Featured Post Via Labels

Instagram Photo Gallery

6 Mei 2015

Takeuchi - Kemunculan Papeto [Episode 3]

Share & Comment
/-----------------------------\
Penulis: Yusril Takeuchi
Episode: 3
\-----------------------------/

Takeuchi – Kemunculan Papeto
Disebuah rumah yang sederhana, hanya memiliki 2 lantai dalam rumahnya. Dilantai 1 terdapat ruang makan, kamar mandi, ruang tamu, serta kamar kedua orang tuaku. Sedangkan dilantai 2 hanyalah berisikan gudang dan kamar pribadiku. Walaupun kamarku tidak terlalu besar, tentu harus tetap bersyukur bisa memiliki kamar sendiri. Diluar sana mungkin ada yang lebih buruk dariku. Harus tinggal dijalanan, tidak memiliki rumah maupun kamar, tidak mempunyai uang untuk makan, serta harus mencari makanan dimana saja agar bisa bertahan hidup. Aku bersyukur bisa dilahirkan dikeluarga sederhana ini, walau sederhana tetapi bahagia. Walau terkadang sifat ibu sedikit membuatku takut. Ketika ibu marah, sama sekali tidak ada yang berani berbicara, bahkan ayah sekalipun, semuanya terdiam bisu karena takut.

Waktu menunjukkan pukul 6 Pagi, sebenarnya ini cukup terlambat, karena biasanya aku bangun pukul 5 Pagi. Karena terlalu asik tidur, diriku sampai lupa untuk sekolah, untung saja ibu membangunkanku.

“Takeuchi! Cepat bangun sekolah, sekarang sudah jam 6, kamu harus cepat agar tidak terlambat.” teriak ibuku yang berada didapur. Teriakan ibu tadi sama sekali tidak membangunkanku, sehingga diriku terus saja terbaring dikasur yang sangat empuk. 5 menit sudah berlalu, tapi aku masih belum bangun juga, tentu hal tersebut membuat ibuku marah dan akhirnya bertindak tegas. Ibu pergi kekamarku dan mendobrak-dobrak pintu

“Yusril Takeuchi! Mau sampai kapan kamu tertidur? Kamu tidak ingat bahwa kamu harus sekolah?” teriak ibuku yang terdengar sangat menakutkan. Teriakan ibu tadi membangunkanku sehingga langsung bergegas pergi mandi. Ketika kubuka pintu kamar, disana terdapat ibu yang sedang marah. Karena aku sangat takut sekali, maka aku meminta maaf. “Mmmaaf ibuuu, aku ketiduran sehingga lupa untuk sekolah, aku harus bergegas pergi mandi dan berangkat sekolah sekarang.” kataku kepada ibu. Untung saja ibu orang yang terbilang cukup baik pula dan pemaaf, maka diapun memaafkanku.
“Yasudah, sekarang kamu cepat mandi dan bergegas sekolah. Dan oh iya, jangan lupa kamu minum susu yang sudah ibu buatkan dimeja makan.” ujar ibu, dan menutup pintu kamar.

Tentu aku bergegas mandi yang bersih, walau terkadang mandiku terbilang cukup lama, tapi pada saat ini hanya mandi sebentar saja. Karena sudah tidak punya banyak waktu lagi, jika telat masuk sekolah aku bisa dihukum. Selesai mandi kuberanjak menuju meja makan untuk meminum susu buatan ibu. Untung saja semalam aku sudah merapihkan buku, sehingga tidak perlu merapihkannya lagi. Susu buatan ibu telah kuhabiskan, kemudian aku memakai semua seragam dan keperluan yang ingin dibawa. Tentunya aku harus salam terlebih dahulu kepada ibuku.
“Ibu aku berangkat sekolah dulu yah” sautku, lalu menghampiri ibu untuk bersaliman tangan dan langsung berangkat menuju sekolah.
Aku sangat menyukai pagi hari, karena bukan hanya udaranya yang sejuk, suasana yang didapatkan selalu saja sebuah ketenangan tersendiri.
Kulintasi sebuah Taman tempat biasa anak-anak bermain. Namun disana kulihat ada seekor anjing yang kakinya terperangkap kayu. Walau aku memiliki fobia terhadap anjing, keadaan seperti itu membuatku tidak tega dengannya. Hingga akhirnya kuselamatkan anjing malang itu. Kayu yang menindih kaki anjing itu cukup berat sehingga membutuhkan tenaga ekstra untuk bisa mengangkatnya.
“Ayooo, sedikit lagi. Aku pasti bisa menyelamatkanmu!” teriakku, berusaha keras mengangkat kayu tersebut.
Tak berlangsung lama akhirnya kayu itu bisa diangkat. Ada hal yang sedikit membuatku bingung, wajah anjing tersebut terlihat senyum padaku. Mungkin karena dia senang kutolong. Kulihat jam tangan, dan sudah hampir pukul 6:30. Tentu aku harus bergegas berlari agar tidak terlambat disekolah. Tak lama, aku tiba disekolah, untung saja aku datang tepat waktu. Yaitu ketika sampai, bel sekolah baru saja berbunyi.

