihil, ia tak menemukan apapun. Namun, suatu hal terjadi saat
Lunar mendekati sebuah bebatuan karang yang berada di polosok pantai. Tempatnya
cukup tertutup, tak banyak orang berlalu-lalang disana. Deburan ombak air laut
menabrak batu karang yang begitu kokoh dengan kerasnya! Membuat Lunar semakin
ragu untuk mendekatinya. Apakah berbahaya, jika ia harus memastikan pergi
kesana?
Pria ini tak memperdulikan hal itu,
jiwa penasarannya telah mematahkan ketakutan yang dirasanya kini. Ketika Lunar
mulai memasuki lorong-lorong bebatuan karang, ia melihat sebuah jaring yang
terikat pada beberapa batu. Dan disitu pula, terlihat tanda-tanda kehidupan.
Sebuah pemandangan yang dia lihat sekarang, benar-benar suatu hal yang tidak
disangka-sangka. Betapa kagetnya ia, ketika melihat sesosok wanita, dengan ekor
ikan miliknya. Sedang meronta-ronta kesakitan tertangkap dalam jaring yang
kuat, sulit untuk melepaskan diri. Wajahnya persis seperti wanita yang ia lihat
beberapa hari yang lalu. Tidak salah lagi! Ia pasti wanita yang diceritakan
oleh Vanny.
“Hei nona! Mengapa kau tertangkap
oleh jaring seperti ini?”
Mendengar perkataan tadi, sang
duyung tersentak kaget. Wajahnya menjadi semakin panik. Ia begitu takut, jika
harus dibunuh oleh manusia yang kejam, atau mungkin diawetkan sebagai hiasan.
Wanita ini tak menjawab pertanyaan Lunar, tanpa memperdulikan apapun
disekelilingnya, Lunar mencoba melepaskan jaring itu satu persatu. Merobeknya
secara perlahan, dengan pisau kecil yang diambil dari dalam tasnya. Ketika semua
jaring-jaring itu lenyap dari tubuh sang duyung, Lunar menjulurkan tangannya.
Berusaha sebisa mungkin agar tidak membuatnya takut.
“Tenanglah, aku bukan orang jahat.
Aku disini untuk menolongmu. Apakah kau bisa berjalan?”
Karena telah ditolong dengan pria
ini, sang gadis tak menjadi seperti sebelumnya. Ia menjadi lebih tenang
sekarang, tidak memberontak dan melawan.
“Aku bisa berjalan! Jika kamu bukan
orang jahat, buktikanlah!” kata perempuan itu dengan sedikit kesal.
“Raihlah tanganku, aku akan
membawamu keluar dari tempat ini.”
Disaat ketika wanita itu menggenggam
tangannya, ekor yang di penuhi sirip itu telah mengeluarkan cahaya! Dengan
perlahan mengubah bentuk ekornya menjadi sepasang kaki yang utuh! Benar-benar
sangat ajaib! Lunar yang melihat pemandangan itu nyaris dibuat tak percaya.
Lautan ini, menyimpan sejuta rahasia yang belum terpecahkan. Membuat setiap
insan terbelialak kaget ketika mereka menampakkan wujudnya.
“Ba-bag-bagaimana bisa, ekormu
berubah menjadi sepasang kaki manusia?” tanya Lunar tak percaya.
“Bawalah aku pergi dari tempat ini
terlebih dahulu, nanti akan kuceritakan padamu.”
Mereka berjalan secara perlahan
untuk keluar dari bebatuan karang yang tajam. Deburan ombak sesekali menabrak
tubuh mereka, membuat pakaian mereka menjadi basah kuyup. Lunar membawa sang
gadis ke pinggir pantai, mencoba menyalakan api unggun untuk menghangatkan
tubuh. Sekaligus mengeringkan pakaian mereka yang basah. Kedua insan ini
terduduk diam dalam kehangatan, memandangi langit yang di penuhi
bintang-bintang. Sangat indah! Lunar tak pernah berhenti untuk kagum, dengan
segala ciptaan tuhan yang maha esa. Dan juga pada dunia ini, yang tidak ada
habisnya menyimpan jutaan rahasia tersembunyi. Wanita yang kini ia pandangi
begitu misterius, teringat saat sebelumnya Lunar bertemu dengan wanita ini,
namun dia justru melarikan diri. Dan kinipun ia telah mengetahuinya mengapa
sang gadis menghindar seperti itu. Sesekali Lunar menatapnya, semakin lama ia
memandang, semakin ia terpesona dengan kecantikannya. Rambutnya yang pirang,
hidung yang sangat mancung, dan mata yang begitu indah. Sangat biru, seperti
layaknya lautan. Begitu memesona memancarkan sinar rembulan malam. Lunar telah
hanyut kedalam cinta pandangan pertama, kepada seorang wanita anggun yang kini
ia tolong. Tak ada dari mereka yang membuka pembicaraan, wajah wanita itu pun
nampak masih sedikit kesal dengan Lunar. Dia pun tak paham mengapa, padahal
Lunar telah menolongnya.
“Hei, siapa namamu?” kata Lunar
membuka pembicaraan.
“Haruskah kuberitahu padamu?”
“Jika kamu tidak menginginkannya
pun, tak apa. Aku tidak memaksa.”
Wanita itu menghela nafas sebentar,
mencoba untuk menjawab pertanyaannya.
“Namaku, Yasmine. Neptunia Yasmine
Aqua. Dan kau sendiri?” sang gadis menatap kearah Lunar
“Waw, nama yang begitu sangat indah!
Beruntungnya engkau telah memiliki nama seperti itu. Namaku, Lunarian Sven.
Kamu bisa memanggilku Lunar.” jawab Lunar dengan kagum.
“Ayahku yang memberi nama itu.
Ngomong-ngomong, kamu telah melihat ekor ikanku. Maukah kamu merahasiakannya?”
“Itupun jika kamu menjelaskan
kepadaku, mengapa kamu memiliki benda seperti itu di kakimu.” kata Lunar.
Yasmine masih menimbang-nimbang akan
perkataannya tadi. Haruskah ia menceritakannya? Jika iya, berarti sama halnya
membocorkan istana bawah laut kepada manusia, dan mungkin akan membahayakan
para kaum Mermaid. Yasmine begitu membenci manusia, dikarenakan oleh sifatnya
yang egois. Seperti membuang sampah sembarangan kelaut, menebar limbah, begitu
banyak pencemaran! Ditambah dengan pengeboman laut untuk mencari ikan, yang
telah menghancurkan begitu banyak terumbu-terumbu karang. Tapi hatinya terasa
beda dengan manusia yang satu ini. Ia merasa begitu tenang saat berada di
sampingnya. Yasmine pun telah yakin, bahwa orang ini tak seperti dengan yang ia
benci selama ini.
“Baiklah, akan kuceritakan padamu.
Asalkan kamu akan menjaganya, sampai kapanpun.”
“Aku berjanji padamu. Dibawah sinar
rembulan, sebagai saksi akan perjanjian ini.” Lunar menatap wajah gadis itu
dengan serius.
“Namaku Yasmine, aku adalah anak dari
raja Neptunus, sang penguasa laut. Ibuku bernama Ariel Aqua. Aku terlahir dalam
kaum Mermaid, yang mendiami lautan sejak dahulu kala. Di dalam lautan sana,
terdapat sebuah kerajaan milik ayahku bernama Kerajaan Neptune. Tempat itu
begitu sangat mengagumkan! Sangat besar dan memesona. Setiap insan yang pertama
kali melihatnya pasti akan dibuat kagum dengan keindahannya.”
Yasmine menghelas nafas lalu
melanjutkan kembali ceritanya.
“Kerajaan kami hidup dengan damai
dan tentram. Semua warga hidup dengan bahagia. Tapi itu semua adalah kenangan.
Sangat berbeda dengan kehidupan yang baru. Setelah penyihir Lidya dan
pasukannya datang dan memporak-porandakan seisi istana. Ayahku telah dibunuh
olehnya, dan ibuku di penjarakan. Karena aku melawannya, Lidya menyihir kakiku,
sehingga membuatnya dapat berubah menjadi kaki manusia. Itu adalah suatu
penghinaan bagi kaum Mermaid. Sebab kami para Mermaid, sangat membenci manusia,
terutama para manusia perusak.”
“Lantas bagaimana kau bisa merubah
kakimu menjadi ekor ikan dan kaki manusia sesuka hatimu?” sela Lunar memotong
pembicaraan.
“Karena aku sempat mencuri salah
satu buku sihir milik penyihir Lidya. Aku mempelajarinya secara diam-diam. Dan
oleh sebab itulah, aku dapat melakukan sihir, dan merubah kakiku semau yang
kuinginkan.”
“Tunggu sebentar, jika kamu bisa
melakukannya. Mengapa kau tidak merubah kakimu menjadi ekor ikan selamanya? Dan
tidak pernah berubah menjadi kaki manusia lagi.”
