Satu
seperempat jiwa di dunia berpendapat bahwa cinta hanyalah omong kosong. Ia
diciptakan hanya bertujuan untuk kesengsaraan. Cinta itu seperti fatamorgana.
Ia terlihat cantik dan menawan saat kita pertama kali melihatnya, akan tetapi
setelah kita berjalan menghampiri, ia justru menghilang dan berubah menjadi
pasir hisap. Bagi jiwa yang terhasut akan tertelan ke dalamnya hingga tak
ditemukan lagi. Merasa merana, putus asa ketika tubuhnya hanya bersisa beberapa
inci dari permukaan.
Dari sana
ia sadar, bahwa segala hal yang berpenampilan menarik tidak selamanya serupa
dengan rupanya. Namun, tahukah bahwa cinta tersebut dapat dikendalikan? Apa
maksudnya?
Ya,
meskipun ia terbilang buas dan menakutkan, perlu kau ketahui, sebuas-buasnya
hewan, masih memiliki hati nurani untuk dijinakkan. Sehingga ketika kau
berhasil mempengaruhinya, kau akan merasakan bahwa cinta dapat membuat
seseorang menjadi sengsara hanyalah omong kosong. Bergantung kepada bagaimana
kita mengendalikan cinta tersebut. Apa menjadi orang dengan ego tinggi, atau
justru menerima segala hal dengan lapang dada demi menemukan hal baru yang akan
melekatkan hubungan kalian lebih erat.
Pada
malam itu, rintik air dari langit tumpah ke permukaan Bumi. Aku tak tahu
mengapa ia muncul, aku yakin ada pihak yang bersedih sehingga langit
melampiaskan kesedihannya melalui air hujan.
Berada
pada kumpulan manusia tanpa status, aku melangkah perlahan, menghindari
berbagai tubrukan massa antara pihak-pihak tak bertanggung jawab yang memiliki
ego tinggi. Aku melihat berbagai manik-manik serta barang-barang unik dijual
dengan harga murah. Awalnya aku tak memiliki tujuan pergi ke tempat itu. Hanya
mengikuti arahan sang pemandu, lalu beranjak dalam kurun waktu satu jam tiga
puluh menit.
Penantian
ini terasa pilu, aku tak tahu siapa yang aku pikirkan. Sedikit acuh, merasa tak
perduli oleh perasaan ini. Namun, detakkan jantung seraya menyampaikan
demokrasi padaku. Aku tahu, pasti ada hal menarik di sini. Mungkinkah aku akan
mendapat diskon saat membeli buah tangan? Atau justru, ada hal lain yang telah
Tuhan rencanakan.
Semua
menjadi misteri, bagaikan dunia tempatku hidup yang menyimpan berjuta-juta hal
tidak logis yang sulit dicerna oleh kata-kata.
“Ah!
Sepertinya aku baru paham mengapa aku berada di sini.”
Aku
melihat sebuah gelang dengan motif batik yang indah. Ia memiliki beragam rupa
dan corak warna, cantiknya.
“Aku
baru ingat, ibuku memesan agar aku membawa sebuah oleh-oleh berupa gelang khas
Yogyakarta.”
Tanpa
menunggu lama, hati ini kian menggebu-gebu karena sempat hilang ingatan sesaat.
Hanya saja, untuk menggapai benda itu, aku harus mengalami sedikit kendala.
Ugh..
“Ma,
maafkan saya. Saya tidak sengaja.” ucap seorang wanita berambut panjang,
kulitnya putih pucat, mengenakan kemeja putih bersama dengan kacamata persegi
berwarna hitam. Ia wanita yang sangat cantik! Entah mengapa diri ini seraya
membeku seketika oleh tatapan mautnya.
Hati
yang awalnya ingin geram, menjadi redup oleh tatapan dingin wanita itu. “Eh,
tak apa. Sepertinya aku yang salah, aku tadi jalan tidak lihat-lihat ke
sekeliling.”
Kini
sang kedua insan saling menatap untuk sejenak, berpikir sebagai pembuka
percakapan. Setidaknya ia tidak mengatakan hal-hal aneh yang akan membuat
suasana menjadi canggung.
“Kau
mau ke mana?” tanya sang gadis.
“Oh,
aku ingin membeli gelang itu.” ucapku sambil menunjuk ke arah wanita penjual
gelang.
Wanita
itu memikirkan sebuah hal tak terduga, “untuk seorang pacar? Seleramu bagus
juga. Ia pasti akan senang jika kau memberinya.”
Apa
maksudnya? Pacar? Sayangnya terkaannya salah besar. Jangankan seorang pacar,
memiliki hubungan khusus oleh wanita saja belum pernah untuk akhir-akhir ini.
“Tidak, ini untuk ibuku. Aku yakin ia sangat menyukainya.”
“Wah,
untuk ibumu ternyata.” angguknya sependapat. “Oh, ya, kamu dari mana?”
“Aku
dari Jakarta, sebenarnya aku berada dalam rombongan sekolah, coba kau lihat ke
arah sekelilingmu. Ada banyak siswa dan siswi yang mengenakan seragam serupa
denganku.”
Ia
melirik ke berbagai arah dengan pandangan polos. Ah, imut sekali wanita ini.
Akankah ini takdir? Mungkinkah firasatku tadi mengatakan bahwa ialah orangnya?
Beberapa
menit kami berbincang-bincang, akhirnya ia memperkenalkan dirinya. Ia wanita
penggemar buku-buku novel dan komik, gemar menyanyi, serta membuat tulisan
sastra pada buku-buku catatannya. Apa ini takdir? Kebiasaannya mirip sekali
denganku. Dulu memang aku sempat menginginkan seorang pasangan sehobi. Tetapi,
mengapa bisa secepat ini ia muncul?
Setiap
malam selalu menyimpan hal menyegarkan bagi tiap insan. Di bawah sang rembulan
tersimpan berbagai kebahagiaan dari berbagai tempat. Mereka terpadu melalui
sayup-sayup angin yang turut menghempaskan tubuhnya. Memberikan kesejukan tiada
tara melalui sela-sela pori-pori. Andai saja ia sesuai dengan yang kuharapkan,
aku pasti bertemu lagi dengannya. Satu jam setengah terasa singkat, padahal aku
ingin berlama-lama di sana. Setidaknya sekarang lebih baik dari sebelumnya, di
mana aku hanya berjalan tanpa arah tujuan seorang diri, sedangkan temanku yang
lain seolah tergila-gila oleh berbagai pernak-pernik murah pada tempat popular
ini.
Semoga
saja Tuhan memang adil, menyatukan keduanya dari hasil sinkronasi panjang.
Sehingga tercapailah hasil maksimal kepada siapa saja hingga gilirannya terpanggil.
#Malioboro, Yogyakarta
0 komentar:
Posting Komentar