            Kuberanjak memasuki kelas, aku duduk dibangku barisan ke 1. Entah mengapa sejak SD sampai sekarang diriku hanya duduk diantara barisan 1 atau 2.  Aku memiliki sahabat dan kebetulan satu kelas juga denganku. Mereka bernama Steve, Edward, dan Luna. Steve terbilang anak yang cukup kaya, namun dia suka menyombongkan kekayaannya kepada orang lain dan membuat jengkel. Edward anak yang pandai dalam pelajaran Olahraga, tingginya juga hanya berbeda 2 cm lebih pendek dariku, namun terkadang emosinya cukup tinggi. Edward juga terkadang suka tidak mengerjakan PR. Tapi dia memiliki sifat yang baik, yaitu suka menolong orang lain, sifat yang sangat mulia dan patut dicontoh. Sedangkan favoritku adalah Luna, dia wanita yang cantik, baik hati, pintar dalam segala hal pelajaran, dan menjadi penyemangatku. Aku sangat menyukainya sejak lama, namun belum waktunya untuk kuucapkan sejujurnya kepadanya. Luna terbilang cukup buruk dalam bermain biola, tapi entah mengapa ibunya selalu saja menyuruhnya untuk les biola. Tapi, suara dia dalam bernyanyi sangatlah bagus, sehingga membuat setiap orang yang mendengarnya nyaman. Sedangkan aku sendiri terbilang anak yang cukup payah dalam Olahraga, Matematika, dan juga IPA. Namun aku pandai dalam pelajaran TIK. Terkadang ketika pelajaran TIK sedang dimulai, aku dijadikan seperti Google atau Wikipedia. Semua bertanya padaku sehingga membuatku sulit untuk mengerjakan tugasku sendiri.

            Pelajaran pertama dimulai, yaitu pelajaran TIK. Pak Guru Erwin memasuki kelas, serta semua murid merespon untuk memberi salam kepadanya.
“Selamat pagi pak!” teriak semua murid.        
“Selamat pagi juga anak-anak.” jawab Pak Guru. Pak Guru mengingatkan sesuatu bahwa sebenarnya pada hari itu ada PR yang harus dikumpulkan.
“Baik anak-anak apakah PR TIK nya sudah dikerjakan semua?” tanyanya.
“Sudah dikerjakan Pak.” jawab semua murid. Namun hanya Edward saja yang tidak mengerjakan, sehingga membuatnya dihukum lagi oleh Pak Guru.   “Edward, pasti kamu belum mengerjakan PR kan?” tanya Pak Guru kepada Edward. Karena sudah kepepet Edward pun mengakuinya.
“Iya pak, maaf saya belum mengerjakannya, karena saya lupa” ujar Edward, mengelus-elus kepalanya.
Pak Guru cukup kesal dengan kebiasaan Edward yang tidak mengerjakan PR.
“Edward, Edward. Lagi-lagi kamu tidak mengerjakan PR lagi. Sekarang kamu maju kedepan dan push up sebanyak 20 kali!” ucap Pak Guru. Edward menerima hukuman itu dan push up sebanyak 20 kali. Edward pernah menceritakan tentang kemalasannya itu kepadaku, dia sangat sulit menghilangkan kebiasaannya untuk tidak mengerjakan PR. Tapi kurasa jika dia terus berusaha, pasti akan bisa menghilangkannya pula.
Pelajaran berlangsung dengan tenang, tentu seperti biasanya aku dijadikan seperti Wikipedia lagi, semua bertanya kepadaku ketika pelajaran TIK berlangsung.