“Buku yang kucuri hanya menjelaskan
tentang penawar mantra dari sihir itu yang bersifat trial atau tidak permanen.
Setelah 8 jam berlalu, ekorku akan kembali berubah menjadi sepasang kaki
manusia. Dan itulah sebabnya, aku berada di daratan.”
Lunar begitu iba dengan nasib
kerajaannya. Mengapa orang seperti Lidya tidak di musnahkan saja dari muka bumi
ini? Seseorang yang menjadi benalu bagi yang lainnya. Membawa kerugian bagi
yang di tumpanginya.
“Dan sekarang dimanakah kamu
tinggal?” tanya Luna menatap wajah Yasmine.
“Masih berada di bibir pantai ini,
aku membangun rumah kecilku sendiri.”
Secara tiba-tiba setelah ucapannya
tadi, Yasmine langsung berdiri dan bergegas untuk pergi segera meninggalkan
seorang pria yang ada di hadapannya.
“Maaf, aku harus segera pergi.
Terima kasih karena telah menyelamatkanku.”
“Hei tunggu!” Lunar mencoba
mencegah, namun tak berhasil.
Dan sosok wanita itu mulai
menghilang dalam kegelapan malam, meninggalkan suara-suara deburan ombak laut
yang menabrak karang. Suasana begitu sunyi, tak terdengar suara bising seperti
di siang hari. Semakin memikirkannya, semakin membuat kepala Lunar pusing,
rasanya ia tak percaya dengan apa yang baru saja di laluinya. Seorang mermaid,
baru saja bercakap-cakap denganku? Apakah aku sedang bermimpi? Tanya Lunar di
dalam hati.
IV
Cinta Yang
Tak Terbalaskan
Di keesokan harinya, Lunar kembali
pergi menuju pantai tempat semalam ia mendatanginya. Dia meminta izin dengan
paman Sam untuk bertemu dengan seorang wanita yang baru dikenalnya. Paman Sam
merasa sedikit lega, karena sekarang keponakannya sudah mulai mendapatkan seorang
kekasih. Beberapa menit setelah kepergian Lunar, datanglah Vanny ke Toko Roti
Sam Simon dengan membawa bekal makanan yang sengaja dibuatkan untuk Lunar,
seorang pria yang kini ia sukai. Suara lonceng berbunyi saat wanita itu
memasuki toko, dan disusul dengan pandangan-pandangan bingung oleh orang seisi
toko. Semua menatap kagum, dengan seorang gadis anggun yang memakai gaun yang
sangat cantik, yang kini mulai melewati mereka.
“Permisi paman, Lunarnya ada?” Tanya
sang gadis.
“Hmm,, Lunar? Sepertinya kau
terlambat nak. Ia baru saja pergi beberapa menit yang lalu.”
“Pergi kemanakah dia? Akahkan begitu
penting?”
“Kurasa demikian, anak itu
mengatakan bahwa ia ingin bertemu seorang wanita.”
Mendengar kata wanita Vanny begitu
kaget, dan sekaligus kecewa. Lunar menganggap bahwa pertemuannya itu begitu
penting, dan pastinya ia menyimpan hati untuk wanita itu. Tapi Vanny wanita
yang cukup dewasa. Ia memahami akan keadaannya sebagai pedagang roti. Mungkin
saja ia pergi bertemu dengan salah satu pelanggannya, untuk membicarakan
pesanan roti berikutnya. Wanita ini hanya menitipkan rantang makanan dengan isi
makanan yang sangat nikmat itu kepada paman Sam. Ia berharap, ketika Lunar
pulang nanti dia akan mencicipinya.
Sedangkan Yasmine, ia sedang sibuk
memasak makanan yang sangat nikmat, bau harumnya sangat menyengat. Membuat
setiap orang yang menciumnya akan terasa lapar kembali. Ia memasak beberapa
ikan bakar dengan kayu bakar yang hanya beralaskan daun-daun kelapa kering.
Rumah yang dibangunnya pun tidak terlalu besar, namun nyaman untuk ditinggali
sendiri. Selepas makanan itu telah matang, Yasmine meletakkannya ke meja makan,
berusaha duduk untuk mencicipi sajian makanan yang baru saja ia buat. Saat ikan
itu hampir memasuki mulutnya, terdengar suara ketukan pintu dari luar.
Mendengar akan hal itu, Yasmine membatalkan niatnya untuk memakan ikan yang
berada di genggamannya, dan mencoba untuk membukakan pintu. Semoga saja bukan
dari orang jahat.
“Siapa di luar?” tanya Yasmine dari
dalam.
“Yasmine? Kaukah itu? Ini aku,
Lunar!”
Mendengar akan nama itu, hatinya
kini telah lega. Ternyata bukan orang jahat yang mengunjungi rumahnya. Ia
membukakan pintu untuk seorang pria tampan yang semalam menolongnya, dari
jaring-jaring para penjahat. Ketika pria itu memasuki rumah, ia menatapi
seluruh isi ruangan dengan seksama. Merasa aneh dengan isi rumah wanita ini.
“Kau benar-benar tinggal disini?”
“Tentu saja. Setidaknya selama
kakiku berubah menjadi kaki manusia, aku tinggal sendirian disini.”
“Lalu setelah itu?”
“Ketika aku sedang merindukan ibu,
aku menyihir kembali kakiku menjadi ekor ikan dan menuju kerajaan Neptune untuk
menjenguknya.” jawab Yasmine dengan senyum, yang padahal terdapat sisi kelam di
balik itu semua.
Yasmine mempersilahkan Lunar untuk
duduk. Kebetulan sekali, ia sedang memasak ikan bakar kali ini. Sehingga ia
bisa menyantap makanan itu bersama seseorang, biasanya Yasmine hanya makan
sendirian disini. Tanpa ada satupun
teman yang menemani.
“Kau tahu Yasmine, tempat ini sangat
buruk untuk ditinggali wanita secantik dirimu.” goda Lunar.
Sekilas wajah wanita itu mulai
memerah, baru saja mendapatkan pujian seperti itu, wanita ini telah salah
tingkah.
“An-anu… Mau bagaimana lagi? Aku
hanya dapat membuat yang seperti ini.”
“Kau benar, terkadang tuhan memang
tak adil. Memberikan cobaan yang sulit untuk di pikul hambanya. Tapi kamu tidak
perlu bersedih, pasti ada kehagiaan dibalik ini semua. Percayalah akan hal
itu.”
Dan kini mereka mulai memakan
hidangan yang ada di meja dengan lahap. Meski hanya memakan ikan bakar polos
tanpa bumbu, Lunar sangat menyukai makanan ini. Sebab ia tahu, untuk mendapatkannya
bukanlah hal yang mudah. Seusai makan selesai, Lunar memberikan beberapa roti
dari toko miliknya untuk Yasmine. Ia yakin, pasti seorang mermaid tidak pernah
memakan roti seperti ini. Sehingga saat Lunar memberikannya, Yasmine dibuat
bingung dengan benda itu.
“Apa itu Lunar? Bentuknya belum
pernah kulihat sebelumnya.” tanya Yasmine bingung.
“Ini adalah sebuah roti. Makanlah,
kamu pasti akan menyukainya.”
Tanpa pikir panjang wanita itu
mengambil dan melahapnya bulat-bulat. Makanan yang kini ia makan, jauh lebih
enak dibandingkan dengan ikan bakar buatannya tadi. Sehingga Yasmine merasa seperti
kembali memakan makanan kerajaan.
“Enaknya!! Roti ini, apakah kau yang
membuatnya?” Yasmine nampak begitu riang dengan roti itu.
“Meskipun sebenarnya aku hanyalah
seorang pelayan di toko roti pamanku, tak menutup kemungkinan bagiku untuk
belajar membuatnya sedikit demi sedikit.” Lunar kembali membalas senyuman
wanita itu.
Kini mereka telah akrab, sangat
begitu cepat untuk menceritakan tentang hal-hal pribadi kepada orang yang baru
saja di kenalnya. Lunar orang yang sangat baik dan ramah. Sangat cepat untuk
berbaur dengan orang yang baru saja dikenalnya. Sedangkan Yasmine yang
sebelumnya nampak marah akan kehadiran Lunar saat malam kemarin, ia mulai
merasakan kembali yang namanya sebuah persahabatan. Jika ayah masih hidup,
mungkin ia akan marah besar jika tahu aku berteman dengan manusia. Tapi kau
salah ayah, semua pandangan burukmu akan manusia sangat tidak meluas. Kau
menganggap bahwa semua manusia itu sama saja, seolah setiap umat manusia
memiliki 1 sifat yang sama. Lunar berbeda, ia berbeda dari manusia-manusia
lainnya. Ia bukanlah orang yang jahat, ia adalah seseorang yang kembali
membuatku dapat merasakan yang namanya kenyamanan. Setelah sekian lama di
renggut oleh penyihir Lidya yang kejam!
