Featured Post Via Labels

Instagram Photo Gallery

7 Mar 2017

Rintik Hujan Di Jalan Malioboro Bersamanya

Share & Comment


                Satu seperempat jiwa di dunia berpendapat bahwa cinta hanyalah omong kosong. Ia diciptakan hanya bertujuan untuk kesengsaraan. Cinta itu seperti fatamorgana. Ia terlihat cantik dan menawan saat kita pertama kali melihatnya, akan tetapi setelah kita berjalan menghampiri, ia justru menghilang dan berubah menjadi pasir hisap. Bagi jiwa yang terhasut akan tertelan ke dalamnya hingga tak ditemukan lagi. Merasa merana, putus asa ketika tubuhnya hanya bersisa beberapa inci dari permukaan.

                Dari sana ia sadar, bahwa segala hal yang berpenampilan menarik tidak selamanya serupa dengan rupanya. Namun, tahukah bahwa cinta tersebut dapat dikendalikan? Apa maksudnya?

                Ya, meskipun ia terbilang buas dan menakutkan, perlu kau ketahui, sebuas-buasnya hewan, masih memiliki hati nurani untuk dijinakkan. Sehingga ketika kau berhasil mempengaruhinya, kau akan merasakan bahwa cinta dapat membuat seseorang menjadi sengsara hanyalah omong kosong. Bergantung kepada bagaimana kita mengendalikan cinta tersebut. Apa menjadi orang dengan ego tinggi, atau justru menerima segala hal dengan lapang dada demi menemukan hal baru yang akan melekatkan hubungan kalian lebih erat.

                Pada malam itu, rintik air dari langit tumpah ke permukaan Bumi. Aku tak tahu mengapa ia muncul, aku yakin ada pihak yang bersedih sehingga langit melampiaskan kesedihannya melalui air hujan.

                Berada pada kumpulan manusia tanpa status, aku melangkah perlahan, menghindari berbagai tubrukan massa antara pihak-pihak tak bertanggung jawab yang memiliki ego tinggi. Aku melihat berbagai manik-manik serta barang-barang unik dijual dengan harga murah. Awalnya aku tak memiliki tujuan pergi ke tempat itu. Hanya mengikuti arahan sang pemandu, lalu beranjak dalam kurun waktu satu jam tiga puluh menit.

                Penantian ini terasa pilu, aku tak tahu siapa yang aku pikirkan. Sedikit acuh, merasa tak perduli oleh perasaan ini. Namun, detakkan jantung seraya menyampaikan demokrasi padaku. Aku tahu, pasti ada hal menarik di sini. Mungkinkah aku akan mendapat diskon saat membeli buah tangan? Atau justru, ada hal lain yang telah Tuhan rencanakan.

                Semua menjadi misteri, bagaikan dunia tempatku hidup yang menyimpan berjuta-juta hal tidak logis yang sulit dicerna oleh kata-kata.

                “Ah! Sepertinya aku baru paham mengapa aku berada di sini.”
                Aku melihat sebuah gelang dengan motif batik yang indah. Ia memiliki beragam rupa dan corak warna, cantiknya.

                “Aku baru ingat, ibuku memesan agar aku membawa sebuah oleh-oleh berupa gelang khas Yogyakarta.”
                Tanpa menunggu lama, hati ini kian menggebu-gebu karena sempat hilang ingatan sesaat. Hanya saja, untuk menggapai benda itu, aku harus mengalami sedikit kendala.

                Ugh..
                “Ma, maafkan saya. Saya tidak sengaja.” ucap seorang wanita berambut panjang, kulitnya putih pucat, mengenakan kemeja putih bersama dengan kacamata persegi berwarna hitam. Ia wanita yang sangat cantik! Entah mengapa diri ini seraya membeku seketika oleh tatapan mautnya.
                Hati yang awalnya ingin geram, menjadi redup oleh tatapan dingin wanita itu. “Eh, tak apa. Sepertinya aku yang salah, aku tadi jalan tidak lihat-lihat ke sekeliling.”

                Kini sang kedua insan saling menatap untuk sejenak, berpikir sebagai pembuka percakapan. Setidaknya ia tidak mengatakan hal-hal aneh yang akan membuat suasana menjadi canggung.
                “Kau mau ke mana?” tanya sang gadis.
                “Oh, aku ingin membeli gelang itu.” ucapku sambil menunjuk ke arah wanita penjual gelang.

                Wanita itu memikirkan sebuah hal tak terduga, “untuk seorang pacar? Seleramu bagus juga. Ia pasti akan senang jika kau memberinya.”

                Apa maksudnya? Pacar? Sayangnya terkaannya salah besar. Jangankan seorang pacar, memiliki hubungan khusus oleh wanita saja belum pernah untuk akhir-akhir ini. “Tidak, ini untuk ibuku. Aku yakin ia sangat menyukainya.”

                “Wah, untuk ibumu ternyata.” angguknya sependapat. “Oh, ya, kamu dari mana?”
                “Aku dari Jakarta, sebenarnya aku berada dalam rombongan sekolah, coba kau lihat ke arah sekelilingmu. Ada banyak siswa dan siswi yang mengenakan seragam serupa denganku.”
                Ia melirik ke berbagai arah dengan pandangan polos. Ah, imut sekali wanita ini. Akankah ini takdir? Mungkinkah firasatku tadi mengatakan bahwa ialah orangnya?

                Beberapa menit kami berbincang-bincang, akhirnya ia memperkenalkan dirinya. Ia wanita penggemar buku-buku novel dan komik, gemar menyanyi, serta membuat tulisan sastra pada buku-buku catatannya. Apa ini takdir? Kebiasaannya mirip sekali denganku. Dulu memang aku sempat menginginkan seorang pasangan sehobi. Tetapi, mengapa bisa secepat ini ia muncul?

                Setiap malam selalu menyimpan hal menyegarkan bagi tiap insan. Di bawah sang rembulan tersimpan berbagai kebahagiaan dari berbagai tempat. Mereka terpadu melalui sayup-sayup angin yang turut menghempaskan tubuhnya. Memberikan kesejukan tiada tara melalui sela-sela pori-pori. Andai saja ia sesuai dengan yang kuharapkan, aku pasti bertemu lagi dengannya. Satu jam setengah terasa singkat, padahal aku ingin berlama-lama di sana. Setidaknya sekarang lebih baik dari sebelumnya, di mana aku hanya berjalan tanpa arah tujuan seorang diri, sedangkan temanku yang lain seolah tergila-gila oleh berbagai pernak-pernik murah pada tempat popular ini.

                Semoga saja Tuhan memang adil, menyatukan keduanya dari hasil sinkronasi panjang. Sehingga tercapailah hasil maksimal kepada siapa saja hingga gilirannya terpanggil.

#Malioboro, Yogyakarta
Tags:

Written by

Seorang penulis novel fantasi yang memiliki minat dalam berbagai hal seperti programming dan game making.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fantasy

Fiksi Ilmiah

Wattpad: @yusriltakeuchi

Copyright © Yurani Takeuchi | Thanks to Yusril Takeuchi