            Waktu terus berjalan, tak terasa sudah pukul 4 sore. Tentu waktunya bagi kami untuk pulang kerumah. Semua murid memberikan salam kepada Pak Guru.
            “Selamat sore pak, semoga selamat sampai dijalan. Dan sampai ketemu besok.” teriak semua murid.
“Selamat sore juga nak, semoga kalian juga selamat sampai dirumah.” jawab Pak Guru.
Diperjalanan pulang aku tak sengaja melihat seorang pemuda sedang duduk disebuah Taman. Namun kuperhatikan secara terus-menerus dia mulai meninggalkan Taman tersebut. Namun ada yang janggal, dia melupakan ponselnya yang berada dibangku tempat dia duduk. Aku berpikir pasti jika pemuda itu mengetahui ponselnya hilang, dia akan sangat kebingungan. Untung saja orang itu belum jauh, jadi langsung kuambil ponsel tersebut dan kuberikan kepadanya.
Pemuda itu berterima kasih kepadaku, dan memberikan imbalan uang kepadaku
“Terima kasih banyak nak, kamu memang anak yang jujur. Sebagai gantinya ini ada sedikit uang untukmu.” ujarnya. Aku menolong orang dengan ikhlas dan tanpa menerima imbalan, maka dari itu aku menolaknya.
“Sama-sama, tapi maaf jika aku tidak bisa menerima uang ini, karena aku diajarkan oleh orang tuaku untuk tidak meminta imbalan ketika membantu orang lain.” kataku, dan menolak tawaran uang itu. Orang itu berterima kasih untuk yang kedua kalinya padaku serta langsung pergi meninggalkanku.
Hingga akhirnya telah sampai dirumahku istanaku. Walau rumahku sederhana, tapi selalu kuanggap seperti istanaku sendiri. Aku langsung memasuki kamar untuk menaruh semua barang-barangku dan langsung pergi bergegas mandi. Selepas mandi dan memakai pakaian ibu menyuruku untuk makan, kebetulan Ayah juga sudah pulang kerja. Ayah kerja disebuah perusahaan gaming sebagai karyawan disana. Walau gajinya tidak terlalu besar, tapi aku bersyukur masih bisa mendapatkan uang dengan cukup.
Kami menyantap makan sore dengan sangat lahap. Kebetulan saat itu ibu membuatkan makanan favoritku yaitu Ayam Goreng. Sehingga membuatku semakin lahap memakannya.

            Waktu menunjukkan pukul 21:30 dan sudah waktunya untukku tidur. Untung saja aku sudah belajar tadi ketika sehabis makan sore, sehingga bisa tidur lebih awal. Aku tidur dengan nyaman disamping lemari mesin waktu yang kujadikan seperti harta pribadiku yang sangat spesial. Namun suatu ketika kulihat lemari tersebut bergetar dan pintunya terkadang terbuka dan tertutup dengan sendirinya. Suara berisik tersebut membangunkanku, membuatku penasaran ingin memeriksanya.
Namun ketika ingin membuka lemari itu, kulihat terdapat tangan dipintunya. Hal tersebut membuatku kaget dan berteriak dengan pelan.
“Aaaapa itu? Tangan siapakah itu?” ucapku dengan nada yang pelan dan terbata-bata.
Hingga akhirnya keluarlah sesosok robot yang berasal dari masa depan dan bermaksud untuk mencari mesin waktunya yang telah hilang.

“Ssssetaaaan!!” teriakku ketika melihat robot tersebut. Karena kamarku saat itu memang dalam keadaan gelap, maka dari itu kukira dia adalah hantu. Robot tersebut beranjak mencari saklar lampu dan menyalakannya. Lampu-lampu kamarku sudah menyala, dia menghampiriku.
“Barusan gelap sekali, aku bisa memaklumimu jika kamu menganggapku hantu, tapi sebenarnya aku adalah robot.” ujarnya. Ketika kuketahui bahwa dia adalah robot, tentu membuatku semakin kaget. Nampak jelas dimataku terdapat robot yang bentuk dan rupanya mirip sekali dengan manusia, hanya saja dia seorang robot.
“Siapa kamu? Darimana kamu berasal dan apa tujuanmu kekamarku melalui lemari tersebut?” tanyaku. Robot yang dibuat dengan teknologi sangat canggih tersebut mendekati bangku dan mendudukinya            “Perkenalkan, namaku Papeto. Aku adalah robot Teknisi yang berasal dari tahun 2148 dan tujuanku kesini sebenarnya ingin mencari mesin waktuku yang telah lama hilang.” ujar robot Papeto.