“Ngomong-ngomong Yasmine, seperti
apakah lautan itu?” tanya Lunar yang sedang merapihkan tasnya.
“Lautan sangatlah indah, pemandangan
bawah lautnya sangat memesona. Membuat setiap orang yang pertama kali
melihatnya akan dibuat kagum oleh keindahan alam itu. Mengapa tiba-tiba kamu
membicarakan hal itu? Mungkinkah kau tertarik untuk melihatnya secara
langsung?”
“Sebenernya aku memang ingin, hanya
saja aku tidak bisa berenang.”
Mendengar hal itu Yasmine langsung
dibuat tertawa terbahak-bahak. Wajah Lunar memerah malu, pria berbadan tegak
nan keren ini, tidak dapat berenang? Sungguh hal yang mustahil.
“Hahaha! Lunar, jangan berbohong
padaku. Bagaimana bisa pria seperti dirimu tidak bisa berenang?”
“Percayalah, aku berkata jujur.”
“Ikutlah denganku.” ajak Yasmine
yang langsung menarik tangan Lunar dan membawanya keluar dari rumah.
Yasmine menuntun Lunar menuju
lautan, menginjak pasir-pasir putih yang halus, memasuki zona air laut asin
yang semakin lama semakin dalam. Ketika mulai merasakan tubuhnya terendam air,
Lunar semakin panik. Ia takut akan tenggelam, sebab pria ini tidak bisa
berenang. Sejak kecil orang tuanya tidak pernah mengajaknya ke kolam renang. Dan
semenjak tinggal bersama Sam Simon lah, ia baru dapat merasakan indahnya lautan
yang luas!
“Hei hei! Sudah cukup, jangan tarik
aku lagi!” teriak Lunar memberontak.
“Ada apa denganmu? Kau takutkah?”
“Sudah kukatakan padamu tadi, aku
tidak bisa berenang!” pria itu mulai mundur dari air laut yang dalam.
Yasmine mengeluarkan sebuah bola
kecil berwarna kuning dari dalam sakunya. Dan memberikan benda itu pada Lunar.
“Makanlah permen ini, maka kau akan
bisa berenang dan bernapas di dalam air seperti layaknya ikan.”
“Sungguh? Kau tidak sedang berbohong
bukan padaku?” mata Lunar kini membesar takjub.
“Jangan terlalu banyak bicara! Makan
saja.”
Lunar memakan permen itu dengan
perlahan, memastikan tidak ada hal aneh yang akan terjadi padanya. Dan saat
permen itu telah habis dikunyahnya, ia merasakan suatu hal yang beda. Tubuhnya seolah
begitu sangat ringan saat berada di dalam air. Seperti tidak memiliki berat
sama sekali. Yasmine menarik kembali lengan kanan pria itu untuk langsung
memasuki lautan yang luas! Wajah Lunar yang awalnya panik, kini telah berubah
menjadi pandangan penuh kagum. Setelah ia melihat isi dari lautan ini yang
indah. Di diami oleh berbagai terumbu karang yang cantik, ikan-ikan yang sangat
banyak dan beragam. Ia tidak percaya, ternyata laut seindah ini? Kupikir laut
adalah tempat yang paling menyeramkan.
“Bagaimana? Mulai terbiasa dengan
keadaan ini?” tanya Yasmine sedikit tertawa
“Ini hebat, Yasmine! Bagaimana bisa
aku berenang dan bernapas di dalam air? Seperti kau, dan ikan lainnya.”
“Hahaha. Inilah yang namanya sihir.
Mari ikuti aku.”
Kedua kaki Yasmine kini telah
berubah menjadi ekor ikan, mereka kembali berenang semakin jauh dari daratan.
Menuju lautan yang dalam, melewati banyak keindahan-keindahan yang tidak pernah
Lunar lihat sebelumnya. Mereka berenang melalui bebatuan yang besar,
bangkai-bangkai kapal yang telah menjadi rongsokan. Dan berbagai anemon laut
yang menjadi rumah untuk para ikan-ikan badut yang lucu. Rasanya ia ingin
mengambil satu untuk dibawa pulang, namun rasanya tak pantas mengambil apa yang
sudah menjadi keindahan laut ini. Lunar teringat oleh kasus pengebomam laut,
dimana mereka ingin mendapatkan ikan dalam jumlah besar, namun harus merusak
berbagai terumbu karang yang ada. Dan mungkin itulah salah satu penyebab,
mengapa kaum Mermaid sangat membenci manusia.
“Yasmine, kemana kita akan pergi?”
“Tentu saja ke istanaku.”
“APA? Apa kau sudah gila? Keadaan
istana sedang tidak bagus untukmu. Ditambah dengan manusia sepertiku yang datang
ke tempat itu. Pasti akan membuat kehebohan disana.”
“Tenanglah sedikit. Aku juga tidak
mungkin sebodoh itu memasuki istana lewat pintu utama. Aku punya jalan rahasia
untuk masuk ke dalam penjara bawah tanah.”
Hati Lunar lega, dia pikir Yasmine
akan melakukan hal gila, ternyata itu hanya sebatas rasa paniknya saja. Mereka
kembali berenang menuju jurang yang dalam, sangat gelap. Yasmine mulai
mengeluarkan suatu benda yang bercahaya dari dalam sakunya. Benda itu seperti
sebuah bola yang bulat, namun begitu bercahaya. Jangan-jangan benda itu, sebuah
mutiara?
“Kau kaget? Untungnya aku selalu
membawa benda ini, karena aku yakin suatu saat nanti pasti akan
membutuhkannya.”
“Hmm sedikit. Aku hanya kagum dengan
benda itu.”
Mereka mulai memasuki lorong-lorong
gua yang tidak terlalu besar. Melewati jalan pintas untuk menuju penjara bawah
tanah. Lunar berpikir, mungkinkah Yasmine harus melakukan ini setiap kali ingin
bertemu dengan ibunya? Benar-benar membutuhkan sebuah pengorbanan yang lebih.
Kami telah sampai di sebuah ruangan yang mulai terlihat cahaya, semakin lama
cahaya itu semakin membesar. Sepertinya kita telah sampai di ruang bawah tanah
kerajaan. Tempat para tahanan di penjarakan, begitu pula ibunya Yasmine. Kami
berenang dengan sangat perlahan, mencoba untuk tidak menimbulkan suara
sedikitpun. Sebab penjagaan tempat ini sangat ketat. Lengah sedikit saja, kita
pasti tertangkap. Di salah satu lorong penjara terdapat salah satu penjaga yang
telah siaga dalam tugasnya. Melirik kesana kemari untuk memastikan tidak ada
penyusup yang datang. Kami berdua kebingungan, apa yang harus dilakukan agar
dapat membuat penjaga itu lengah. Sel penjara ratu Ariel pun telah di jaga
ketat tanpa lengah sedikitpun oleh penjaga itu. Tapi Yasmine tidak kehabisan
akal, dia mengucapkan berbagai mantra, mulutnya kumat-kamit mengucapkan
berbagai kata-kata yang tak Lunar pahami. Dan seketika penjaga itu mulai
mengantuk, hingga akhirnya ambruk. Benar-benar menakjubkan! Apa yang di lakukan
wanita ini sehingga membuat penjaga itu ambruk seketika. Mungkin saja Yasmine
belajar mantra itu dari buku yang dicurinya dari penyihir Lidya.
Kami mulai mendekati sel ratu Ariel
di penjarakan. Mencari cara untuk menyelamatkannya, tapi tak berhasil. Penjara
itu di lapisi oleh batu laut yang sangat kuat. Sulit untuk di hancurkan, bahkan
dengan sihir sekalipun.
“Mamah! Ini aku, Yasmine.” sahut
Yasmine dengan pelan.
“Yasmine! Anakku. Apa yang sedang
kamu lakukan lagi disini nak? Tempat ini sangat berbahaya untukmu.”
“Dan lagipula, siapa pria ini? Kau
membawa manusia!?” sang ratu menatap sosok Lunar dengan sinis.
“Dia temanku, mamah. Ia bernama
Lunar. Aku mohon mamah, jangan melarang aku untuk berteman dengan manusia pada
kesempatan kali ini. Karena Lunar berbeda dengan manusia pada umumnya. Dia bukan
perusak, dia sangat menyayangi laut.”
“Bisakah mamah mempercayai
omonganmu?”
Lunar kemudian mendekati ratu Ariel,
dan memegang pintu sel yang sangat kokoh.
“Percayalah pada ucapan Yasmine,
tuan putri. Aku bukanlah manusia jahat. Aku berjanji, akan membantu Yasmine
mengembalikkan kembali masa kejayaan kerajaan Neptune.”
“Apa yang bisa di lakukan manusia
sepertimu, Lunar?”
“Lihat saja nanti, yang mulia. Aku
akan melakukan suatu hal yang tidak anda sangka-sangka.”
Dan Yasmine menyusul keberadaan Lunar,
ia menatap kearah ibunya dan Lunar.