            Hal tersebut membuatku semakin penasaran tentang mengapa mesin waktunya bisa hilang dan sampai ke tahun 2015.
“Robot Teknisi? Ah perkenalkan juga namaku Takeuchi. Lalu bagaimana bisa mesin waktumu hilang dan sampai di tahun 2015 ini? Dan bagaimana kamu bisa menemukannya?” tanyaku yang bertubi-tubi kepada Papeto. Dia mengelus-elus rambutnya sendiri serta sambil menampakkan wajah kebingungan.
“Salam kenal. Aku kesini karena sudah dipecat diperusahaan tempatku bekerja. Sebenarnya aku pernah mengalami kecelakaan, kebetulan saat itu aku sedang membuat suatu proyek besar, namun tak sengaja kutumpahkan kopi ke mesin yang sedang dibuat. Alhasil mesin tersebut menjadi rusak dan harus dibuat dari ulang lagi, hal tersebut membuat kepala direktur marah dan memecatku. Sebelumnya aku pernah menciptakan mesin waktuku sendiri, namun ketika dalam uji coba, aku salah menekan tombol dan memasukan waktunya, sehingga terjadi random time dan lemari itupun hilang ke waktu yang tidak kuketahui.” jawab Papeto.
Apa yang dikatakan Papeto sungguh membuatku sedikit iba, padahal hanya karena hal kecil bisa menyebabkannya dipecat.
“Lalu kamu tinggal dimana sekarang?” tanyaku.
Papeto menangis karena pertanyaanku tadi, tapi dia mengatakan hal yang sebenarnya padaku.
“Aku tidak punya rumah lagi. Ditempat kerjaku terdapat asrama untuk para pekerja, semua para Teknisi tinggal disana begitupun aku. Namun karena dipecat, aku tidak punya tempat tinggal lagi.” ujar Papeto, dan menangis tersedu-sedu. Kupikir robot tidak bisa menangis, ternyata bisa juga. Aku semakin kasian dengannya, maka dari itu kuajak saja dia untuk tinggal bersamaku.
“Bagaimana jika kamu tinggal disini bersamaku? Jika kamu mau, besok akan kuperkenalkan kepada orang tuaku dan teman-temanku.” tawarku, untuknya agar tinggal bersamaku.
Papeto memang sudah tidak punya pilihan lain lagi, jika menolaknya maka harus tinggal dijalanan. Maka dari itu dia menerima tawaran tersebut untuk tinggal denganku.
         “Baiklah, aku mau. Tapi dari mana kamu dapatkan mesin waktuku ini?” tanyanya, menunjukkan jarinya ke mesin waktuku.

            Aku teringat kejadian ketika kutemukan dimana lemari itu dan dalam keadaan apa.
“Aku menemukan lemari alias mesin waktu ini secara tidak sengaja. Kebetulan saat disore hari aku sedang dalam perjalanan pulang sekolah, diperjalanan aku mendapatkan nasib buruk dan harus di kejar-kejar anjing sampai ke tempat pembuangan sampah. Namun disana kulihat ada lemari dan kupikir bisa bersembunyi disana. Namun ketika memasuki lemari itu dalam beberapa menit, banyak sekali hal yang aneh selepas keluar dari tempat tersebut.” ujarku, serta sambil merapihkan buku yang terjatuh dilantai.
Papeto tertawa mendengar ceritaku tadi dan menghampiriku
“Lucu sekali sampai dikejar-kejar anjing seperti itu. Jelas saja kamu mengalami hal yang aneh, karena benda itu ialah mesin waktu. Kamu pergi kewaktu kapan saat itu?” tanya Papeto, dengan mata yang menatapku dengan serius. Kuingat-ingat lagi pergi kewaktu kapankah pada saat itu, hingga akhirnya teringat kembali semua ingatannya.
“Ah iya, aku baru ingat. Ketika keluar dari lemari itu, aku terbawa hingga ke tahun 2054. Dan bertemu dengan diriku dimasa depan yang sudah tua, namun menjadi sukses karena perusahaan yang dikelolanya.” ujarku.
Terlepas kukatakan hal tadi, Papeto sibuk mencari tempat untuk dia bisa tidur. Kupikir dia mengabaikan omonganku tadi dan membuat sedikit marah
“Hei! Apa kamu tidak mendengar pembicaraanku tadi? Sebenarnya bagaimana kamu bisa menemukan mesin waktu itu lagi?” tanyaku, dengan wajah yang sedikit garang.

            Papeto menepuk-nepuk bantal untuk memastikan bahwa bantal itu sudah bersih.
“Tentu saja aku mendengarmu. Ceritanya panjang, tapi yang jelas aku mencari koordinat dan waktu dimana mesin waktu tersebut berada. Setelah sekian lama mencari, pencarianku membawakan hasil dan aku bisa menemukan dimana mesin waktu itu berada dan bahkan bisa langsung keluar dari dalam lemari itu.” ujar Papeto. Kuambil kesimpulan, tak kusangka ternyata Papeto robot yang sangat pintar. Papeto datang dengan mengenakan sebuah tas. Karena aku memiliki jiwa penasaran yang tinggi, kutanyakan saja sebenarnya tas apa itu.
“Ah jadi begitu, lalu tas apa yang kamu kenakan itu?” tanyaku, dengan tangan yang menunjukkan ke arah tas Papeto. Dia menekan tombol yang terdapat ditasnya, sehingga mengeluarkan cahaya yang menyilaukan dari dalamnya.
“Ini tas ciptaanku, yang bernama Tas Tanpa Batas. Fungsi tas ini untuk menyimpan semua barang-barang ciptaanku.” jawab Papeto.
Kuhampiri Papeto dan memegang-megang tas miliknya         “Bisakah kucoba mengangkatnya? Kamu masukan semua alat-alat ciptaanmu disana, tentu tas itu sangat berat sekali bukan?” tanyaku padanya.
Papeto memberikan tasnya padaku, dan tak disangka ternyata tidak berat sama sekali. Tasnya amat sangat ringan, hal itu membuatku bingung. Padahal didalamnya ada banyak sekali alat-alat berat, tapi mengapa tasnya ringan sekali seolah-olah kosong tanpa ada isinya.
“Papeto, kamu yakin tas ini banyak terdapat alat-alatmu? Tapi mengapa ringan sekali.” tanyaku, sambil mengayung-ayunkan tas Papeto.

            Perkataanku tadi membuat Papeto sedikit tertawa, mungkin Papeto menganggap aku sangat norak sekali dengan benda seperti itu. Wajar saja, karena ditahun 2015 alat seperti itu belum diciptakan.
“Kamu tidak percaya? Akan kukeluarkan salah satu alat ciptaanku padamu.” ujar Papeto, dan mengeluarkan salah satu alat ciptaannya.
Benda yang dipegang Papeto sama sekali tidak kuketahui, bentuknya seperti sebuah jubah berwarna merah.
“Benda apa itu? Hanya sebuah jubah saja.” tanyaku, dengan nada yang sedikit meremehkan. Papeto memasangkan jubah itu kepundakku, dan menguncinya agar tidak terjatuh.
“Perkenalkanlah, jubah ini bernama Jubah Superman. Alat ini dapat membuatmu terbang dilangit seperti layaknya Superman. Kecepatannya dalam terbang dapat kamu atur melalui pikiran.” ucap Papeto, langsung mengaktifkan tombol power dijubahnya.

            Papeto mengajakku keluar rumah dan memberi instruksi cara menggunakannya.
“Sekarang kamu hentakan kaki ketanah sebanyak 3 kali, maka kamu akan terbang kelangit. Tapi perlu diingat, kamu jangan mengontrol kecepatannya terlalu tinggi. Karena itu berbahaya untukmu.” katanya, mencoba menghindar dari hadapanku.
Kulakukan apa yang dia bilang dengan menghentakan kakiku ketanah sebanyak 3 kali. Alhasil aku terbang kelangit dengan kecepatan yang cukup tinggi. Karena aku masih awam sekali menggunakannya, jadi masih belum bisa mengontrolnya dengan baik.
“Waaaaaaaa, Papeto tolong aku!!” teriakku ketika berada di langit. Papeto menyusulku dengan Jubah Supermannya juga.
“Hei hei, kamu harus tenang menggunakannya. Pikiranmu harus tenang dan jangan panik. Aneh sekali orang ini, anak kecil saja bisa menggunakannya.” ujarnya. Kudengar nasihat darinya, dan tentu membawakan hasil yang baik. Aku dapat menguasai Jubat tersebut sehingga dapat terbang dengan sesuai yang kuinginkan.
“Waah benar sekali, ini akan menjadi mudah jika sudah biasa menggunakannya.” kataku, dengan perasaan yang senang.
Aku sama sekali tidak pernah menggunakan alat seperti itu, sehingga saat itu membuatku sangat bahagia sekali bisa terbang dilangit tanpa menggunakan Pesawat.
Terlepas bersenang-senang dengan Jubah Superman tadi, kami pulang kerumah dan langsung tidur dengan nyenyak. Papeto tidur bersebelahan denganku, karena kebetulan aku memiliki 2 kasur. Sehingga kuberikan salah satu kasurku padanya.