“Percayalah mamah, Lunar pasti akan
membantu kerajaan kita.”
Mereka telah membuat sebuah
perjanjian yang harus di tepati. Suasana kerajaan Neptune saat ini benar-benar
kacau. Banyak warga yang di perkerjakan secara paksa, sedangkan upah yang di
terima pun sangat sedikit. Tak banyak dari mereka yang melawan aksi penjajah
itu, tapi dari mereka yang memiliki keberanian, harus menjalani kehidupan barunya
di balik jeruji batu laut. Begitulah kehidupan kerajaan Neptune saat ini,
sangat kelam. Andaikan saja Raja Neptunus masih hidup, pasti ia akan
menggunakan kekuatannya yang maha dahsyat untuk menggulingkan penyihir Lidya
dari singgah sananya.
Tiba-tiba mulai terdengar suara
melangkah, semakin lama semakin terdengar jelas suara itu. Mereka semakin
panik. Yasmine masih ingin bertemu dengan ibunya, tapi takdir belum
mempertemukan mereka untuk kembali seperti dahulu, dimana Yasmine berada di
pangkuan sang ibu. Di manjakkan dengan pujian si anak manis yang rewel. Lunar
dan Yasmine berlari menuju lorong lainnya disusul dengan salam perpisahan dari
sang ibu. Mereka bersembunyi dari segala penjaga yang melakukan pengawasan di
sekitar lorong. Dan mereka kembali keluar melalui jalan tintas tempat menuju
penjara sebelumnya. Dan kembali berenang menuju ke daratan.
Yasmine
menyesali akan kunjungannya kali ini, karena biasanya situasi sangat mendukung
pertemuan mereka. Hanya sedikit penjaga yang berpatroli, tapi kali ini seolah
mereka telah tahu rencana kita. Sehingga sulit membuatnya bisa bertemu dengan
ibunya kembali. Yasmine bertekad dalam hati, ia pasti akan dapat menyelamatkan
ibunya, dan mengembalikkan kejayaan kerajaannya. Walau bagaimanapun juga, ia
calon penerus dari kerajaan itu. Suatu saat ia akan menjadi seorang pemimpin,
menjadi ratu bagi para kaum mermaid.
“Mengapa dengan dirimu Yasmine?
Wajahmu tampak murung sekali.” kata Lunar yang sedari tadi memandangi wanita
itu.
“Tidak ada. Aku hanya merindukan
keadaan dimana aku dapat bermanja-manja kembali dengan ibu. Aku sangat menyesali
akan hal ini, mengapa aku menjadi anak yang bodoh! Tidak bisa menyelamatkan
ibunya sendiri.”
Di atas pasir putih yang di sinari
mentari, isak tangis Yasmine mulai terdengar. Air matanya mulai keluar dari
sela-sela bola matanya. Semakin banyak, dan tangis itu semakin membesar.
Yasmine begitu menyesali akan dirinya, ia merasa seperti menjadi anak yang
tidak ada gunanya.
“Jangan berpikir seperti itu. Kau
harus kuat! Kau calon pemimpin kerajaan Neptune. Apa yang akan di katakan
pendudukmu, jika mereka mengetahui bahwa calon pemimpinnya saja sudah menyerah
seperti ini? Hal itu akan membuat mereka semakin putus asa!” Lunar memegang
kedua pundak Yasmine.
“Tapi aku, tidak bisa menyelamatkan
ibuku sendiri, Lunar.”
“Bukannya tidak bisa, tapi belum
saatnya. Suatu saat kau pasti bisa mencapainya. Percayalah padaku.”
Setidaknya itulah yang dapat Lunar
katakan agar gadis ini tidak lagi bersedih. Apalah artinya hidup jika hanya di
hantui oleh penyesalan. Semua masalah pasti bisa di atasi, hanya saja kita
belum menemukan waktu yang tepat, kapan masalah itu dapat di selesaikan. Dan
hanya Lunar, yang menjadi tempat curhat gadis ini, ia tidak mempunyai teman di
daratan selain Lunar seorang. Kau tau apa yang menyebabkan terjadinya sebuah
pertikaian satu sama lain? Harta, tahta, wanita. Memperebutkan kekuasaan dapat
membuat setiap orang yang menginginkannya harus saling membunuh. Menyingkirkan
yang lainnya.
Setibanya Lunar di rumah, ia
menemukan sebuah rantang makanan yang berada di meja kasir. Ia tak tahu punya
siapa itu, mungkinkah milik salah satu pengunjung toko yang tertinggal? Lunar
ingin melihat isinya, namun rasanya tidak sopan melihat apa yang menjadi
rahasia orang lain. Sehingga di tengah lamunannya, paman Sam datang dari arah
barat dan menghampiri Lunar.
“Rantang itu, dari seorang wanita
yang mengenakan gaun anggun, sangat cantik sehingga menjadi perhatian publik.”
“Mungkinkah dia, Vanny?”
“Entahlah nak, aku tidak sempat
menanyakan namanya. Pastinya jika kuperhatikan dengan seksama, wanita itu
menyukaimu.”
“Paman jangan bercanda, aku hanya
pelayan. Mana mungkin gadis secantik itu menyukaiku.”
“Hahaha! Kau tau mengapa cinta itu
buta, Lunar? Karena dia tidak melihat pujaan hatinya dari hal yang tampak,
bukan dari fisiknya, melainkan bagaimana hati orang tersebut kepadanya.”
“Aku tahu paman. Tapi, sudahlah. Aku
ingin pergi beristirahat sekarang.”
Tanpa sepatah katapun yang di
ucapkan di bibir paman Sam, Lunar mengambil
rantang makanan itu dan membawanya menuju kamar tidur. Disana ia membuka
benda itu, berisikan makanan yang nikmat. Satu buah dada ayam bakar dengan
beberapa bumbu yang tampak lezat. Serta sayur-mayur di rantang ke dua. Lunar
menyantapnya dengan sangat lahap. Satu hal yang membuatnya senang, makanan ini
sangat enak! Bagaimana Vanny bisa membuatkannya untukku? Melihat dari
ekonominya yang tidak begitu memungkinkan untuk membeli ayam yang memiliki
harga cukup mahal. Pastinya ini adalah jamuan istimewa untukku. Dan setelah itu
Lunar terbaring di kasur empuknya dan mulai terlelap, semakin pulas dan tertidur.
V
Perasaan Ini
Tak Sanggup Untuk Diucapkan
Lunar sangat berterima kasih pada
Vanny karena telah membuatkan makanan yang nikmat untuknya. Dan hari ini
waktunya bagi ia berkunjung kerumah temannya untuk yang kedua kalinya. Dengan
rantang yang di jinjing nya di tangan kanan. Lunar memasuki gang-gang sempit
untuk menuju kediaman Vanny dan Evan. Dia mengetuk pintu tiga kali dan langsung
mendapatkan jawaban dari dalam.
“Oh Lunar? Ada yang bisa kubantu
untukmu?” tanya Vanny dari dalam rumah.
Vanny membukakkan pintu rumahnya,
kedatangan pria ini begitu tiba-tiba. Sehingga wajah wanita ini terlihat sangat
biasa saja ketika tanpa di baluri oleh make up.
“Mengapa kau datang tiba-tiba
seperti ini? Maafkan aku, aku belum sempat menata rias wajahku karena kedatanganmu
yang tiba-tiba.”
“Kau tetap terlihat cantik meski
tanpa menggunakan alat penata rias, Vanny.” puji Lunar padanya.
Mendapati pujian itu, wajah Vanny
memerah. Ia mulai malu-malu karena ucapannya tadi. Apa yang tadi dia katakan?
Cantik? Ah, itu adalah kata-kata menyenangkan yang kini ia dengar.
“Sebelumnya aku berterima kasih
padamu, karena telah membuatkanku makanan yang sangat lezat. Jujur aku sangat
menyukainya! Bagaimana kau bisa membuat makanan se enak ini?” tanya Lunar
“Terima kasih kembali. Ibuku dulu
pernah mengajariku memasak. Aku di ajarkan berbagai masakan-masakan lezat yang
hingga kini masih membekas ilmunya padaku. Maka dari itu, khusus untuk orang
special sepertimu, aku membuatkan salah satu resep warisan dari ibu untukmu.”
“Benarkah? Ibumu pasti seorang koki
yang handal, bukan?”
“Dia bukan seorang koki. Hanya ibu
rumah tangga biasa. Tapi kemampuannya dalam memasak makanan sangat
mengesankan.”
“Beruntungnya kau memiliki ibu yang
seperti itu. Oh iya, aku juga ingin mengembalikkan rantang makanan milikmu.”
Lunar menyodorkan rantang milik Vanny padanya.
“Maukah kah memakannya jika aku
memasakkan lagi untukmu?” wajah wanita ini menunduk, tersipu malu mengatakan
ini.
“Tentu saja! Aku akan sangat senang
jika kau bisa membuatkan masakan enak itu padaku lagi. Aku menunggunya, Vanny!”