Dipagi hari yang cerah, aku terbangunkan dari tidurku. Tapi Papeto sudah sibuk merapihkan alat-alatnya miliknya yang terlihat berantakan di lantai.
“Hei Papeto, apa yang sedang kamu lakukan dipagi hari ini?” tanyaku.
“Ah Takeuchi, sudah bangun rupanya. Aku sedang merapihkan alat-alatku, semalam ketika melakukan teleportasi menuju mesin waktuku. Terjadi banyak sekali guncangan, sehingga membuat benda-benda yang berada didalam tasku berantakan.” ujarnya.
Kurapihkan kasur tempatku dan Papeto tidur, dan membuka jendela kamar.
            “Sepertinya kamu sedang sibuk sekali, bagaimana jika kita pergi makan kebawah?” ajakku, mengajaknya untuk pergi makan pagi.
Papeto merapihkan semua barangnya, tentu sepertinya dia setuju dengan ajakanku.
            “Baiklah, kebetulan aku juga sedang lapar sekali, apakah kamu mempunyai makanan yang enak?” tanyanya.
Kupikir sepertinya robot hanya memakan oli dan menggunakan batrai. Ketika dia menyetujuinya, aku terpikirkan bahwa aku tidak mempunyai batrai.
            “Oh iya Papeto, apakah kamu memakan batrai atau oli?” tanyaku.
            “Enak saja kamu! Walau memang aku ini seorang robot, tapi aku tidak menyukai itu.” teriak Papeto, dengan nada yang cukup tinggi.
Sepertinya dia marah ketika kutanyakan hal seperti itu. Kami beranjak menuju dapur untuk sarapan pagi. Ibu membuatkan Ayam Goreng makanan favoritku. Tapi, sepertinya ada menu baru yang dimasaknya. Ibu sungguh kaget, karena sebelumnya belum pernah melihat Papeto sama sekali.
            “Takeuchi, siapa dia? Apakah teman barumu?” tanya ibu.
Aku melupakan hal untuk memperkenalkan Papeto pada keluargaku, aku bermaksud untuk memperkenalkannya ketika semua sudah berada di meja. Ayah datang dan menghampiri meja makan. Kami makan dengan sangat lahap.
            “Oh iya bu, ayah, aku ingin memperkenalkan teman baruku. Dia bernama Papeto, dan dia robot yang berasal dari masa depan.” ucapku.
Ibu dan ayah tertawa terbahak-bahak karena ucapanku tadi, tentu saja sepertinya mereka tidak percaya. Karena hal seperti itu hanyalah dianggap seperti yang berada di dalam serial film atau komik.
Mendengar ibu dan ayahku tertawa karena ucapanku tadi, Papeto memperkenalkan dirinya sendiri.
            “Tante, paman, perkataan Takeuchi tadi memang benar. Aku robot dari masa depan, sebenarnya aku sedang mencari mesin waktuku yang telah lama hilang. Hingga akhirnya kutemukan dirumah Takeuchi ini, tapi bisakah mulai sekarang aku menjadi anggota keluarga kalian?” tanya Papeto, memohon untuk menjadi anggota keluargaku.

            Ibu tidak langsung percaya dengan omongan itu, dia mendekati Papeto dan melihat sekeliling tubuhnya. Dan mengetuk-ngetuk badannya.
            “Ah iya benar, terbuat dari besi. Ternyata kamu benar-benar robot. Tapi bagaimana bisa kupercaya bahwa kamu berasal dari masa depan?” tanya ibu, dengan raut wajah yang sedikit heran.
Papeto mengeluarkan alat dari tasnya. Dia bertujuan untuk menunjukkan alat-alatnya kepada ibu agar dia percaya. Dia mengeluarkan alat Kamera Pengkopi miliknya. Mamah bingung, Papeto mengeluarkan alat yang aneh dari dalam tasnya.
            “Benda apa itu Papeto?” tanya ibu.
            “Alat ini bernama Kamera Pengkopi. Fungsi alat ini untuk mengkopikan sesuatu dan mempastekannya kepada orang yang menginginkannya.” ujar Papeto.
            “Apakah ibu mempunyai sebuah foto rambut yang sangat ibu inginkan?” tanyanya.
            “Tentu saja ada, sebentar ibu carikan”
Ibu mencari foto-foto model rambut yang sangat menjadi idamannya. Dia menginginkan model rambut panjang dan berkilau seperti rambut-rambut orang yang ada di iklan tv sampo, namun sayangnya ibu memiliki rambut yang pendek. Ibu menunjukkan salah satu foto model rambut yang sangat ia ingin miliki.
            “Ini dia, lalu apa lagi yang harus kulakukan?” tanya ibu, sambil memegang-megang rambutnya.
Papeto berusaha mundur untuk mencoba alat miliknya. Dia memfoto ulang gambar model rambut yang diberikan ibu. Dan mempastekannya kerambut ibu.
            “Sekarang ibu diam disitu dan jangan bergerak. Aku akan membuat impian ibu menjadi kenyataan.” ujarnya, mencoba mencari posisi yang tepat untuk memfoto.
Papeto terus membidik kearah rambut ibu, sampai mendapatkan posisi yang pas untuk memfotonya. Dan ketika sudah mendapatkannya, dia menekan tombol foto dan tiba-tiba rambut ibu berubah menjadi seperti yang di foto model tadi.
Ibu kaget, karena rambutnya tiba-tiba berubah begitu saja. Dia mencoba memegang-megang rambutnya dan bercermin di kaca.
            “Haaaa?? Bbbagaimana bisa rambut ibu berubah menjadi seperti yang difoto tadi?” tanya ibu, dengan terbata-bata.
Papeto berfikir bahwa sepertinya ibuku sudah mulai percaya dengan keberadaanku yang dari masa depan.
            “Tentu saja bu, aku robot dari masa depan, benda seperti itu bukanlah hal yang aneh lagi. Sekarang ibu percaya bukan bahwa aku berasal dari masa depan?” ujar Papeto.
            “Tentu, ibu percaya karena hal ini”

            Kami melanjutkan makan pagi bersama keluargaku. Dan sekarang Papeto sudah menjadi anggota keluargaku.
            “Papeto, mulai sekarang, kamu sudah menjadi anggota keluarga kami, panggillah aku dengan sebutan ayah, dan panggillah ibu Takeuchi dengan sebutan ibu.” kata ayah, menyetujui jika Papeto menjadi anggota keluarga baruku.
Aku senang dan bergembira, karena memiliki teman untuk kuajak bermain. Biasanya aku sendirian dirumah, jarang sekali ada teman bermain kecuali ke 3 sahabatku.
Ibu memberikan salah satu masakan barunya, dan itu menjadi menu baru dikeluargaku.
Dia memberikan Rendang untuk Papeto, tapi kupikir dia tidak menyukainya. Tentu saja, mana mungkin robot memakan Rendang.
            “Apa ini ibu?” tanya Papeto.
            “Ini namanya Rendang, cobalah, kamu pasti menyukainya.”
Papeto mencicipi Rendang buatan ibu, dan hal yang tidak terduga. Dia sangat menyukai Rendang buatannya. Papeto terlihat begitu bergembira ketika memakan makanan itu.
            “Enaak sekali!” serunya
            “Jadi ini namanya Rendang bu? Ini akan menjadi makanan favoritku disini.”
Ibu terlihat senang karena makanannya disukainya. Tentu aku sedikit heran, baru kali ini aku melihat ada robot yang menyukai Rendang.
            “Hei Papeto, aku baru tau jika ada robot yang menyukai Rendang.” kataku, dengan nada yang pelan.
            “Robot dari masa depan itu berbeda dengan robot dimasa ini. Disana, robot-robot sudah seperti layaknya manusia biasa.” jawab Papeto.

            Beberapa menit berlalu, akhirnya kami selesai untuk sarapan pagi. Aku memutuskan untuk pergi mandi, karena ketika sebelum makan, aku sama sekali belum mandi. Papeto sibuk membersihkan tubuhnya yang kotor, tentu saja, robot pasti tidak mungkin mandi. Setelah kuselesaikan mandi dan memakai baju, kuajak Papeto untuk pergi bermain ke Taman untuk bertemu dengan teman teman.
            “Papeto, pergi ke Taman yuk, nanti kuperkenalkan dengan teman-temanku.” tawarku, mengajaknya untuk pergi ke Taman.
            “Baiklah, kebetulan aku juga sedang ingin melihat keadaan di masa ini.” jawab Papeto.