“Kau begitu bersemangat sekali.
Masuklah, kita bicara di dalam.”
Mereka berjalan memasuki rumah,
melihat keseluruh bagian isi rumah. Dan kemudian duduk di sofa empuk yang
berada di ruang tamu. Tempat ini tidak ada yang berbeda dari sebelum ia pergi
kesini. Tapi ada satu hal yang kurang. Seorang anak kecil yang ceria.
“Vanny, dimana Evan? Dari semenjak
memasuki rumahmu aku tidak melihat batang hidungnya sedikitpun.” tanya Lunar
“Evan sedang bersekolah. Pukul 11
siang dia baru akan pulang.”
“Pantas saja, anak itu pasti menjadi
siswa yang cerdas di sekolah.”
Vanny duduk berhadapan dengan pria
yang ia sukai kini, menatapnya dengan pandangan malu-malu. Sesekali ia harus
memalingkan pandangannya ketika sosok Lunar, menatap Vanny yang terlihat
kebingungan. Ia sebenarnya ingin bertanya, tentang hubungannya dengan wanita
yang ia temui kemarin. Dia tahu rasanya tak pantas untuk ikut campur urusan
orang lain, tapi Vanny terlanjur suka dengan pria ini. Dan ia pun menghiraukan
pemikiran buruknya, mencoba untuk bertanya tentang apa yang membuatnya
penasaran.
“Lunar, jika aku boleh tahu. Siapa
gadis yang kau temui kemarin?”
“Gadis yang kemarin? Oh, wanita itu
bernama Yasmine. Ia tinggal di bibir pantai dekat kota ini.”
“Seorang gadis yang tinggal di bibir
pantai? Ia seorang nelayan?”
“Kurasa bukan, dia seorang-“
Seketika ucapannya terputus, karena
Lunar takut membongkar rahasia wanita itu. Ia sudah berjanji untuk tidak
menceritakan kepada siapapun tentang Yasmine. Tapi Vanny, kembali menanyakan
tentang gadis itu. Yang membuat Lunar tidak bisa mengelak untuk menjawab. Ia
rasa Vanny orang yang bisa menjaga rahasia dengan baik. Dan tidak masalah untuk
menceritakan itu padanya.
“Seorang apa? Lunar?”
“Maukah kau menyimpan rahasia ini?
Aku tidak mau jika rahasia tentangnya tersebar.”
“Pasti wanita itu sangat misterius,
sehingga harus di rahasiakan seperti ini. Benar bukan?”
“Benar sekali. Kau ingat tentang
wanita yang berada di pantai pada saat malam hari? Yang dimana ketika di
hampiri justru ia melarikan diri?”
“Tentu saja aku ingat, aku yang
mengalaminya sendiri.”
“Akupun demikian. Kau tahu, dia itu
seorang, Mermaid!”
“Mermaid!?” Vanny terkagetkan dengan
apa yang di ucapkannya. Membuatnya sedikit tidak percaya.
“Kau bercanda bukan? Mana mungkin
ada yang seperti itu. Mermaid hanyalah sebuah dongeng belaka!”
“Sepertinya kau harus menarik
kembali perkataanmu. Dan Yasmine adalah wanita yang kita temui di malam hari.
Dia seorang, Mermaid! Itulah mengapa ia melarikan diri saat kita hampiri,
karena ia takut jika harus di sakiti oleh manusia yang jahat. Lagipula para
kaum Mermaid sangat membenci manusia. Mereka telah membuat banyak kerusakan
untuk ekosistem laut. Akan tetapi berbeda dengan Yasmine. Ia justru bisa
menerimaku dengan baik, dan menjadi temannya.”
Vanny meminum segelas air putih yang
di tuangkan ke wadahnya. Meminumnya hingga habis. Rasanya ia seperti mendengar
sebuah dongeng, hanya saja di sampaikan oleh orang yang ia sukai.
“Aku juga sempat melihat ia memasuki
laut, kemudian menampakkan sedikit ekor ikannya. Sepasang kaki itu mengeluarkan
cahaya dan berubah menjadi ekor ikan!”
“Syukurlah karena kau tidak
mengaggapku gila. Dan ternyata keberadaan Mermaid benar adanya. Kau tahu,
Yasmine wanita yang sangat cantik, matanya begitu biru bak lautan, rambutnya
yang pirang, dan hidungnya yang mancung membuat setiap pria yang menatapnya
jatuh cinta pada pandangan pertama.”
“Kau menyukainya?” tanya Vanny
dengan nada sinis.
“Kurasa demikian. Ia bisa membuatku
nyaman, begitu senangnya aku bisa bertemu dengannya.”
Lunar begitu bahagia bertemu dengan
Yasmine, Namun Vanny justru harus menderita sakit hati mendalam. Rasa sakit ini
sulit untuk hilang, ternyata firasatnya selama ini benar. Ternyata Lunar
menaruh hati pada wanita itu, membuat Vanny ingin menangis namun tak bisa. Ia
harus menahannya setidaknya sampai Lunar pergi dari rumahnya. Ia begitu sedih
dengan cintanya yang tak terbalaskan. Dan Vanny hanya bisa tersenyum di balik sebuah
rasa sakit hati yang ia rasa kini.
“Kau tau Vanny, kau adalah temanku
yang terbaik. Aku menceritakan berbagai hal padamu, mulai dari hal pribadi
hingga yang umum. Aku senang bisa berteman denganmu, karena kamu satu-satunya
tempat curhat untukku.”
“Ak… Aku juga senang bisa menjadi
tempat curahan hatimu. Hanya saja, orang yang kau ajak bicara kali ini telah
memiliki sebuah perasaan-“
Pembicaraannya terhenti, Vanny
menimbang-nimbang jika ia mengungkapkan seluruh isi hatinya. Apakah Lunar akan
tetap bersamanya? Atau justru pergi meninggalkan ia, lalu hidup bahagia bersama
Yasmine. Ia tidak mau jika menjadi penghalang mereka berdua. Baginya, bisa
melihat Lunar tersenyum bahagia, itupun sudah membuatnya bahagia pula. Ia tak
perduli apakah bisa memilikinya atau tidak, yang terpenting selama ia bisa
bersamanya. Hatinya sudah sangat damai, dan senang.
“Perasaan apa maksudmu?” Lunar mulai
bingung dengan pertanyaan gadis itu yang sepotong-potong.
“Tidak ada Lunar, tak apa. Lain
kali, kau ingin aku masakkan apa?”
“Hmm mungkin makanan kesukaanku. Aku
sangat menyukai perkedel daging.”
“Haha! Itu sangat mudah sekali! Aku
akan membuatkan yang paling enak untukmu.”
“Benarkah!? Aku sangat senang jika
bisa menyantapnya Vanny. Hahaha.”
“Tentu saja, aku akan buatkan yang
spesial untukmu.”
“Terima kasih banyak karena telah
bersusah payah seperti ini untukku.”
“Tak perlu sungkan, aku juga sangat
senang jika kamu mau memakan masakan buatanku.”
Dan suasana haru yang menyelimuti
Vanny sebelumnya berubah menjadi canda dan tawa. Ia semakin lupa tentang rasa
sakit hati yang di milikinya. Tak perduli apakah ia bisa memilikinya atau
tidak, bisa bersamanya adalah salah satu hal yang sudah cukup baginya. Karena
sebuah ketulusan cinta, tak selamanya harus memiliki. Terkadang ia sudah sangat
senang jika melihat orang yang di cintainya tersenyum bahagia. Cinta itu buta,
tak perduli seperti apa fisiknya, tak perduli berapa banyak ia disakiti, yang
bisa ia lakukan hanyalah mencintai. Hingga sang pria telah sadar, bahwa ia
telah di cintai oleh wanita yang memiliki perasaan yang tak terbalaskan.
VI
Eksekusi
Tak ada yang bisa membuatnya resah
selain wanita yang ia sukai, Yasmine. Setiap hari Lunar selalu memikirkan
tentang gadis itu. Apa yang sedang ia lakukan? Apa yang terjadi dengannya?
Itulah yang selalu terngiang-ngiang di pikirannya. Dan pria ini, mengikuti rasa
penasarannya untuk kembali menuju tempat kediaman Yasmine yang kecil, yang
berada di bibir pantai. Setibanya ia disana, Lunar tak melihat siapapun.
Rumahnya pun kosong tidak berpenghuni. Mungkinkah Yasmine telah pergi untuk
selamanya? Meninggalkan ia tanpa sepatah katapun. Ia menatap lautan lepas,
mencoba berteriak sekeras mungkin untuk melepaskan apa yang ia tahan selama
ini.
“YASSMINE!! DIMANAKAH KAU!?”
“KAU TAHU? AKU SANGAT MENCINTAIMU,
MENGAPA KAU PERGI BEGITU CEPAT!?” teriak Lunar dengan sangat keras kearah laut.
Seketika di teriakan berikutnya, ada
seseorang yang tiba-tiba menarik tangan Lunar dan membawanya menuju
semak-semak. Mereka berdua bersembunyi disana, seperti tidak ingin terlihat
siapapun.
“Bodoh! Mengapa kau berteriak
seperti itu? Nanti para penjaga kerajaan bisa mendengar dimana aku berada!”
kata Yasmine dengan wajah jengkel
“Yasmine!!? Kau masih disini!? Oh
syukurlah.”
“Tentu saja! Memangnya aku akan
kemana? Tapi tunggu sebentar, apa yang kamu ucapkan barusan?”
“Yang aku ucapkan? Yasmine,
dimanakah kau? Aku berkata seperti itu.”
“Tidak, tidak! Yang setelah itu.”
Kini suasana menjadi sunyi, mereka
saling bertapapan di dalam semak-semak yang sangat tertutup. Wajah mereka
bertapapan, sangat dekat. Sehingga hanya berjarak sekian senti dari posisi
wajah.
“Aku sangat mencintaimu, Yasmine.”
Setidaknya itu lah yang diucapkan
pria ini. Dan Yasmine, terdiam tanpa kata mendengar itu. Bahkan ia sendiri
tidak tahu, apakah harus bahagia atau tidak mendengar pengakuannya. Karena
Lunarpun pasti sudah memahami, bahwa mereka itu dari dunia yang berbeda. Tak
mungkin bisa bersama!
“Kau tidak bercanda bukan?”
“Untuk apa aku bercanda, untuk
wanita secantik dirimu? Semua yang aku ucapkan tulus apa adanya.”
“Kau tahu Lunar, aku sangat menunggu
saat ini telah tiba. Aku juga mencintaimu. Hanya saja, sepertinya kita tidak
bisa bersama.”
“Memangnya mengapa?” ucap Lunar
dengan penuh kecewa.
“Kita berasal dari dunia yang
berbeda. Kau dari kaum Manusia, sedangkan aku seorang Mermaid.”
Seketika Lunar menggenggam erat
tangan Yasmine, ia ingin Yasmine tahu, bahwa cinta itu tak harus memiliki
kesamaan. Sebuah arti cinta itu dimana mereka dapat menerima apa yang menjadi
perbedaan pasangannya. Selama ia bisa selalu bersama, jalankan seperti apa yang
sudah seharusnya.
“Kau lihat ini, aku bisa memegang
tanganmu, aku bisa membelai halus rambutmu, dan wajahmu. Meskipun kita berasal
dari kaum yang berbeda, kita tetap bisa bersama. Aku percaya tuhan akan
mengizinkan kita untuk bersatu. Selama kau yakin bahwa kita bisa.”
“Kau percaya tentang kemurnian
cinta, Yasmine?”
“Tentu saja aku percaya, memangnya
kenapa?”
“Sebuah cinta yang murni dapat
menyatukan apa yang berbeda. Seperti kopi dan susu, meskipun bebeda tapi mereka
dapat menjadi satu. Sehingga membentuk warna dan rasa baru yang lebih nikmat.
Itulah mengapa aku mencintaimu, Yasmine. Karena aku ingin menjadi pelengkap
hidupmu. Tak perduli seperti apa kau, aku tak memikirkan dari mana kamu
berasal. Aku hanya bisa cinta, sebuah rasa yang kini kumiliki. Dan cinta itu
hanya untukmu seorang.”
Seperti biasanya, Yasmine tidak bisa
berkata apapun setelah itu. Ia hanya bisa terdiam dalam kebahagiaan. Gadis ini
sangat tidak menyangka bahwa Lunar akan mengungkapkan isi hatinya, dan setelah
ia tahu ternyata hati itu adalah haknya. Tak salah jika selama ini Yasmine
mencintai pria yang baik seperti Lunar. Pria yang gagah nan tampan, hanya saja
sedikit penakut dengan air laut. Kurasa phobia itu bisa di hilangkan seiring
berjalannya waktu. Dan apa yang terjadi selanjutnya adalah sebuah momen penting
bagi mereka berdua, yang akan selalu teringat ketika mereka berada di pantai,
didalam semak-semak. Lunar memajukan wajahnya secara perlahan, sehingga Yasmine
dapat merasakan nafas yang menggebu dari pria itu. Mereka berada dalam situasi
yang membingungkan, namun saling terbawa hasrat untuk melakukannya. Dengan
seketika, kedua mata mereka terpejam, dan bibir Lunar mulai menyentuh bibir
Yasmine. Ia mencoba untuk menikmatinya dengan sebaik mungkin. Apa yang terjadi
disini tidak bisa di jelaskan dengan kata-kata. Mereka hanya terlanjur
menikmati ciuman pertamanya. Sebuah ciuman yang datang sangat spesial dari
orang yang ia cintai. Lunar terlihat sangat pandai memainkan bibirnya, sehingga
sesekali menggigit lembut bagian bawah bibir Yasmine. Mereka telah terbawa oleh
suasana. Sangat romantic! Wanita ini hanya bisa pasrah, dan menikmati apa yang
ia rasakan kini. Ia tak menyangka bahwa ciuman pertamanya terjadi secepat ini.
Padahal dia menduga akan di alami setelah pernikahannya berlangsung. Tapi
takdir berkata lain, dan Lunar lah sosok pria yang menjadi orang pertama yang
telah menyentuh bibir nya yang lembut.
Kini mereka telah terikat oleh
cinta, saling menjaga hati dan melindungi orang yang di cintainya. Mereka telah
bersatu, seperti sebuah kopi dan susu. Kisah cintanya pun baru saja di mulai,
membuka lembaran baru untuk seorang Yasmine. Yang kini menjadi pujaan hatinya.
“Jangan pernah meninggalkan aku,
Lunar. Aku tak mau jauh darimu.” pinta Yasmine yang menatapnya.
“Pasti kekasihku, aku akan selalu
berada disisimu, dan melindungimu dengan sepenuh kemampuanku.”
“Aku percaya pada cinta kita, kita
akan saling menjaga satu sama lain dan membangun sebuah ruang cinta kita
berdua.”
Ini lah kisah cinta mereka yang
baru, meski berbeda ras, mereka mencoba untuk saling menerima satu sama lain
tanpa memikirkan apa yang menjadi pembeda di antara mereka berdua.
Lalu setelahnya, telinga Yasmine
mulai terlihat tak nyaman. Ia merasa seperti gelisah, mungkinkah terjadi
sesuatu dengannya? Lunar yang menatapnya tak tega bersikeras untuk membantu,
dan bertanya apa yang terjadi dengannya.
“Ada apa denganmu? Apa yang terjadi
dengan telingamu itu?”
“Ah, sakit! Aku mendengar suara ibu
yang sangat ketakutan, ia seperti akan mengalami masa yang sangat mengerikan
dalam hidupnya. Aku merasakan siasat yang buruk, Lunar. Ayo kita pergi
menyusulnya!”
“Baiklah, aku harap tidak terjadi
apa-apa dengan ibumu.”
Mereka berjabatan tangan, dan
langsung berlari menuju lautan untuk menyelam ke dalamnya. Seperti biasanya,
Lunar memakan sebuah permen yang dapat membuat ia bernafas dan berenang seperti
ikan. Lalu mulai berenang menuju kerajaan Neptune. Kali ini mereka tidak lagi
melewati ruang rahasia menuju penjara bawah tanah. Melainkan menyelinap melalui
dinding-dinding kerajaan, mencoba untuk tidak terlihat oleh para penjaga yang
berpatroli. Di dalam, mereka melihat sekumpulan orang yang ramai berkumpul di
alun-alun kota. Semua sedang menyaksikan salah satu hukuman yang sangat mengerikan.
Yasmine terbelialak kaget melihat sosok ibunya yang di ikat di tengah-tengah
alun kota untuk siap di eksekusi mati. Ia menatap kengerian itu dengan penuh
rasa kebencian! Lidya keparat! Aku pasti bisa menghancurkannya dari muka bumi
ini. Setidaknya itulah yang tersirat di benak wanita cantik ini.
“Tidak Yasmine! Jangan gegabah. Kita
lihat dahulu apa yang akan terjadi selanjutnya.”
“Tapi disana ada ibuku! Dia diikat!
Disampingnya ada algojo yang memegang kapak yang sangat besar! Apa lagi yang
akan ia lakukan selain menghukum mati ibuku?!”
“Aku tahu dengan kondisi ini, kita
hanya perlu menunggu waktu yang tepat untuk bertindak. Jika kita salah langkah,
bisa saja nyawa ibumu terancam.”
Hingga akhirnya Yasmine menuruti
perintah kekasihnya. Mereka menatap dari kejauhan, bersembunyi di antara
rumah-rumah penduduk. Ini adalah eksekusi untuk ibunya. Karena dirasa Lidya
ingin melenyapkan seluruh keluarga kerajaan Neptune. Sehingga ia dapat dengan
lebih leluasa memimpin di negeri ini.