            Kami berjalan menuju ke Taman, kulihat Papeto melihat semua yang sedang kami lewati. Sepertinya dia berpikir jika dimasaku ini, tempat-tempat yang berada disini sangatlah kuno. Mungkin ditahunnya, semuanya sudah sangat modern.
Kami sampai ditaman, disana terdapat 3 sahabatku yang sedang mengobrolkan sesuatu. Kami menghampiri mereka untuk bergabung.
            “Takeuchi, siapa yang sedang bersamamu ini?” tanya Edward.
            “Perkenalkan, dia bernama Papeto. Dia robot dari masa depan, dan sekarang dia tinggal dirumahku.” jawabku, memperkenalkan Papeto kepada mereka.
Mereka tertawa terbahak-bahak karena ucapanku tadi. Kasusnya sama seperti ibu, mereka sama sekali tidak percaya dengan keadaan yang sebenarnya.
Papeto mengeluarkan Jubah Superman dari dalam tasnya, dan memberikan kepada masing-masing temanku.
            “Nah sekarang pakailah ini, dan ikuti instruksi yang aku berikan.” ujar Papeto.
            “Benda apa ini? Seperti Jubah Superman.” tanya Luna, memegang jubah milik Papeto
            “Sekarang kalian tekan tombol power dibelakangnya, dan hentakan kaki 3 kali ketanah. Dan ketika terbang, kalian harus mengontrol kecepatannya untuk tidak terlalu cepat, nanti akan bisa berbahaya.” ujar Papeto, memberikan instruksi cara pemakaian alatnya.
Teman-temanku mengikuti arahannya, mereka berhasil terbang kelangit yang bebas dan cerah.
Disana terlihat Steve yang ketakutan setengah mati karena dia sangat takut ketinggian.
            “Tttakeuchi!! Tolong aku!” teriak Steve diatas langit.
Aku menyusulnya dan mencoba meyakinkannya untuk tidak panik, aku tau bahwa dia takut dengan ketinggian. Tapi kucoba unuk menghilangkan rasa takutnya itu.
            “Baiklah Steve, sekarang kamu harus tenang, dan jangan panik. Berusahalah untuk mengontrol Jubah itu. Hilangkan semua rasa takutmu akan ketinggian.” kataku, mencoba menenangkan hati Steve.
            “Tttaapi, aku tidak bisa!” jawab Steve, dengan nada yang tinggi.
            “Kamu pasti bisa, teruslah mencoba dan tetap tenang.”

Steve mengikuti arahan yang kuberikan, tak kusangka, dia berhasil menaklukan rasa takutnya akan ketinggian. Luna sepertinya sangat menyukainya, dia tersenyum padaku.
            “Aku menyukai ini Takeuchi. Terima kasih Papeto, aku sangat bersenang-senang dengan benda ini.” ujar Luna yang begitu senang.
            Kami bermain cukup lama di atas langit dengan Jubah Superman. Mengelilingi kota dengan alat itu. Tentu itu menjadi pertama kalinya bagi mereka, karena bisa terbang seperti itu adalah hal yang sangat tidak mungkin. Hanya Superman didalam film saja yang bisa melakukannya.

Aku senang, karena kedatangan Papeto aku merasa seperti membuka lembaran baru dalam hidupku. Lembaran yang harus kutulis dengan cerita yang sangat menarik mungkin. Dan juga, sejak kedatangannya, aku bisa merasakan hal-hal yang tidak biasa dan membuatku sangat senang sekali.
Aku harap bisa berteman dengan Papeto untuk selamanya.



-Tamat



Yusril Takeuchi
Cerpen Yusril Takeuchi
Cerpen Takeuchi
Takeuchi
Takeuchi - Kemunculan Papeto
Takeuchi - Kemunculan Papeto [Episode 3]
Tags: ,

Written by

Seorang penulis novel fantasi yang memiliki minat dalam berbagai hal seperti programming dan game making.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Fantasy

Fiksi Ilmiah

Wattpad: @yusriltakeuchi

Copyright © Yurani Takeuchi | Thanks to Yusril Takeuchi