“Dengarkan semua! Bagi siapapun yang
mencoba untuk membantah, ia akan menerima akibatnya. Bagi siapapun yang tidak
tunduk padaku, kalian akan menjadi seperti orang ini! Hidupnya tak ada artinya
lagi. Kalian pantas untuk di hukum. Dan hukuman yang paling layak adalah
hukuman mati!” kata Ratu Lidya dalam pidatonya.
Semua warga hanya bisa terdiam bisu
dan mendengarkan. Tidak ada dari mereka yang membantah, karena mereka sendiri
pun takut untuk melakukannya. Mereka hanya bisa menyaksikan, ratu nya kini yang
berada di ujung maut. Ratu Ariel Aqua hanya bisa menangis dan menatap Lidya
dengan penuh kebencian. Ia tak menyangka bahwa nasibnya akan menjadi seperti
ini. Sebuah hukuman pancung, untuk orang yang tidak bersalah. Algojo itu mulai
menutup kepala Ariel Aqua dengan kain berwarna hitam. Ia tak mau jika Ariel
harus melihat kepalanya yang akan di pancung. Kain itu di ikatkan erat di
lehernya dengan tali. Sedikit membuatnya sesak, karena algojo kasar ini
mengikatkan dengan cukup erat. Lalu disaat algojo berbadan kekar itu mengangkat
kapaknya yang sangat besar, ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk mengangkat
kapak besar itu. Disaat nyawa Ratu Ariel berada di ujung tanduk, ketika algojo
siap untuk menebas leher Ariel hingga putus. Muncullah sosok wanita yang
menghentikan langkah ekseskusi itu.
“TIDAK! JANGAN LAKUKAN ITU!!” teriak
Yasmine yang menghambat eksekusi.
“Lightning
Bolt!”
Yasmine mengeluarkan salah satu
mantra sihirnya ke algojo itu sehingga menghempas kapak besarnya dan membuatnya
terjatuh ke tanah. Petir itu juga menghantam tubuh algojo yang kekar itu hingga
membuatnya ambruk begitu kesakitan tersengat listrik bertegangan tinggi.
Suasana yang awalnya tenang menjadi riuh. Semua warga berlarian untuk
menyelamatkan diri. Dan Lidya yang melihat itu sangat dibuat kesal oleh
kedatangan anak keparat yang seharusnya ia bunuh sejak awal.
“Dasar pengganggu! Penjaga, habisi anak itu!” perintah Lidya pada pasukannya.
“Dasar pengganggu! Penjaga, habisi anak itu!” perintah Lidya pada pasukannya.
Yasmine melarikan diri dan menyusun
strategi untuk mengalahkan mereka semua. Ia mengeluarkan berbagai mantra sihir
yang di pusatkan kepada pasukan yang menyerangnya kini. Tapi upaya mereka tak
berhasil, Yasmine telah membuat gosong tubuh para pasukan yang menyerangnya
satu persatu. Dengan mantra sihir petir yang sangat berbahaya. Lunar mengambil
sebilah pedang dari salah satu rumah warga, dan menggunakannya untuk melawan
pasukan yang menghadang. Pria ini menebaskan pedangnya ke musuh dengan sangat
lihai, entah dari mana kemampuannya itu berasal. Secara tiba-tiba ia telah
menjadi sosok ksatria yang tangguh. Setiap serangan musuh dapat ia tepis dengan
sangat sempurna. Hanya dalam waktu singkat semua musuh yang ada di hadapannya
ambruk. Ia bergegas mencari dimana Yasmine berada. Lunar harap ia tidak terluka
saat ini.
Dan wanita itu mencoba untuk
menyelamatkan ibunya yang terikat di tengah alun kota. Ketika ia mendekatinya,
terdapat serangan bola api yang melesat di hadapannya. Untungnya Yasmine
langsung dapat menghindar. Telat satu langkah saja, tubuhnya bisa hangus
terbakar!
“Apa yang bisa di lakukan bocah
sepertimu disini? Hah? Kau tidak lain hanyalah seekor nyamuk. Sangat mudah
untuk di taklukan!” ejek Lidya dari kejauhan.
“Jika kau bisa mematikan nyamuk
dengan mudah, buktikanlah! Aku yakin kau tidak akan bisa menyentuhnya
sedikitpun.”
“Cukup menarik, mari kita buktikan.”
Mereka kini telah berduel dengan
serangan-serangan sihir yang terlontar di antara mereka berdua. Mengeluarkan
berbagai matra sihir paling berbahaya untuk merobohkan lawannya. Tapi berbagai
serangan Lidya tidak ada satupun yang berhasil mengenainya, dan ketika Lidya
lengah, waktunya untuk Yasmine mengambil kesempatan emas itu.
“Firebolt!”
Yasmine mengeluarkan salah satu mantra sihirnya yang cukup kuat.
Tangannya yang halus kini telah
mengeluakan api yang menyembur dengan sangat panas! Semakin lama semakin membesar
dan mulai membakar tubuh Lidya! Melahapnya bulat-bulat seperti santapan yang
sangat lezat. Apa yang di perkirakan Yasmine tidaklah benar, Lidya bukanlah
penyihir yang lemah. Ia sangat kuat! Serangan Firebolt nya tadi dapat di tahan dengan matra perisai miliknya.
Meskipun pada akhirnya ia tak sanggup menahannya dan terkena serangan api itu.
Membuat tubuh Lidya terpental beberapa meter dari posisi awalnya. Melihat
kesempatan ini, Yasmine langsung bergegas untuk menyelamatkan ibunya, memotong
setiap tali yang mengikat di tubuhnya. Tapi tak semudah yang ia kira, ia tak
memegang benda tajam. Ia hanya mengigiti tali itu satu persatu hingga putus. Tak
sampai disitu, Lidya kembali bangkit dan datang menuju Yasmine dengan sangat
cepat! Dengan sebilah pedang yang berada di tangan kanannya. Yasmine berada di
posisi antara hidup dan mati. Apa yang harus ia pilih, menyelamatkan ibunya
atau justru melarikan diri? Jika ia melarikan diri, maka ibunya akan mati.
Namun jika ia melawannya, ia akan mati. Karena Yasmine tidak memegang senjata
apapun untuk menahan tusukan pedang tajam itu. Ketika Lidya sudah hampir
mencapai Yasmine, dan hanya berjarak beberapa senti dari tubuhnya. Datanglah
Lunar dengan sangat Sigap untuk menyelamatkan Yasmine. Ia langsung menancapkan
pedang tajamnya itu tepat di jantung Lidya! Tubuhnya mulai terdiam tak berdaya,
ia hanya bisa merasa kesakitan yang mendalam. Meskipun Yasmine dan ibunya
selamat, tapi Lunar justru harus mengalami kesakitan serupa. Pinggangnya
tertusuk sebilah pedang tajam yang di tancapkan oleh Lidya. Yang pada awalnya
bertujuan untuk membunuh Yasmine. Ia telah membuktikan cinta dan perkataannya.
Lunar akan melindugi orang yang ia cinta, meskipun itu harus mengorbankan
nyawanya sendiri.
“TIDAAK! LUNAAARR!” Yasmine begitu
histeris melihat pedang yang tertancap di pinggangnya.
Tubuh Lidya kini telah tumbang,
penyihir jahat yang membuat kekacauan pada kerajaan Neptune kini telah sirna.
Tewas di tangan seorang manusia, Lunar. Yasmine menatap Lunar dengan penuh
kengerian. Mencoba untuk mencabut pedang itu dengan sangat perlahan. Ia tak mau
jika sampai melukai kekasihnya. Oh tuhan, janganlah kau ambil nyawanya. Aku
tidak ingin dia mati, ia rela melakukan ini demi aku. Tolonglah, selamatkanlah
nyawanya. Yasmine membuka baju Lunar untuk melihat langsung luka kekasihnya
yang cukup parah. Ia menggunakan mantra penyembuhan untuk bisa mengobati pria
itu. Yasmine terus berusaha sekeras mungkin, ia tak mau jika orang yang ia
cintai mati.
“Nuburibu
na majisto healing!”
“AYOLAH LUNAR! JANGAN MATI, KUMOHON
PADAMU!”
Kondisi tubuh itu semakin melemah,
ia mulai tidak sanggup untuk berbicara banyak. Ia hanya bisa mengucapkan
beberapa patah kata untu kekasihnya. Ia tahu, mungkin ini akan menjadi momen
terakhir kalinya ia melihat Yasmine. Sehingga Lunar menyentuh wajah kekasihnya
dengan penuh kasih sayang. Dan Lunar meminta satu permintaan terakhir kalinya.
“Ak…Aku… Sangat mencintaimu,
Yasmine. Aku senang bisa melakukan ini, yang terpenting kamu bisa selamat. Jika
suatu saat aku masih di beri kesempatan untuk hidup. Maukah kau menikah
denganku?”
Tangisan wanita ini mulai terdengar
keras. Air matanya bercucuran membasahi tubuh Lunar yang penuh Luka. Ia sangat
kecewa jika kekasihnya harus pergi
meninggalkannya. Rasanya tak ada artinya hidup, jika tanpa orang yang di
cintai.
“Aku mau, Lunar. Aku menerima
tawaran untuk menikah denganmu. Maka dari itu, berusahalah untuk tetap hidup!
Kumohon padamu!” pinta Yasmine
“Aku berjanji. Uhuk. Uhuk. Aku akan
berusaha sekeras mungkin untuk tetap hidup. Agar aku bisa menjadi mempelaimu,
menuju pernikahan kita.”
Yasmine tau ini rasanya tak mungkin
untuk Lunar hidup dengan keadaannya yang sangat buruk seperti inina. Dengan
luka yang terbuka lebar di pinggangnya. Berkat sihir penyembuhnya, setidaknya
pendarahan itu telah berhenti. Yasmine menangis mengeluarkan air mata, lalu
mencium kekasihnya yang ia rasa untuk yang terakhir kalinya. Ciumannya kali ini
berbeda dengan yang pertama. Pada kesempatan ini telah di penuhi rasa takut,
takut akan kehilangan kekasihnya. Apa yang harus ia perbuat sekarang? Ia
sendiri bingung. Yasmine sangat ingin menyelamatkan nyawa kekasihnya. Selepas
ciuman itu di lepaskan, mata Lunar telah tertutup. Dan tidak mengucapkan satu
patah katapun lagi.
“TIDAAAK LUNAAAR!!!” tangis Yasmine
semakin membesar dan tak terbendungkan. Ratu Ariel yang telah terbebas dari
ikatannya hanya bisa terdiam melihat kondisi anaknya yang ia lihat kini. Sangat
bersedih, dan merasa kehilangan. Sang ibu datang menghampiri dan mencoba untuk
menenangkan hati anaknya.
“Tenanglah nak, ibu tau apa yang
kamu rasakan. Tapi kamu harus percaya bahwa Lunar tidak akan pergi. Dia pasti
akan kembali, percayalah itu.”
“Aku tahu bu, tapi aku tidak sanggup
melihat Lunar seperti ini setelah ia menyelamatkanku.”
Ratu Ariel merangkul anaknya, dan
inilah momen yang ia tunggu sejak lama, dimana ia dapat kembali bersama anaknya
tercinta. Meskipun dalam keadaan yang tak bahagia. Ratu Ariel melihat dengan
seksama kebagian paru-paru Lunar, masih bergerak, ia menyentuh lubang hidungnya
pun, masih bernafas! Hei, detak jantungnya masih terasa. Hanya saja begitu
lemah.
“Yasmine! Lunar masih hidup! Cobalah
kau pegang jantungnya.”
Dan Yasmine memegang jantung
kekasihnya itu dengan perlahan. Benar, jika orang itu telah meninggal
seharusnya jantungnya tidak terdetak lagi dan berhenti. Tapi tidak dengan ini.
“Benar ibu! Apa yang harus
kulakukan?”
“Bawalah ia ke tabib kerajaan.
Biarkan ia mengobati anak ini. Cepatlah!”
“Baiklah aku akan segera berangkat!”
Meskipun terbilang berat, Yasmine
tetap berusaha untuk mengangkat kekasihnya yang memiliki tubuh seberat enam
puluh kilogram itu menuju tabib kerajaan. Menggendongnya dengan nafas
megap-megap. Setibanya ia di tabib kerajaan, Yasmine langsung membaringkan
tubuh Lunar diatas kasur, dan tabib langsung mengobati luka pria itu. Yasmine
berdoa sepanjang menunggu, ia berharap semoga Lunar bisa selamat dan kembali
hidup. Untuk menikah dengannya.
Seusai
pengobatan, sang tabib datang menghampiri Yasmine.
“Syukurlah ia masih bisa selamat
tuan putri, hanya saja kondisinya begitu lemah. Ia perlu banyak istirahat untuk
bisa pulih.”
“Benarkah!? Kau tidak bercanda
bukan?” tanya Yasmine dengan begitu bahagia.
“Benar tuan putri. Mungkin sekitar 3
sampai 4 hari kondisi tubuhnya akan pulih kembali.”
“Ya tuhan! Syukurlah, terima kasih
banyak tabib. Kau sangat berjasa sekali.”
“Sudah menjadi kewajibanku tuan
putri.” tabib itu membungkukkan badannya memberi hormat pada Yasmine.
Dan mereka berdua pergi untuk
meninggalkan Lunar beristirahat di dalam kamar barunya. Kini api semangat
bahagia telah berkobar kembali. Rasanya ia telah memiliki sebuah acuan hidup
baru, dan ia memiliki sebuah target baru dalam hidupnya. Ia ingin Lunar bisa
kembali pulih, dan menikah dengannya. Setiap hari Yasmine menjenguk Lunar,
menyuapinya makanan dan memberinya obat. Lunar sangat bahagia ketika Yasmine
selalu berada di sampingnya, bahkan sesekali ia tertidur karena kelelahan
merawatku. Sungguh wanita yang baik hati dan penyayang. Betapa beruntungnya
Lunar dapat memiliki wanita ini. Seorang wanita yang mencintainya dengan tulus,
tak perduli dari mana dia berasal. Ratu Ariel pun yang awalnya sangat terusik
dengan kehadiran Lunar, justru ia sekarang merasa bahagia akan kehadirannya. Ia
tak lagi membenci manusia seperti Lunar. Ia telah sadar, apa yang di katakan
anaknya benar adanya. Tidak semua manusia itu jahat, masih ada dari mereka yang
berperilaku baik. Dan Lunarlah salah satunya.
VII
Pernikahan
Satu minggu setelah kejadian
penusukan itu, kini kondisi Lunar telah pulih. Dan hari ini adalah sebuah hari
yang sangat mewah bagi mereka berdua. Ya, dimana pada hari ini telah di
berlangsungkan pernikahan Lunar dengan Yasmine di kerajaan Neptune. Pernikahan
ini di hadiri pula oleh keluarga Lunar seperti Sam Simon dengan istrinya. Serta
beberapa kerabat-kerabat dekatnya. Awalnya mereka dibuat nyaris tidak percaya
dengan tempat ini, dan siapa Yasmine itu. Namun setelah melihatnya, mereka
harus lebih percaya untuk menerima Yasmine dan keluarganya, menjadi anggota
baru dalam silsilah keluarga mereka. Semua orang datang, terkecuali satu orang.
Sebelum pernikahan berlangsung, Lunar mendapatkan sebuah surat dari seseorang.
Sepertinya ia mengenal pengirimnya. Isi suratnya bertuliskan.
Dari : Vanny Julet Vernanda
Untuk: Lunarian Sven
Aku senang
dengan kabar pernikahanmu, dan akupun bahagia ketika kamu telah menemukan
jodohmu. Meskipun aku disini merasa sakit hati, karena cintaku tak terbalaskan.
Mungkin kau memang bukan untukku, dan akupun demikian. Tapi aku rasa bisa
menjadi sahabatmu. Yang akan menjadi tempat curahan hatimu, mendengar seluruh
cerita darimu.
Sebenarnya
aku tidak sanggup untuk datang kesana, maafkan aku jika tidak datang ke acara
pernikahanmu. Karena aku tak sanggup melihat kau berada di pelaminan, bersama
wanita lain. Aku ucapkan selamat menempuh hidup baru yang bahagia. Aku
mencintaimu, Lunar. Meskipun ini tak pantas. Setidaknya aku lega karena bisa
mengungkapkannya.
Dari aku yang tak bisa memilikimu.
Lunar jadi merasa bersalah, karena
selama ini tidak mengetahui isi hati Vanny. Ia hanya tahu bahwa wanita itu
adalah teman yang sangat baik, dan dialah satu-satunya tempat untuk Lunar
bercerita berbagai hal. Tapi setelah membaca surat ini, ia jadi merasa
bersalah.
“Maafkan aku, Vanny. Tapi inilah
jalan hidupku. Kuharap kau akan menemukan orang yang jauh lebih baik dariku.”
Setelah janji pernikahan di bacakan,
mereka memasangkan cincin di jari mereka secara bergantian. Lalu mencium sang
kekasih dengan sangat bahagia, di hari pernikahannya ini yang di hadiri oleh
dua keluarga yang berbeda ras. Kini mereka telah membuat sebuah kesepakatan,
bahwa Manusia dan Mermaid tidak lagi saling bermusuhan, dan para Manusia akan
berjanji untuk tidak melakukan perbuatan seenaknya kepada laut. Itulah kisah
mereka, dan jalan hidup Lunar dengan Yasmine yang baru. Memulai hidup barunya
menjadi seorang Ratu dan Raja di kerajaan Neptune. Memimpin kerajaannya hingga
menjadi kerajaan yang makmur dan damai tentram.
-
End
0 komentar:
Posting Komentar